A. PENGEMBANGAN
1. Definsi Pengembangan
Ada berbagai macam perumusan yang dikemukakan oleh beberapa ahli tentang definisi dari pengembangan. Pengembangan organisasi merupakan program yang berusaha meningkatkan efektifitas keorganisasian dengan mengintergrasikan keinginan individu akan pertumbuhan dan perkembangan dengan tujuan keorganisasian atau perusahaan. Secara khusus proses ini merupakan usaha mengadakan perubahan secara berencana yang meliputi suatu sistem total sepanjang periode tertentu, dan usaha mengadakan perubahan itu berkaitan dengan misi organisasi atau perusahaan (Wursanto,2005:319). Sedangkan Sutarto memberikan kesimpulan bahwa pengembangan organisasi adalah rangkaian kegiatan penataan dan penyempurnaan yang dilakukan secara berencana dan terus-menerus guna memecahkn masalah-masalah yang timbul sebagai akibat daro adanya perubahan sehingga organisasi dapat mengatasi serta menyesuaikan diri dengan perubahan dengan menerapkan ilmu perilaku yang dilakukan oleh pejabat dalam organisasi/ perusahaan itu sendiri atau dengan bantuan dari luar organisasi.
Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan, pengembangan merupakan usaha yang dilakukan secara terus-menerus meliputi keseluruhan perusahaan demi meningkatkan efektifitas dan kesehatan sebuah organisasi atu perusahan dengan menetapkan asas-asas dan praktek yang dikenal dalam kegiatan organisasi.
Pengembangan adalah upaya meningkatkan keterampilan dan pengetahuan karyawan lama dan baru yang dibutuhkan untuk melakukan suatu pekerjaan baik untuk saat ini atau untuk masa mendatang. Pengembangan (development) mewakili usaha-usaha meningkatkan kemampuan para karyawan untuk menangani beraneka tugas dan untuk meningkatkan kapabilitas di luar kapabilitas yang dibutuhkan oleh pekerjaan saat ini (Mathis & Jackson, 2006: 350). Para karyawan dan menejer yang memiliki pengalaman dan kemampuan yang sesuai dapat meningkatkan daya saing organisasional dan kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan yang berubah.
Pengembangan karyawan lebih berorientasi kepada masa depan dan lebih peduli terhadap pendidikan, yaitu terhadap peningkatan kemampuan seseorang untuk memahami dan menginterpretasi pengetahuan bukan mengajarkan keterampilan teknis.
2. Berbagai Macam Jenis Pengembangan
Pada makalah ini akan dijelaskan terlebih dahulu tentang berbagai macam pengembangan, pengembangan disini berbeda dengan pelatihan. Perbedaan akan tampak pada pembahasan selanjutnya. Jenis-jenis pengembangan yang dapat dilakukan ada beberapa yaitu yang pertama pengembangan organisasi, pengembangan sumber daya manusia (SDM), pengembangan manajemen. Pengembangan ini, satu dengan yang lain saling mendukung dan meinginkan keefisienan dan keefektifan perusahaan atau organisasi.
3. Tujuan dan Fungsi pengembangan SDM
Ada dua tujuan utama program pengembangan karyawan, pertama pengembangan ini dilakukan untuk menutup “gap” anatara kecakapan atau kemampuan karyawan dengan permintaan jabatan. Kedua, program-program tersebut diharapkan dapat meningkatkan efisiensi dan efektifitas kerja karyawan dalam mencapai sasaran-sasaran kerja yang telah ditetapkan. Selain itu pengembangan ini akan membantu menghindarkan diri dari keusangan dan melaksanakan pekerjaan dengan lebih baik.
Pertama dikemukakan oleh Admosudirjo, pengembangan organisasi atau organisasi development mempunyai dua fungsi, yaitu fungsi administrator dan fungsi spesialis. Fungsi administrator adalah merupakan fungsi dan kewajiban daripada untuk selalu mengembangkan dan menyesuaikan perusahaan kepada perkembangan tugas pokok, kepada perkembangan keadaan lingkungan , kepada kemajuan teknologi yang dipegunakan, kepada kemajuan personil serta produktivitas.
