1. Pengertian
Seperti halnya adiksi terhadap zat, adiksi internet dapat diartikan sebagai pemakaian internet secara terus-menerus hingga dapat mengganggu kehidupan sehari-hari penderitanya.
2. Kriteria-Kriteria Internet Addiction
Kriteria untuk mengetahui seseorang telah mengalami adiksi terhadap internet diadaptasi dari kriteria-kriteria ketergantungan zat seperti disebutkan di dalam DSM-IV, yaitu :
a. Toleransi, yang ditunjukkan dalam perilaku sebagai berikut :
• Kebutuhan meningkatkan waktu penggunaan internet untuk mendapatkan kepuasan dan mengurangi efek keinginan terus-menerus memakai internet
• Secara nyata mengurangi efek keinginan tersebut dengan melanjutkan pemakaian internet dengan waktu yang sama terus menerus
b. Withdrawal, yang termanifestasikan ke dalam salah satu ciri-ciri berikut :
• Kesulitan untuk menghentikan atau mengurangi pemakaian internet, agitasi psikomotor, kecemasan, secara obsesif memikirkan tentang apa yang sedang terjadi di internet, fantasi atau mimpi tentang internet, sengaja atau tidak sengaja menggerakkan jari-jari seperti gerakan sedang mengetik dengan komputer.
• Pemakaian internet atau layanan online yang mirip untuk melepaskan diri atau menghindarkan diri dari simptom-simptom withdrawal.
c. Sering menghabiskan waktu mengakses internet lebih lama dari yang direncanakan (kehilangan orientasi waktu).
d. Gagal mewujudkan keinginan untuk mengurangi atau mengontrol pemakaian internet.
e. Menghabiskan banyak waktu dengan kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan internet (misalnya membeli buku-buku tentang internet, mencoba-coba browser WWW baru, dan mengatur material-material hasil dari download).
f. Terganggunya kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan keluarga, lingkungan, pekerjaan akibat pemakaian internet.
g. Tetap menggunakan internet secara berlebihan meskipun sudah memiliki pengetahuan mengenai dampak-dampak negatif dari pemakaian internet secara berlebihan.
Zsolt Demetrovics, et. al. (2008) mengembangkan kuisioner mengenai internet addiction yang disebut PIUQ (Problematic Internet Use Questionnaire). Faktor-faktor internet dalam kuisioner tersebut terbagi menjadi tiga kelompok utama, yaitu:
a. Keterikatan mental dengan internet
Yang termasuk dalam kategori ini antara lain melamun, sering berfantasi tentang internet, menunggu kesempatan untuk ber-online lagi, di sisi lain, kecemasan, kekhawatiran, dan depresi karena kurangnya pemakaian internet.
b. Pengabaian aktivitas sehari-hari dan kebutuhan-kebutuhan dasar
Faktor ini adalah mengenai berkurangnya tingkat kepentingan urusan rumah tangga, pekerjaan, belajar, makan, hubungan sesama, dan aktivitas-aktivitas lain serta pengabaian aktivitas-aktivitas tersebut akibat peningkatan frekuensi pemakaian internet.
c. Kesulitan dalam mengontrol pemakaian internet
Yang termasuk dalam kategori ini adalah pemakaian internet yang lebih sering dan lebih lama dari yang sebelumnya direncanakan, disamping ketidakmampuan untuk mengurangi jumlah pemakaian internet.
3. Jenis-Jenis Internet addiction
Berikut ini adalah sub-sub tipe dari internet addiction menurut Kimberly S. Young, et. al. (2006):
a. Cybersexual Addiction,
Termasuk ke dalam cybersexual addiction antara lain adalah individu yang secara kompulsif mengunjungi website-website khusus orang dewasa, melihat hal-hal yang berkaitan dengan seksualitas yang tersaji secara eksplisit, dan terlibat dalam pengunduhan dan distribusi gambar-gambar dan file-file khusus orang dewasa.
b. Cyber-Relationship Addiction
Cyber-relationship addiction mengacu pada individu yang senang mencari teman atau relasi secara online. Individu tersebut menjadi kecanduan untuk ikut dalam layanan chat room dan seringkali menjadi terlalu-terlibat dalam hubungan pertemanan online atau terikat dalam perselingkuhan virtual.
c. Net compulsions
Yang termasuk dalam sub tipe net compulsions misalnya perjudian online, belanja online, dan perdagangan online.
d. Information Overload
Information overload mengacu pada web surfing yang bersifat kompulsif.
e. Computer Addiction
Salah satu bentuk dari computer addiction adalah bermain game komputer yang bersifat obsesif.
Sumber:
Demetrovic, Zsolt, et.al. 2008. The Three-factor Model On Internet Addiction: The Development of the Problematic Internet Use Questionnaire.
Young, Kimberly S. 2006. Cyber Disorder: The Mental Health Concern for the New Millennium.
