Sunday, June 5, 2011

Cerpen titipan



 Masih dari penulis yang sama dengan sebelumnya.....
KATAKU

Ayo Dian, untuk kali ini saja dengarkan aku. Tidak. Bukan untuk kali ini saja. Nanti pada saatnya, kau juga lagi-lagi harus mendengarkanku. Karena aku adalah penasehatmu yang utama. Aku mengenalmu sedalam kau mengenal dirimu sendiri.
Tapi, aku berbeda darimu. Sebab terkadang atau bahkan seringkali kau mengabaikan hati dan pikiranmu, kebutuhanmu sendiri, bersikap seolah-olah itu tak pernah ada. Sedang aku? Aku ada untuk mengingatkanmu tentang hal-hal yang kau abaikan, hal-hal yang seharusnya kau lakukan tapi tak pernah kau perdulikan.
Untuk kali ini Dian, dengarkan aku. Buang semua harga dirimu, telan dan jangan kau jadikan petunjuk. Sebab jika tidak, kau sendiri yang akan hancur. Dengarkan aku. Apa yang kau inginkan, lakukan. Untuk kali ini, tak perlu lah ada pengekangan. Tak perlu kau sok tegar, sok kuat, sok membusungkan dada menjadikan semua yang lahir dari gerak penamu bermakna.
Dengarkan aku, kau butuh istirahat. Kau butuh mengembalikan lagi kebahagiaan dan sensasinya menggerakkan pena. Kalau memang tulisanmu tak ingin selesai, biarkan saja. Kau butuh pelepasan setelah menahan diri untuk terfokus begitu lama. Kalau tulisan-tulisan yang lahir dari pemikiranmu tak ingin beraturan, biarkan saja. Lepaskan, bebaskan. Ya karena saat itu pikiranmu memang sedang tak beraturan. Dan kelelahan yang membebanimu membuat dirimu tak mampu mengaturnya. 
Lakukan semua yang kau inginkan. Kalau kau memang sedang tak ingin peduli dengan kebaikan dan segala tata norma, lakukan saja. Tidak masalah. Sisakan saja sedikit, yang betul-betul penting dan memang tak boleh ditinggalkan.
Kalau memang saat-saat ini, yang lahir dari tanganmu hanyalah sebuah pelepasan, lepaskan saja. kata L.A.Light, kalau tidak salah, ekspresikan aksimu. Lakukan saja semua yang kau mau. Tidak usah peduli orang akan mengatakan apa. Yang terpenting, kau sembuh dulu. Setelah itu, baru boleh kau pikirkan segala macam kebaikan dan tata norma.
Kau masih mendengarku kan? Lahirkan apapun yang ingin kau lahirkan, tanpa perlu kau berfikir apa ia akan lahir sempurna ataukan cacat permanen sebab hanya terlahir separuh, tak perlu berfikir akan seperti apa orang menilainya. Kau dengar, kau sedang perlu mengosongkan isi otakmu. Sebelum mengisinya kembali. Ibarat gelas, kau harus disikat sampai bersih sebelum dipakai untuk minum lagi.
Jangan hanya tunduk diam, kau dengar? Aku paling tidak suka itu. Aku mengenalmu, Dian. Sebab menerima tanpa perdebatan itu bukan watakmu. Tanpa perdebatan dan tanpa pertanyaan bagimu adalah berarti kau akan meninggalkan semua petuahku begitu saja. lenyap bersama angina.
Kau camkan baik-baik, untuk pelepasan ini, untuk pengosongan ini, lupakan bahwa kau hampir selalu punya tujuan. Kembalikan sensasi dan bahagianya dalam dadamu, agar kau bisa kembali berjalan dengan tatapan ke depan.
Akupun mengatakan ini padamu tanpa pernah berfikir bagaimana urutan kata-kataku. Yang terpenting bagiku adalah berusaha memahamkanmu bahwa selalu mengacungkan harga diri dan menekan kebebasan berfikirmu hanya akan mematikan dirimu sedikit demi sedikit. Mematikan kebahagiaan yang selama ini berusaha kau susun.
Kau ingat, kau pernah mengatakan padaku bahwa menulis bagimu sudah seperti candu. Candu yang tidak akan pernah kau lepaskan, candu yang sudah menyatu dengan denyut nadimu, aliran darahmu. Apa kau mau denyut nadi dan aliran darahmu berhenti tiba-tiba karena kesalahanmu? Aku tahu kau tidak akan menerima itu. Karena itu, kau harus mendengarku. Melakukan semua yang kuminta darimu.

Malang, 2 Juni 2011

No comments:

Post a Comment