4. Perbedaan antara Pengembangan dengan Pelatihan
Pelatihan lebih berorientasi pada pekerjaan saat ini, fokusnya kepada pekerjaan seseorang saat ini ditujukan untuk meningkatkan keterampilan-ketrampilan tertentu dan kemampuan untuk dapat melaksanakan pekerjaannya dengan segera mungkin. Pengembangan berfokus pada aspek-aspek kinerja yang kurang nyata, seperti sikap dan nilai. Sebuah sistem pengalaman pengembangan yang terencana untuk semua karyawan, tidak hanya pada manajer, dapat membantu memperluas keseluruhan tingkat kapabilitas dalam sebuah perusahaan ataupun organisasi. Pengembangan memiliki ruang lingkup yang lebih luas dalam upaya dalam upaya untuk memperbaiki dan meningkatkan pengetahuan, kemampuan, sikap, dan sikap dan sifat-sifat kepribadian.
5. Proses Pengembangan SDM
Menurut ( Mathis & Jackson, 2006: 352-365), pengembangan dimulai dari rencana-rencana SDM organisasi karena rencana ini menganalis, meramalkan, dan menyebutkan kebutuhan organisasional untuk sumber daya manusia pada saat ini dan masa yang akan datang. Perencanaan SDM yang juga membantu menyebutkan kapabilitas yang dibutuhkan oleh organisasi tersebut di masa yang akan datang dan pengembangan yang dibutuhkan agar orang-orang dapat tersedia untuk memenuhi kebutuhan tersebut.
a. Merumuskan Rencana SDM
Banyak organisasi lebih memilih “membeli” daripada “membuat” karyawan memilki kapabilitas-kapabilitas sumber daya manusia. Tapi kenyataannya, “membuat” atau mengembangkan karyawan lebih dapat memberikan kontribusi pada strategi keunggulan kompetisi yang terus-menerus melalui sumber daya manusia.
b. Menyebutkan Kapabilitas-kapalitas yang Penting
Beberapa kapablitas menejemen yang penting dan umum adalah orientasi tindakan, pembuatan keputusan yang berkualitas, nilai etika, dan keterampilan teknis. Selain itu, ada beberapa kemampuan nonteknis yang harus dikembangkan untuk keahlian teknologi yang memiliki tuntutan tinggi, yaitu kemampuan untuk bekerja di bawah tekanan, bekerja sendiri, menyelesaikan masalah-masalah dengan cepat, dan menggunaka pengetahuan masa lalu dalam situasi baru.
c. Menjalankan Rencana Suksesi
Perencanaan pergantian kepemimpinan atau suksesi (succession planning) adalah proses pen gidentifikasian rencana jangka panjang untuk penggantian karyawan-karyawan kunci sesuai urutan. Kebutuhan untuk mengganti karyawan kunci berasal dari promosi, pemindahan, pension, kematian, cacat jasmani, pengunduran diri, atau alasan-alasan lain.
d. Menilai Kebutuhan Pengembangan
Baik perusahaan maupun individu dapat menganalisis apa yang dibutuhkan oleh seorang lewat pengembangan untuk menyebutan kelebihan dan kekurangan. Metode-metode yang digunakan antara lain penggunaan pusat-pusat penilaian (assessment centers), pengujian psikologis, dan penilaian kinerja.
e. Melaksanakan Rencana Pengembangan
Bila kebutuhan pengembangan fisik telah dianalisi , tentunya rencana pengembangan dapat dilaksanakan baik secara organisasional maupun individual. Pengembangan dilaksanakan pada kapabilitas-kapabilitas apa saja yang dianggap penting untuk dikembangkan berdasarkan analisis yang telah dilakukan sebelumnya.