Monday, June 27, 2011
Klasifikasi Kejahatan
Klasifikasi Kejahatan
A. Jenis-Jenis Delik (Kejahatan)
a. Delik formal , adalah kejahatan itu selesai kalau perbuatan sebagai mana di rurmuskan dalam peraturan pidana itu telah dilakukan
Delik materil, yang dilarang oleh UU ialah akibatnya
b. Delicta comissionis, pelanggaran terhadap larangan yang diadakan oleh UU
Delicta ommissionis, pelanggaran terhadap keharusan yang diadakan oleh UU
c. Delik yang dilakukan dengan sengaja (dolus)
Delik yang dilakukan dengan kelalaian (culpa)
d. Kejahatan yang berdiri sendiri
Kejahatan yang dijalankan terus
e. Kejahatan sederhana
Kejahatan tersusun
f. Kejahatan yang berjalan habis (kejahatan selesai pada suatu saat)
Kejahatan yang terus
g. Delik pengaduan
Delik commune (tidak membutuhkan pengaduan)
h. Delik politik (kejahatan yang ditujukan pada keamanan negara atau kepala negara langsung atau tidak langsung)
Delik umum (commune delict), adalah kejahatan yang dilakukan setiap orang
Delik Khusus (kejahatan yang hanya dapat dilakukan oleh orang tertentu.
B. Kejahatan menurut Kitab Undang-undang Hukum Pidana untuk di Indonesia :
1. Kejahatan melanggar keamanan negara antara lain: menghilangkan nyawa pimpinan negara, usaha meruntuhkan pemerintahan, memberikan rahasia-rahasia negara kepada agen asing, dan lain-lain (KUHP 104-129).
2. Kejahatan melanggar martabat raja dan martabat gubernur jenderal antara lain: penghilangan nyawa atau memerdekakan penjahat tersebut diatas dan penghinaan secara sengaja, dan lain-lain (KUHP 130-139).
3. Kejahatan melawan negara yang bersahabat dan melanggar kepala dan wakil negara yang bersahabat dan lain-lain (KUHP 139-145).
4. Kejahatan tentang melakukan kewajiban kenegaraan dan hak kenegaraan antara lain berupa: dengan ancaman dan kekerasan menceraiberaikan persidangan Dewan Permusyawaratan Rakyat, mengacau, damn merintangi pelaksanaan pemilihan umum dan lain-lain (KUHP 146-153).
5. Kejahatan melanggar ketertiban umum, antara lain secara terbuka dan dimuka umum menghasut serta menyatakan rasa permusuhan, kebencian, dan hinaan kepada pemerintahan, dengan kekerasan dan mengancam dan berusaha merobohkan serta melanggar pemerintahan yang sah, tidak melakukan tugas kewajiban jabatannya, menjadi anggota organisasi terlarang menurut hukum, melakukan keonaran, huru-hara dan mengganggu ketertiban umum, dan lain-lain (KUHP 153-181).
6. Kejahatan perang tanding (KUHP 182-186).
7. Kejahatan yang membahayakan keamanan umum dan barang antara lain: Mengakib atkan kebakaran, peletusan dan pembanjiran, merusak bangunan-bangunan listrik untuk umum, mendatangkan bahaya maut kepada orang, merusak bangunan dan jalan-jalan umum, dengan sengaja mendatangkan bahaya bagi lalu lintas umum dan pelayaran, meracuni sumber dan mata air minum untuk keperluan umum, dan lain-lain(KUHP 187-206).
8. Kejahatan melanggar kekuasaan umum, antara lain: dengan kekerasan melawan pegawai negeri yang sedang bertugas, mengambil barang sitaan, merusak dan membuka surat, mengajukan desersi, menghasut mengadakan pemberontakan serta huru-hara, dan lain- lain (KUHP 207-241).
9. Kejahatan sumpah palsu dan keterangan palsu (KUHPO 242 dan 243).
10. Kejahatan pemalsuan mata uang dan uang kertas negeri serta uang kertas bank (KUHP 244-252).
11. Kejahatan pemalsuan materai dan cap (KUHP 253-262).
12. Kejahatan pemalsuan dalam surat (KUHP 263-276).
13. Kejahatan melanggar duduk - perdata (KUHP 277-280).
14. Kejahatan melanggar kesusilaan (KUHP 281-303).
15. Kejahatan meninggalkan orang yang perlu ditolong (KUHP 304-309).
16. Kejahatan penghinaan (KUHP 310-321).
17. Kejahatan membuka rahasia (KUHP 322-323).
18. Kejahatan melanggar kemerdekaan orang (KUHP 324-337).
19. Kejahatan terhadap nyawa orang (KUHP 338-350).
20. Kejahatan penganiayaan (KUHP 351-358 ).
21. Kejahatan menyebabkan matinya atau lukanya orang karena kesalahan (perbuatan dengan tidak sengaja), (KUHP 362-367).
22. Kejahatan pencurian (KUHP 362-367).
23. Kejahatan pemerasan dan pengancaman (KUHP 368-371).
24. Kejahatan penggelapan (KUHP 372-377).
25. Kejahatan penipuan (KUHP 378-395).
26. Kejahatan merugikan orang yang berpiutang atau yang berhak (KUHP 396-405).
27. Kejahatan penghancuran atau perusakan barang (KUHP406-412).
28. Kejahatan-kejahatan bagi pegawai negeri, antara lain memalsukan, menggelapkan uang dan barang berharga, menghancurkan dan merusak arsip-arsip negara dan lain-lain (KUHP 413-437).
