Sunday, June 26, 2011

Sinopsis Penelitian

Prevalensi Adiksi Internet dan Korelasinya Dengan Faktor-Faktor Keluarga Di Antara Remaja Korea Selatan

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh perkembangan teknologi internet yang sangat pesat di Korea Selatan dengan pemakai terbesar adalah remaja. Bagi remaja Korea Selatan, internet tidak hanya digunakan untuk kebutuhan yang berkaitan dengan pendidikannya tapi juga merupakan sarana rekreasi yang sangat praktis dan efektif. Namun seiring dengan semakin mudahnya akses untuk menggunakan internet, semakin besar pula resiko munculnya dampak-dampak negatif yang tidak diinginkan. Dampak-dampak yang mungkin timbul antara lain adalah adiksi, peredaran konten-konten yang tidak diinginkan, penyebaran informasi-informasi pribadi, pemakaian berorientasi hiburan yang ekstrim, permasalahan tata bahasa, penurunan kemampuan penglihatan, dan kurang tidur.
Penelitian oleh Soo Kyung Park, Jae Yop Kim, dan Choo Bum Cho ini dilaksanakan untuk mengetahui prevalensi dari adiksi internet pada kalangan remaja Korea Selatan dan menyelidiki faktor-faktor keluarga yang menyertai jenis adiksi ini.
Penelitian ini melibatkan para siswa SMP dan SMA yang berlokasi di Seoul yang merupakan daerah metropolitan terbesar di Korea Selatan. Kyung dkk. memilih 903 siswa dengan cara survey yang bersifat self-administered, yang digunakan sebagai sampel yang 69,6%-nya remaja laki-laki, 60,5% adalah senior di SMP dan sisanya sebanyak 39,5% adalah siswa SMA. Sebanyak 24,9% berasal dari keluarga dengan status ekonomi tinggi, 57,9% kelas ekonomi menengah, dan 17,1% dari kelas ekonomi rendah.
Alat yang digunakan untuk mengukur tingkat adiksi internet pada penelitian ini adalah dengan menggunakan Skala Adiksi Internet Young yang direkonstruksi agar sesuai. Sedangkan untuk mengukur efek dari kekerasan perkawinan, Kyung dkk. memodifikasi CTS (Conflict Tactics Scale) yang dikembangkan oleh Straus. Untuk mengukur keharmonisan dan komunikasi dalam keluarga penelitian ini menggunakan skala yang sudah dimodifikasi dan diverifikasi oleh M.O.Kim berdasarkan teori Walsh.
Komponen yang termasuk ke dalam skala adiksi internet antara lain adalah: perilaku obsesif yang berkaitan dengan internet atau chatting, simptom-simptom withdrawal, toleransi, kemerosotan prestasi di sekolah, pengabaian kehidupan keluarga dan sekolah, permasalahan hubungan sesama, permasalahan behavioral, gangguan kesehatan, dan masalah-masalah emosional. Sedangkan kekerasan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kekerasan verbal, kekerasan fisik minor dan kekerasan fisik serius.
Dari penelitian diketahui bahwa remaja laki-laki lebih berpotensi untuk menjadi adiksi terhadap internet daripada remaja perempuan. Berdasarkan tingkat pendidikan, siswa SMA lebih beresiko menjadi adiksi internet. Dan berdasarkan tingkat ekonomi keluarga, siswa yang berasal dari kalangan berstatus ekonomi tinggi lebih beresiko menjadi adiksi internet.
Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa tidak hanya faktor-faktor protektif seperti pola asuh, komunikasi keluarga, dan keharmonisan keluarga, tapi faktor-faktor resiko kekerasan dalam keluarga juga sangat mempengaruhi adiksi terhadap internet. Seorang remaja yang mengalami atau melihat kekerasan di dalam keluarga sangat beresiko untuk menjadi seseorang yang mengalami adiksi internet karena bagi remaja-remaja ini internet dapat membuat mereka melupakan tekanan-tekanan dan stress yang dialami akibat dari kekerasan tersebut. Dari begitu banyak kalangan, remaja yang masih menjalani pendidikan lebih beresiko untuk mengalami adiksi terhadap internet mengingat semakin mudah dan murahnya akses internet di Korea Selatan.
Hasil penelitian ini juga konsisten dengan penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya bahwa pola asuh dan komunikasi juga mempengaruhi adiksi yang terjadi di kalangan remaja Korea selatan. Faktanya, remaja yang menerima dukungan yang lebih dari orangtuanya cenderung kurang ikut ambil bagian dalam perilaku-perilaku yang bersifat anti sosial ataupun perilaku-perilaku negatif, sementara remaja yang orangtuanya kurang memberikan perhatian dan dukungan akan mengalami ketidakstabilan psikis sehingga mereka memilih memakai internet secara berlebihan sebagai cara melarikan diri dari kondisi tersebut. Sebaliknya, lama waktu berdiskusi dengan orangtua tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap adiksi internet. Kualitas hubungan antara anak dengan orangtua lebih penting daripada kuantitas waktu yang dihabiskan bersama-sama dan kualitas hubungan tersebut memiliki pengaruh yang signifikan pula terhadap perilaku negatif remaja.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Kyung dkk. ini memiliki beberapa implikasi yang sangat penting antara lain, pertama, tingginya prevalensi adiksi internet pada kalangan remaja menuntut setiap orang agar lebih waspada dan lebih tanggap mengingat banyaknya faktor-faktor yang berasal dari keluarga yang mempengaruhinya. Kedua, perlunya dikembangkan sebuah program untuk meningkatkan kemampuan mengasuh dan komunikasi bagi orangtua agar dapat mempererat hubungan antar anggota keluarga serta program untuk meningkatkan kemampuan koping stress, konseling, treatment untuk adiksi dan aktivitas-aktivitas rekreasional aktif.

Sumber:
PREVALENCE OF INTERNET ADDICTION AND CORRELATIONS WITH FAMILY FACTORS AMONG SOUTH KOREAN ADOLESCENTS
Soo Kyung Park, Jae Yop Kim, Choon Bum Cho. Adolescence. Roslyn Heights: Winter 2008. Vol. 43, Edisi 172; pg. 895, 15 pgs

No comments:

Post a Comment