f. Menentukan Pendekatan-pendekatan Pengembangan
Pendekatan pengembangan dikategorikan menjadi dua bagian, yaitu (1) pengerabangan pada pekerjaan (job side), antara lain: pelatihan (coaching); tugas/pertemuan komite, rotasi pekerjaan (job rotation), posisi “asisten”, pengembangan secara on line, pusat-pusat universitas korporasi, pusat pengembangan karier, dan organisasi pembenlajaran, serta( 2) pengembangan di luar pekerjaan (off –site) anatara lain: kursus dan perkuliahan, peatihan hubungan manusia, simulasi (permaianan bisnis), serta cuti panjang (sabbatical leave)
g. Mengevaluasi Keberhasilan Pengembangan
Keberhasilan proses pengembangan harus dievaluasi. Bila perlu dapat dilakukan perubahan sesuai kebutuhan SDM berikutnya, dimulai dari tahap pertama kembali.
• Diagnosis sebelum melakukan pengembangan
Sebelum melakukan pengembangan maka harus mengetahui secara jelas apa yang harus dikembangkan dalam diri maupun organisasi harus mengetahui kebutuhan agar mencapai efektifitas dan efisien kerja. Dalam pengembangan ada beberapa dignostik yang bisa digunakan. Namun biasanya hanya satu macam intervensi saja yang berasal dari metode diagnostik yang tersedia. Maka yang paling baik adalah metode diagnostik yang tersedia, maka yang paling baik adalah menangani diagnostik terlebij dahulu sebagai kategori kegiatan umm yang relevan untuk semua usaha pengembangan, kemudian melanjutkannya dengan mempertimbangkan intervensi secara lebih khusus. Proses pengidentifikasian kriteria yang dapat membantu dalam memilih metode diagnostik yang paling sesuai dengan kebutuhan.
Ada 3 teknik dalam pengumpulan data dalam proses pengidentifikasian masalah yang akan di atasi dengan melakukan pengembangan, yaitu:
1. Teknik dengan daftar pertanyaan survai
Lata atau teknik ini adalah yang paling banyak digunakan. Daftar pertanyaan dipergunakan secara universal karena banyak tujuan, sehingga kegunaannya, biayanya, dan manfaatnya dikenal oleh pengembangnya. Daftar pertanyaan pada umumnya merupakan cara tidak langsung untuk mengumpulkan jenis informasi tertentu dan yang paling sering diselesaikan dengan secara anonim yang memiliki keuntungan adalah terlindungnya identitas dari responden sehingga mampu memancing perasaan dan pendapat kuat yang tidak akan ditanyakan secara terbuka.
2. Teknik wawancara
Wawancara adalah cara langsung pengumpulan informasi melalui percakapan anatara seorang pewancara adan satu responden atau lebih responden dengan maksud tertentu.jika ada lebih dari satu responden itu dapat dikatakan sebagai wawancara kelompok. Sifat langsung teknik wawancara merupakan modalnya yang terkuat sekaligus kekurangan yang terbesar. Kesegaran interaksi bersemuka memungkinkan dengan diselidikinya hal-hal yang menarik perhatian secara mendalam dan dalam hubungan pembicaraan. Ini meningkatkan kecermatan diagnostik dan menjamin dapat dirasakannya perasaan dan sikap sesungguhnya dari para anggota. Keterbatasan utama wawancara bersemuka ialah kemustahilan memberikan jawaban anonim.
3. Teknik pengamatan langsung
Teknik ini meliputi teknik-teknik diagnostik yang mengumpulkan data mengenai organisasi dengan melihatnya secara langsung.
6. Metode Pengembangan
Dalam kegiatan pengembangan organisasi terdapat berbagai macam metode pada dasarnya dapat dikelompokkan dalam dua macam, yaitu: metode pengembangan perilaku dan meteode pengembangan keterampilan dan sikap
1. Metode Pengembangan Perilaku
Metode yang berusaha menyelidiki secara mendalam tentang proses perilaku kolompok dan individu. Menggunakan berbagai cara antara lain, jaringan menegerial, latihan kepekaan, pembentukan team, dan umpan balik survey
2. Metode Pengembangan Keterampilan
Metode ini berusaha mengembangkan keterampilan SDM yang berbeda dalam sebuah perusahaan atau organisasi. Keterampilan yang akan dikembangkan sesuai dengan kebutuhan dalam organisasi tersebut agar kinerja dapat berjalan lancar dan efektif.