29. Kejahatan pelayaran (KUHP 438-479).
30. Kejahatan pemudahan, antara lain menadahkan barang-barang curian, menerbitkan serta mengedarkan tulisan-tulisan yang melanggar hukum (KUHP 480-485).
C. Menurut cara kejahatan dilakukan, bisa dikelompokkan dalam:
1. Menggunakan alat-alat bantu: senjata, senapan, bahan-bahan kimia dan racun, instrument kedokteran, alat pemukul, alat jerat, dan lain-lain.
2. Tanpa menggunakan alat bantu, hanya dengan kekuatan fisik belaka, bujuk rayu dan tipu-daya.
3. Residivis, yaitu penjahat-penjahat yang berulang-ulang keluar masuk penjara. Selalu mengulangi perbuatan jahat, baik yang serupa ataupun yang berbeda bentuk kejahatannya.
4. Penjahat-penjahat berdarah dingin yang melakukan tindak durjana dengan pertimbangan-pertimbangan dan persiapan yang matang.
5. Penjahat kesempatan atau situasional, yang melakukan kejahatan dengan menggunakan kesempatan-kesempatan kebetulan.
6. Penjahat karena dorongan-dorongan impuls-impuls yang timbul seketika. Misalnya berupa “perbuatan kortsluiting” yang lepas dari pertimbangan akal dan lolos dari tapisan hati nurani.
7. Penjahat kebetulan, misalnya karena lupa diri, tidak sengaja, lalai, ceroboh, acuh-tak acuh, sembrono, dan lain-lain.
A. Jenis-Jenis Delik (Kejahatan)
a. Delik formal , adalah kejahatan itu selesai kalau perbuatan sebagai mana di rurmuskan dalam peraturan pidana itu telah dilakukan
Delik materil, yang dilarang oleh UU ialah akibatnya
b. Delicta comissionis, pelanggaran terhadap larangan yang diadakan oleh UU
Delicta ommissionis, pelanggaran terhadap keharusan yang diadakan oleh UU
c. Delik yang dilakukan dengan sengaja (dolus)
Delik yang dilakukan dengan kelalaian (culpa)
d. Kejahatan yang berdiri sendiri
Kejahatan yang dijalankan terus
e. Kejahatan sederhana
Kejahatan tersusun
f. Kejahatan yang berjalan habis (kejahatan selesai pada suatu saat)
Kejahatan yang terus
g. Delik pengaduan
Delik commune (tidak membutuhkan pengaduan)
h. Delik politik (kejahatan yang ditujukan pada keamanan negara atau kepala negara langsung atau tidak langsung)
Delik umum (commune delict), adalah kejahatan yang dilakukan setiap orang
Delik Khusus (kejahatan yang hanya dapat dilakukan oleh orang tertentu.
B. Kejahatan menurut Kitab Undang-undang Hukum Pidana untuk di Indonesia :
1. Kejahatan melanggar keamanan negara antara lain: menghilangkan nyawa pimpinan negara, usaha meruntuhkan pemerintahan, memberikan rahasia-rahasia negara kepada agen asing, dan lain-lain (KUHP 104-129).
2. Kejahatan melanggar martabat raja dan martabat gubernur jenderal antara lain: penghilangan nyawa atau memerdekakan penjahat tersebut diatas dan penghinaan secara sengaja, dan lain-lain (KUHP 130-139).
3. Kejahatan melawan negara yang bersahabat dan melanggar kepala dan wakil negara yang bersahabat dan lain-lain (KUHP 139-145).
4. Kejahatan tentang melakukan kewajiban kenegaraan dan hak kenegaraan antara lain berupa: dengan ancaman dan kekerasan menceraiberaikan persidangan Dewan Permusyawaratan Rakyat, mengacau, damn merintangi pelaksanaan pemilihan umum dan lain-lain (KUHP 146-153).
5. Kejahatan melanggar ketertiban umum, antara lain secara terbuka dan dimuka umum menghasut serta menyatakan rasa permusuhan, kebencian, dan hinaan kepada pemerintahan, dengan kekerasan dan mengancam dan berusaha merobohkan serta melanggar pemerintahan yang sah, tidak melakukan tugas kewajiban jabatannya, menjadi anggota organisasi terlarang menurut hukum, melakukan keonaran, huru-hara dan mengganggu ketertiban umum, dan lain-lain (KUHP 153-181).
6. Kejahatan perang tanding (KUHP 182-186).
7. Kejahatan yang membahayakan keamanan umum dan barang antara lain: Mengakib atkan kebakaran, peletusan dan pembanjiran, merusak bangunan-bangunan listrik untuk umum, mendatangkan bahaya maut kepada orang, merusak bangunan dan jalan-jalan umum, dengan sengaja mendatangkan bahaya bagi lalu lintas umum dan pelayaran, meracuni sumber dan mata air minum untuk keperluan umum, dan lain-lain(KUHP 187-206).
8. Kejahatan melanggar kekuasaan umum, antara lain: dengan kekerasan melawan pegawai negeri yang sedang bertugas, mengambil barang sitaan, merusak dan membuka surat, mengajukan desersi, menghasut mengadakan pemberontakan serta huru-hara, dan lain- lain (KUHP 207-241).
9. Kejahatan sumpah palsu dan keterangan palsu (KUHPO 242 dan 243).
10. Kejahatan pemalsuan mata uang dan uang kertas negeri serta uang kertas bank (KUHP 244-252).
11. Kejahatan pemalsuan materai dan cap (KUHP 253-262).
12. Kejahatan pemalsuan dalam surat (KUHP 263-276).
13. Kejahatan melanggar duduk - perdata (KUHP 277-280).
14. Kejahatan melanggar kesusilaan (KUHP 281-303).
15. Kejahatan meninggalkan orang yang perlu ditolong (KUHP 304-309).
16. Kejahatan penghinaan (KUHP 310-321).
17. Kejahatan membuka rahasia (KUHP 322-323).
18. Kejahatan melanggar kemerdekaan orang (KUHP 324-337).
19. Kejahatan terhadap nyawa orang (KUHP 338-350).
20. Kejahatan penganiayaan (KUHP 351-358 ).
21. Kejahatan menyebabkan matinya atau lukanya orang karena kesalahan (perbuatan dengan tidak sengaja), (KUHP 362-367).
22. Kejahatan pencurian (KUHP 362-367).
23. Kejahatan pemerasan dan pengancaman (KUHP 368-371).
24. Kejahatan penggelapan (KUHP 372-377).
25. Kejahatan penipuan (KUHP 378-395).
26. Kejahatan merugikan orang yang berpiutang atau yang berhak (KUHP 396-405).
27. Kejahatan penghancuran atau perusakan barang (KUHP406-412).
28. Kejahatan-kejahatan bagi pegawai negeri, antara lain memalsukan, menggelapkan uang dan barang berharga, menghancurkan dan merusak arsip-arsip negara dan lain-lain (KUHP 413-437).
29. Kejahatan pelayaran (KUHP 438-479).
30. Kejahatan pemudahan, antara lain menadahkan barang-barang curian, menerbitkan serta mengedarkan tulisan-tulisan yang melanggar hukum (KUHP 480-485).
C. Menurut cara kejahatan dilakukan, bisa dikelompokkan dalam:
1. Menggunakan alat-alat bantu: senjata, senapan, bahan-bahan kimia dan racun, instrument kedokteran, alat pemukul, alat jerat, dan lain-lain.
2. Tanpa menggunakan alat bantu, hanya dengan kekuatan fisik belaka, bujuk rayu dan tipu-daya.
3. Residivis, yaitu penjahat-penjahat yang berulang-ulang keluar masuk penjara. Selalu mengulangi perbuatan jahat, baik yang serupa ataupun yang berbeda bentuk kejahatannya.
4. Penjahat-penjahat berdarah dingin yang melakukan tindak durjana dengan pertimbangan-pertimbangan dan persiapan yang matang.
5. Penjahat kesempatan atau situasional, yang melakukan kejahatan dengan menggunakan kesempatan-kesempatan kebetulan.
6. Penjahat karena dorongan-dorongan impuls-impuls yang timbul seketika. Misalnya berupa “perbuatan kortsluiting” yang lepas dari pertimbangan akal dan lolos dari tapisan hati nurani.
7. Penjahat kebetulan, misalnya karena lupa diri, tidak sengaja, lalai, ceroboh, acuh-tak acuh, sembrono, dan lain-lain.
Sunday, June 26, 2011
Pengembangan dan Evaluasi Kerja
A. PENGEMBANGAN
1. Definsi Pengembangan
Ada berbagai macam perumusan yang dikemukakan oleh beberapa ahli tentang definisi dari pengembangan. Pengembangan organisasi merupakan program yang berusaha meningkatkan efektifitas keorganisasian dengan mengintergrasikan keinginan individu akan pertumbuhan dan perkembangan dengan tujuan keorganisasian atau perusahaan. Secara khusus proses ini merupakan usaha mengadakan perubahan secara berencana yang meliputi suatu sistem total sepanjang periode tertentu, dan usaha mengadakan perubahan itu berkaitan dengan misi organisasi atau perusahaan (Wursanto,2005:319). Sedangkan Sutarto memberikan kesimpulan bahwa pengembangan organisasi adalah rangkaian kegiatan penataan dan penyempurnaan yang dilakukan secara berencana dan terus-menerus guna memecahkn masalah-masalah yang timbul sebagai akibat daro adanya perubahan sehingga organisasi dapat mengatasi serta menyesuaikan diri dengan perubahan dengan menerapkan ilmu perilaku yang dilakukan oleh pejabat dalam organisasi/ perusahaan itu sendiri atau dengan bantuan dari luar organisasi.
Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan, pengembangan merupakan usaha yang dilakukan secara terus-menerus meliputi keseluruhan perusahaan demi meningkatkan efektifitas dan kesehatan sebuah organisasi atu perusahan dengan menetapkan asas-asas dan praktek yang dikenal dalam kegiatan organisasi.
Pengembangan adalah upaya meningkatkan keterampilan dan pengetahuan karyawan lama dan baru yang dibutuhkan untuk melakukan suatu pekerjaan baik untuk saat ini atau untuk masa mendatang. Pengembangan (development) mewakili usaha-usaha meningkatkan kemampuan para karyawan untuk menangani beraneka tugas dan untuk meningkatkan kapabilitas di luar kapabilitas yang dibutuhkan oleh pekerjaan saat ini (Mathis & Jackson, 2006: 350). Para karyawan dan menejer yang memiliki pengalaman dan kemampuan yang sesuai dapat meningkatkan daya saing organisasional dan kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan yang berubah.
Pengembangan karyawan lebih berorientasi kepada masa depan dan lebih peduli terhadap pendidikan, yaitu terhadap peningkatan kemampuan seseorang untuk memahami dan menginterpretasi pengetahuan bukan mengajarkan keterampilan teknis.
2. Berbagai Macam Jenis Pengembangan
Pada makalah ini akan dijelaskan terlebih dahulu tentang berbagai macam pengembangan, pengembangan disini berbeda dengan pelatihan. Perbedaan akan tampak pada pembahasan selanjutnya. Jenis-jenis pengembangan yang dapat dilakukan ada beberapa yaitu yang pertama pengembangan organisasi, pengembangan sumber daya manusia (SDM), pengembangan manajemen. Pengembangan ini, satu dengan yang lain saling mendukung dan meinginkan keefisienan dan keefektifan perusahaan atau organisasi.
3. Tujuan dan Fungsi pengembangan SDM
Ada dua tujuan utama program pengembangan karyawan, pertama pengembangan ini dilakukan untuk menutup “gap” anatara kecakapan atau kemampuan karyawan dengan permintaan jabatan. Kedua, program-program tersebut diharapkan dapat meningkatkan efisiensi dan efektifitas kerja karyawan dalam mencapai sasaran-sasaran kerja yang telah ditetapkan. Selain itu pengembangan ini akan membantu menghindarkan diri dari keusangan dan melaksanakan pekerjaan dengan lebih baik.
Pertama dikemukakan oleh Admosudirjo, pengembangan organisasi atau organisasi development mempunyai dua fungsi, yaitu fungsi administrator dan fungsi spesialis. Fungsi administrator adalah merupakan fungsi dan kewajiban daripada untuk selalu mengembangkan dan menyesuaikan perusahaan kepada perkembangan tugas pokok, kepada perkembangan keadaan lingkungan , kepada kemajuan teknologi yang dipegunakan, kepada kemajuan personil serta produktivitas.
4. Perbedaan antara Pengembangan dengan Pelatihan
Pelatihan lebih berorientasi pada pekerjaan saat ini, fokusnya kepada pekerjaan seseorang saat ini ditujukan untuk meningkatkan keterampilan-ketrampilan tertentu dan kemampuan untuk dapat melaksanakan pekerjaannya dengan segera mungkin. Pengembangan berfokus pada aspek-aspek kinerja yang kurang nyata, seperti sikap dan nilai. Sebuah sistem pengalaman pengembangan yang terencana untuk semua karyawan, tidak hanya pada manajer, dapat membantu memperluas keseluruhan tingkat kapabilitas dalam sebuah perusahaan ataupun organisasi. Pengembangan memiliki ruang lingkup yang lebih luas dalam upaya dalam upaya untuk memperbaiki dan meningkatkan pengetahuan, kemampuan, sikap, dan sikap dan sifat-sifat kepribadian.