B. EVALUASI KERJA
1. Pengertian
Penilaian kinerja (performance appraisal) adalah proses mengevaluasi seberapa baik karyawan melakaukan pekerjaan mereka jika dibandingkan dengan seperangkat standar, dan kemudian mengkomunikasikan informasi tersebut kepada karyawan (Mathis, 2006: 382). Sedangkan Jewell & Siegall mengajukan pengertian penilaian unjuk kerja sebagai proses yang dipergunakan oleh sebuah organisasi untuk menilai sejauh mana anggotanya telah melakukan pekerjaannya dengan memuaskan (1998: 209).
Penilaian kinerja juga disebut pemeringkatan karyawan, evaluasi karyawan, tujuan kinerja, evaluasi kinerja, dan penilaian hasil. Apabila penilaian prestasi kerja tersebut dilaksanakan dengan baik, maka akan dapat membantu meningkatkan motivasi kerja dan sekaligus juga meningkatkan loyalitas organisasi organisasional dari para karyawan.
2. Fungsi Penilaian Kinerja
Penilaian unjuk kerja merupakan sebuah sistem pengendali dengan aspek baik ”umpan balik (feedback)” maupun ”umpan maju (feedforward)” (Jewell & Siegall, 1998: 209).
• Sebagai mekanisme umpan balik (feedback)
Penilaian unjuk kerja memberikan umpan balik yang penting kepada karyawan secara priibadi dalam hal bagaimana unjuk kerjanya dipandang. Proses ini juga memberikan umpan balik yang penting kepada mereka yang bertugas dalam penerimaan karyawan, pemeriksaan, pemilihan, dan pelatihan karyawan perusahaan saat itu. Misalnya, pola hasil penilaian yang buruk di antara karyawan yang baru menunjukkan bahwa proses yang dipergunakan untuk menerima karyawan tersebut perlu ditinjau kembali.
• Sebagai mekanisme umpan maju (feedforward)
Penilaian unjuk kerja memberikan informasi untuk membuat keputusan administratif mengenai pemberian penghargaan kepada karyawan organisasi tersebut. Selain fungsi tersebut, penilaian unjuk kerja merupakan sumber informasi yang penting untuk kebutuhan dan kesempatan pengembangan karyawan pribadi. Dengan bekerjasama, para karyawan, supervisor dan manajer dapat menggunakan informasi ini untuk menilai kekuatan dan kelemahan mereka dan untuk membuat rencana guna mencapai unjuk kerja yang lebih baik dan tujuan serta kesempatan karir di masa depan.
3. Kriteria penilaian kinerja
Pada dasarnya terdapat tiga pilihan mengenai apa yang harus dinilai dalam penilaian unjuk kerja (Jewell & Siegall, 1998: 212) yaitu :
• Penilaian tehadap karakteristik atau sifat pribadi
Pendekatan sifat pribadi untuk penilaian unjuk kerja ini secara tradisional memusatkan perhatian pada loyalitas, kepandaian, dan perangai orang tersebut. Pendekatan sifat pribadi terhadap penilaian unjuk kerja sangat tergantung dari persepsi penilai terhadap sifat tersebut, dan persepsi itu sendiri dipengaruhi oleh pendapat, pengalaman dan bias pribadi penilai. Oleh sebab itu, alat ukur pendekatan sifat pribadi mempunyai keandalan yang rendah dan jarang sekali dipergunakan.