5. Proses Pengembangan SDM
Menurut ( Mathis & Jackson, 2006: 352-365), pengembangan dimulai dari rencana-rencana SDM organisasi karena rencana ini menganalis, meramalkan, dan menyebutkan kebutuhan organisasional untuk sumber daya manusia pada saat ini dan masa yang akan datang. Perencanaan SDM yang juga membantu menyebutkan kapabilitas yang dibutuhkan oleh organisasi tersebut di masa yang akan datang dan pengembangan yang dibutuhkan agar orang-orang dapat tersedia untuk memenuhi kebutuhan tersebut.
a. Merumuskan Rencana SDM
Banyak organisasi lebih memilih “membeli” daripada “membuat” karyawan memilki kapabilitas-kapabilitas sumber daya manusia. Tapi kenyataannya, “membuat” atau mengembangkan karyawan lebih dapat memberikan kontribusi pada strategi keunggulan kompetisi yang terus-menerus melalui sumber daya manusia.
b. Menyebutkan Kapabilitas-kapalitas yang Penting
Beberapa kapablitas menejemen yang penting dan umum adalah orientasi tindakan, pembuatan keputusan yang berkualitas, nilai etika, dan keterampilan teknis. Selain itu, ada beberapa kemampuan nonteknis yang harus dikembangkan untuk keahlian teknologi yang memiliki tuntutan tinggi, yaitu kemampuan untuk bekerja di bawah tekanan, bekerja sendiri, menyelesaikan masalah-masalah dengan cepat, dan menggunaka pengetahuan masa lalu dalam situasi baru.
c. Menjalankan Rencana Suksesi
Perencanaan pergantian kepemimpinan atau suksesi (succession planning) adalah proses pen gidentifikasian rencana jangka panjang untuk penggantian karyawan-karyawan kunci sesuai urutan. Kebutuhan untuk mengganti karyawan kunci berasal dari promosi, pemindahan, pension, kematian, cacat jasmani, pengunduran diri, atau alasan-alasan lain.
d. Menilai Kebutuhan Pengembangan
Baik perusahaan maupun individu dapat menganalisis apa yang dibutuhkan oleh seorang lewat pengembangan untuk menyebutan kelebihan dan kekurangan. Metode-metode yang digunakan antara lain penggunaan pusat-pusat penilaian (assessment centers), pengujian psikologis, dan penilaian kinerja.
e. Melaksanakan Rencana Pengembangan
Bila kebutuhan pengembangan fisik telah dianalisi , tentunya rencana pengembangan dapat dilaksanakan baik secara organisasional maupun individual. Pengembangan dilaksanakan pada kapabilitas-kapabilitas apa saja yang dianggap penting untuk dikembangkan berdasarkan analisis yang telah dilakukan sebelumnya.
f. Menentukan Pendekatan-pendekatan Pengembangan
Pendekatan pengembangan dikategorikan menjadi dua bagian, yaitu (1) pengerabangan pada pekerjaan (job side), antara lain: pelatihan (coaching); tugas/pertemuan komite, rotasi pekerjaan (job rotation), posisi “asisten”, pengembangan secara on line, pusat-pusat universitas korporasi, pusat pengembangan karier, dan organisasi pembenlajaran, serta( 2) pengembangan di luar pekerjaan (off –site) anatara lain: kursus dan perkuliahan, peatihan hubungan manusia, simulasi (permaianan bisnis), serta cuti panjang (sabbatical leave)
g. Mengevaluasi Keberhasilan Pengembangan
Keberhasilan proses pengembangan harus dievaluasi. Bila perlu dapat dilakukan perubahan sesuai kebutuhan SDM berikutnya, dimulai dari tahap pertama kembali.
• Diagnosis sebelum melakukan pengembangan
Sebelum melakukan pengembangan maka harus mengetahui secara jelas apa yang harus dikembangkan dalam diri maupun organisasi harus mengetahui kebutuhan agar mencapai efektifitas dan efisien kerja. Dalam pengembangan ada beberapa dignostik yang bisa digunakan. Namun biasanya hanya satu macam intervensi saja yang berasal dari metode diagnostik yang tersedia. Maka yang paling baik adalah metode diagnostik yang tersedia, maka yang paling baik adalah menangani diagnostik terlebij dahulu sebagai kategori kegiatan umm yang relevan untuk semua usaha pengembangan, kemudian melanjutkannya dengan mempertimbangkan intervensi secara lebih khusus. Proses pengidentifikasian kriteria yang dapat membantu dalam memilih metode diagnostik yang paling sesuai dengan kebutuhan.
Ada 3 teknik dalam pengumpulan data dalam proses pengidentifikasian masalah yang akan di atasi dengan melakukan pengembangan, yaitu:
1. Teknik dengan daftar pertanyaan survai
Lata atau teknik ini adalah yang paling banyak digunakan. Daftar pertanyaan dipergunakan secara universal karena banyak tujuan, sehingga kegunaannya, biayanya, dan manfaatnya dikenal oleh pengembangnya. Daftar pertanyaan pada umumnya merupakan cara tidak langsung untuk mengumpulkan jenis informasi tertentu dan yang paling sering diselesaikan dengan secara anonim yang memiliki keuntungan adalah terlindungnya identitas dari responden sehingga mampu memancing perasaan dan pendapat kuat yang tidak akan ditanyakan secara terbuka.
2. Teknik wawancara
Wawancara adalah cara langsung pengumpulan informasi melalui percakapan anatara seorang pewancara adan satu responden atau lebih responden dengan maksud tertentu.jika ada lebih dari satu responden itu dapat dikatakan sebagai wawancara kelompok. Sifat langsung teknik wawancara merupakan modalnya yang terkuat sekaligus kekurangan yang terbesar. Kesegaran interaksi bersemuka memungkinkan dengan diselidikinya hal-hal yang menarik perhatian secara mendalam dan dalam hubungan pembicaraan. Ini meningkatkan kecermatan diagnostik dan menjamin dapat dirasakannya perasaan dan sikap sesungguhnya dari para anggota. Keterbatasan utama wawancara bersemuka ialah kemustahilan memberikan jawaban anonim.
3. Teknik pengamatan langsung
Teknik ini meliputi teknik-teknik diagnostik yang mengumpulkan data mengenai organisasi dengan melihatnya secara langsung.
6. Metode Pengembangan
Dalam kegiatan pengembangan organisasi terdapat berbagai macam metode pada dasarnya dapat dikelompokkan dalam dua macam, yaitu: metode pengembangan perilaku dan meteode pengembangan keterampilan dan sikap
1. Metode Pengembangan Perilaku
Metode yang berusaha menyelidiki secara mendalam tentang proses perilaku kolompok dan individu. Menggunakan berbagai cara antara lain, jaringan menegerial, latihan kepekaan, pembentukan team, dan umpan balik survey
2. Metode Pengembangan Keterampilan
Metode ini berusaha mengembangkan keterampilan SDM yang berbeda dalam sebuah perusahaan atau organisasi. Keterampilan yang akan dikembangkan sesuai dengan kebutuhan dalam organisasi tersebut agar kinerja dapat berjalan lancar dan efektif.
B. EVALUASI KERJA
1. Pengertian
Penilaian kinerja (performance appraisal) adalah proses mengevaluasi seberapa baik karyawan melakaukan pekerjaan mereka jika dibandingkan dengan seperangkat standar, dan kemudian mengkomunikasikan informasi tersebut kepada karyawan (Mathis, 2006: 382). Sedangkan Jewell & Siegall mengajukan pengertian penilaian unjuk kerja sebagai proses yang dipergunakan oleh sebuah organisasi untuk menilai sejauh mana anggotanya telah melakukan pekerjaannya dengan memuaskan (1998: 209).
Penilaian kinerja juga disebut pemeringkatan karyawan, evaluasi karyawan, tujuan kinerja, evaluasi kinerja, dan penilaian hasil. Apabila penilaian prestasi kerja tersebut dilaksanakan dengan baik, maka akan dapat membantu meningkatkan motivasi kerja dan sekaligus juga meningkatkan loyalitas organisasi organisasional dari para karyawan.
2. Fungsi Penilaian Kinerja
Penilaian unjuk kerja merupakan sebuah sistem pengendali dengan aspek baik ”umpan balik (feedback)” maupun ”umpan maju (feedforward)” (Jewell & Siegall, 1998: 209).
• Sebagai mekanisme umpan balik (feedback)
Penilaian unjuk kerja memberikan umpan balik yang penting kepada karyawan secara priibadi dalam hal bagaimana unjuk kerjanya dipandang. Proses ini juga memberikan umpan balik yang penting kepada mereka yang bertugas dalam penerimaan karyawan, pemeriksaan, pemilihan, dan pelatihan karyawan perusahaan saat itu. Misalnya, pola hasil penilaian yang buruk di antara karyawan yang baru menunjukkan bahwa proses yang dipergunakan untuk menerima karyawan tersebut perlu ditinjau kembali.
• Sebagai mekanisme umpan maju (feedforward)
Penilaian unjuk kerja memberikan informasi untuk membuat keputusan administratif mengenai pemberian penghargaan kepada karyawan organisasi tersebut. Selain fungsi tersebut, penilaian unjuk kerja merupakan sumber informasi yang penting untuk kebutuhan dan kesempatan pengembangan karyawan pribadi. Dengan bekerjasama, para karyawan, supervisor dan manajer dapat menggunakan informasi ini untuk menilai kekuatan dan kelemahan mereka dan untuk membuat rencana guna mencapai unjuk kerja yang lebih baik dan tujuan serta kesempatan karir di masa depan.
3. Kriteria penilaian kinerja
Pada dasarnya terdapat tiga pilihan mengenai apa yang harus dinilai dalam penilaian unjuk kerja (Jewell & Siegall, 1998: 212) yaitu :
• Penilaian tehadap karakteristik atau sifat pribadi
Pendekatan sifat pribadi untuk penilaian unjuk kerja ini secara tradisional memusatkan perhatian pada loyalitas, kepandaian, dan perangai orang tersebut. Pendekatan sifat pribadi terhadap penilaian unjuk kerja sangat tergantung dari persepsi penilai terhadap sifat tersebut, dan persepsi itu sendiri dipengaruhi oleh pendapat, pengalaman dan bias pribadi penilai. Oleh sebab itu, alat ukur pendekatan sifat pribadi mempunyai keandalan yang rendah dan jarang sekali dipergunakan.