• Penilaian unjuk kerja berdasarkan hasil yang dicapai
Pendekatan ini menilai unjuk kerja berdasarkan hasil yang diperoleh dari pekerjaan yang dilakukan. Meskipun pengukuran unjuk kerja berdasarkan hasil yang dicapai kelihatannya merupakan penyelesaian yang baik, tetapi hanya sedikit saja jenis pekerjaan yang cocok diukur dengan cara pendekatan ini. Pertama, pengukuran tersebut tergantung pada catatan yang tepat, dan catatan mungkin saja tidak tepat dan tidak lengkap (atau bahkan tidak ada sama sekali). Kedua, hasil yang dicapai suatu organisasi jarang sekali tergantung dari hasil pekerjaan pribadi.
• Penilaian berdasarkan perilaku
Pendekatan ini menilai unjuk kerja berdasarkan perillaku-perilaku tertentu yang mendukung keberhasilan kerja. Selain kualitas dan kuantitas sebagai kriteria utama, termasuk di sini pelaksanaan tugas-tugas dalam waktu yang ditentukan, kemampuan perencanaan ke depan, pemeriksaan sendiri pekerjaan yang dilakukannya, dan kerjasama dengan rekan kerja.
4. Pihak Penilai Kinerja
Menurut Robbins (2002: 261) terdapat beberapa alternatif mengenai siapa yang harus menilai kinerja seorang karyawan, yaitu :
a. Atasan Langsung
Sembilan puluh lima persen dari keseluruhan evaluasi kinerja pada tingkat yang lebih rendah dan menengah dalam suatu organisasi dilaksanakan oleh atasan langsung para pekerja.
b. Rekan kerja
Evaluasi dari rekan kerja (peers) adalah salah satu cara yang dapat dijadikan sebagai sumber data penilaian yang paling dapat dipercaya. Pertama, evaluasi dari rekan kerja sangat erat hubungannya dengan kegiatan. Interaksi sehari-hari memberi mereka sebuah sudut pandang pemahaman yang menyeluruh terhadap kinerja pekerjaan seorang pekerja. Kedua, evaluasi dari rekan kerja, sebagai penghitung hasil, akan menghasilkan beberapa penilaian yang mandiri, sedangkan seorang pimpinan hanya dapat menghasilkan penilaian dalam bentuk evaluasi tunggal. Namun pada sisi lain evaluasi dari rekan kerja dapat dirusak oleh ketidakinginan rekan kerja untuk saling melakukan evaluasi dan oleh bias persahabatan maupun perselisihan.
c. Pengevaluasian Diri Sendiri
Karyawan yang mengevaluasi kinerjanya sendiri (self evaluation) konsisten dengan nilai-nilai seperti swakelola dan pemberdayaan. Evaluasi yang dilakukan sendiri memberikan nilai yang tinggi bagi pekerja; cara ini cenderung mengurangi sifat membela diri yang dilakukan karyawan pada saat proses penilaian; dan mereka membuat wahana yang baik untuk merangsang diskusi kinerja pekerjaan antara pekerja dengan atasan mereka. Namun cara ini dapat dihalangi oleh penilaian yang terlalu membumbung dan bias jasa diri.
d. Bawahan Langsung
Evaluasi yang dilakukan seorang bawahan langsung dapat memberikan informasi yang akurat dan rinci tentang perilaku seorang manajer karena si penilai secara khusus memiliki hubungan yang baik dengan manajer. Masalah yang muncul adalah kekhawatiran akan tindakan balasan dari pimpinan yang dinilai tidak baik waktu dievaluasi.
e. Pendekatan Menyeluruh: Evaluasi 360 Derajat
Cara ini memberikan umpan balik kinerja dari lingkaran penuh hubungan sehari-hari yang mungkin dilakukan oleh seorang pekerja, mulai dari hubungan dengan petugas ruangan surat, pelanggan, pimpinan, dan rekan kerja. Dengan mengandalkan umpan balik dari rekan kerja, pelanggan, dan bawahan diharapkan akan memberikan setiap orang lebih dari sekedar rasa berpartisipasi dalam proses penilaian, dan meraih hasil yang lebih tepat dalam menilai kinerja para pekerja.
5. Metode Penilaian Kinerja
Berikut adalah metode umum penilaian sebuah kinerja (Robbins, 2002 : 262) :
• Esai Tertulis
Metode paling mudah untuk menilai suatu kinerja adalah dengan menulis sebuah narasi yang menggambarkan kelebihan, kekurangan, prestasi masa lampau, potensi dan saran-saran mengenai seorang karyawan untuk perbaikan.
• Keadaan Kritis
Metode keadaan kritis (critical incidence) memfokuskan perhatian si penilai pada perilaku-perilaku yang merupakan kunci untuk membedakan sebuah pekerjaan efektif atau yang tidak efektif. Di sini yang menjadi kunci adalah perilaku yang sifatnya khusus, dan bukan sifat-sifat personal yang samar, melainkan yang disebutkan.
• Grafik Skala Penilaian
Di dalam metode ini, dicatat faktor-faktor kinerja, seperti kualitas dan kuantitas kerja, tingkat pengetahuan, kerjasama, loyalitas, kehadiran, kejujuran, dan inisiatif. Selanjutnya si penilai memeriksa daftar tersebut dan menilai setiap faktor sesuai dengan skala peningkatan.
• Skala Peningkatan Perilaku
Skala ini mengkombinasikan elemen penting dari metode keadaan kritis dengan metode pendekatan grafik skala penilaian: si penilai menilai para pekerja berdasarkan pada hal-hal dalam rangkaian kesatuan, tetapi poin-poinnya merupakan contoh perilaku aktual di dalam pekerjaan, bukan sekedar deskripsi atau ciri-ciri umum.
• Perbandingan Multipersonal
Metode perbandingan multipersonal mengevaluasi satu kinerja individu dengan membandingkannya dengan individu atau individu-individu lainnya. Tiga pembanding yang sangat populer adalah peringkat urutan kelompok, peringkat individu, dan perbandingan berpasangan.
Peringkat urutan kelompok menuntut si penilai untuk menempatkan pekerja ke dalam sebuah klasifikasi khusus. Pendekatan peringkat individu menggolongkan para pekerja mulai dari yang terbaik hingga yang terburuk. Pendekatan perbandingan berpasangan membandingkan setiap pekerja dengan masing-masing pekerja lainnya dan menilai pekerja mana yang lebih baik atau yang lebih buruk satu dengan yang lainnya.
6. Permasalahan Potensial
Meskipun suatu organisasi mungkin mencoba untuk membuat proses penilaian kinerja yang bebas dari unsur-unsur bias pribadi, prasangka, atau dari ketidakwajaran, permasalahan potensial dapat terbentuk dalam proses (Robbins, 2002 : 265). Evaluasi seorang karyawan akan mengalami penyimpangan, jika faktor-faktor berikut ini berlaku menyeluruh.
• Kriteria Tunggal
Di saat para pekerja dinilai dengan sebuah kriteria kerja tunggal, walaupun kinerja yang berhasil pada pekerjaan tersebut menuntut kinerja yang lebih baik berdasarkan beberapa kriteria, para pekerja hanya akan berkonsentrasi pada kriteria tunggal tersebut dan mengesampingkan faktor-faktor terkait lainnya.
• Kesalahan yang Ditolerir
Pada saat si penilai memiliki toleransi positif di dalam penilaiannya, kinerja seorang individu dinilai lebih, sehingga penilaian tersebut lebih tinggi dari yang seharusnya.
• Lingkaran Kesalahan
Lingkaran kesalahan (hallo error) adlah kecenderungan seorang penilai untuk sifat seseorang mempengaruhi penilaiannya terhadap sifat yang lain dari orang tersebut.
• Kesalahan yang Sama
Ketika si penilai menilai orang lain dengan mempertimbangkan pertimbangan khusus pada kualitas yang mereka rasa ada dalam diri mereka sendiri, mereka membuat kesalahan yang sama (similarity error).
• Perbedaan yang rendah
Orang-orang yang bekerja untuk seorang penilai yang memiliki perbedaan yang rendah cenderung dinilai lebih merata daripada keadaan mereka yang sebenarnya.
• Memperkuat informasi untuk menyesuaikan kriteria nonkinerja
Walaupun di dalam praktiknya jarang dianjurkan, kadang-kadang penilaian formal dilakukan setelah keputusan tentang kinerja perorangan telah dibuat. Hal ini memperlihatkan keputusan yang subjektif, namun formal, sering muncul sebelum adanya informasi yang objektif untuk mendukung keputusan yang telah dihimpun.
7. Memperbaiki Penilaian Kinerja
Langkah-langkah yang dapat diambil untuk memecahkan kebanyakan masalah yang telah diidentifikasi (Robbins, 2002 : 267)antara lain:
Penggunaan Kriteria Ganda
Karena kinerja yang berhasil pada kebanyakan pekerjaan memerlukan pelaksanaan sejumlah hal dengan baik, keseluruhan hal tersebut harus diidentifikasi dan dievaluasi. Aktivitas-aktivitas penting yang menunjukkan kinerja yang efektif atau tidak efektif adalah hal-hal yang harus dinilai.
Sifat Menghilangkan Penekanan
Banyak sifat yang dianggap berhubungan dengan kinerja yang baik, tetapi dalam kenyataannya sering tidak atau memiliki sedikit kaitan dengan kinerja.
Penekanan Perilaku
Apabila memungkinkan, lebih baik menggunakan ukuran yang didasarkan pada perilaku, karena pengukuran kita bisa menghindari permasalahan penggunaan pengganti yang tidak tepat untuk kinerja aktual, selain itu kita dapat meningkatkan kemungkinan yang dilihat sama oleh dua atau lebih penilai.
Mendokumentasikan Perilaku Kinerja di Dalam Catatan Harian
Dengan pencatatan buku harian yang berisikan keadaan-keadaan kritis khusus untuk tiap pekerja, penilai dapat terbantu dalam membuat keputusan agar lebih akurat.
Menggunakan Penilai Ganda
Seiring dengan bertambahnya jumlah penilai, kemungkinan mendapatkan informasi yang akurat juga meningkat.
Menilai Secara Selektif
Penilai harus melakukan evaluasi hanya pada area di mana mereka memiliki keahlian.
Melatih Penilai
Dengan melatih para penilai, kita dapat membuat mereka menjadi penilai yang lebih akurat.
Rujukan
1. As’ad, Moh. 2003. Psikologi Industri seri Ilmu Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: Liberty.
2. Griffin. Manajemen, Jilid 1 Edisi 7.
3. Handoko,T. Hani. 1987. Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia. Yogyakarta. BPFE.
4. Jewell, L.N. & Marc Siegall.1998. Psikologi Industri/Organisasi Modern, Edisi 2. Jakarta: Arcan.
5. Mathis, Robert L. & Jackson, John H. 2006. Human Resource Management. Jakarta. Salemba Empat.
6. Mc. Gill, 1986. Pedoman Pengembangan Organisasi.
7. Munandar, A.S. 2006. Psikologi Industri dan Organisasi. Jakarta: UI Press.
8. Panggabean, Mutiara S. 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia. Bogor: Ghalia Indonesia.
9. Robbins, Stephen P. 1999. Prinsip-Prinsip Perilaku Organisasi, Edisi Kelima. Jakarta: Erlangga.
10. Robbins, Stephen P. 2001. Perilaku Organisasi, Konsep, Kontroversi, Aplikasi Edisi 8 Jilid 2. Jakarta: Prenhallindo.
11. Sukamti, N.,MM Umi. 1989. Management Personalia/ Sumber Daya Manusia. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi.
12. Wursanto, Ig. 2002. Dasar-Dasar Ilmu Organisasi.
makasih atas infonya,,, sangat bermanfaaat
ReplyDelete