• Penilaian unjuk kerja berdasarkan hasil yang dicapai
Pendekatan ini menilai unjuk kerja berdasarkan hasil yang diperoleh dari pekerjaan yang dilakukan. Meskipun pengukuran unjuk kerja berdasarkan hasil yang dicapai kelihatannya merupakan penyelesaian yang baik, tetapi hanya sedikit saja jenis pekerjaan yang cocok diukur dengan cara pendekatan ini. Pertama, pengukuran tersebut tergantung pada catatan yang tepat, dan catatan mungkin saja tidak tepat dan tidak lengkap (atau bahkan tidak ada sama sekali). Kedua, hasil yang dicapai suatu organisasi jarang sekali tergantung dari hasil pekerjaan pribadi.
• Penilaian berdasarkan perilaku
Pendekatan ini menilai unjuk kerja berdasarkan perillaku-perilaku tertentu yang mendukung keberhasilan kerja. Selain kualitas dan kuantitas sebagai kriteria utama, termasuk di sini pelaksanaan tugas-tugas dalam waktu yang ditentukan, kemampuan perencanaan ke depan, pemeriksaan sendiri pekerjaan yang dilakukannya, dan kerjasama dengan rekan kerja.
4. Pihak Penilai Kinerja
Menurut Robbins (2002: 261) terdapat beberapa alternatif mengenai siapa yang harus menilai kinerja seorang karyawan, yaitu :
a. Atasan Langsung
Sembilan puluh lima persen dari keseluruhan evaluasi kinerja pada tingkat yang lebih rendah dan menengah dalam suatu organisasi dilaksanakan oleh atasan langsung para pekerja.
b. Rekan kerja
Evaluasi dari rekan kerja (peers) adalah salah satu cara yang dapat dijadikan sebagai sumber data penilaian yang paling dapat dipercaya. Pertama, evaluasi dari rekan kerja sangat erat hubungannya dengan kegiatan. Interaksi sehari-hari memberi mereka sebuah sudut pandang pemahaman yang menyeluruh terhadap kinerja pekerjaan seorang pekerja. Kedua, evaluasi dari rekan kerja, sebagai penghitung hasil, akan menghasilkan beberapa penilaian yang mandiri, sedangkan seorang pimpinan hanya dapat menghasilkan penilaian dalam bentuk evaluasi tunggal. Namun pada sisi lain evaluasi dari rekan kerja dapat dirusak oleh ketidakinginan rekan kerja untuk saling melakukan evaluasi dan oleh bias persahabatan maupun perselisihan.
c. Pengevaluasian Diri Sendiri
Karyawan yang mengevaluasi kinerjanya sendiri (self evaluation) konsisten dengan nilai-nilai seperti swakelola dan pemberdayaan. Evaluasi yang dilakukan sendiri memberikan nilai yang tinggi bagi pekerja; cara ini cenderung mengurangi sifat membela diri yang dilakukan karyawan pada saat proses penilaian; dan mereka membuat wahana yang baik untuk merangsang diskusi kinerja pekerjaan antara pekerja dengan atasan mereka. Namun cara ini dapat dihalangi oleh penilaian yang terlalu membumbung dan bias jasa diri.
d. Bawahan Langsung
Evaluasi yang dilakukan seorang bawahan langsung dapat memberikan informasi yang akurat dan rinci tentang perilaku seorang manajer karena si penilai secara khusus memiliki hubungan yang baik dengan manajer. Masalah yang muncul adalah kekhawatiran akan tindakan balasan dari pimpinan yang dinilai tidak baik waktu dievaluasi.
e. Pendekatan Menyeluruh: Evaluasi 360 Derajat
Cara ini memberikan umpan balik kinerja dari lingkaran penuh hubungan sehari-hari yang mungkin dilakukan oleh seorang pekerja, mulai dari hubungan dengan petugas ruangan surat, pelanggan, pimpinan, dan rekan kerja. Dengan mengandalkan umpan balik dari rekan kerja, pelanggan, dan bawahan diharapkan akan memberikan setiap orang lebih dari sekedar rasa berpartisipasi dalam proses penilaian, dan meraih hasil yang lebih tepat dalam menilai kinerja para pekerja.
5. Metode Penilaian Kinerja
Berikut adalah metode umum penilaian sebuah kinerja (Robbins, 2002 : 262) :
• Esai Tertulis
Metode paling mudah untuk menilai suatu kinerja adalah dengan menulis sebuah narasi yang menggambarkan kelebihan, kekurangan, prestasi masa lampau, potensi dan saran-saran mengenai seorang karyawan untuk perbaikan.
• Keadaan Kritis
Metode keadaan kritis (critical incidence) memfokuskan perhatian si penilai pada perilaku-perilaku yang merupakan kunci untuk membedakan sebuah pekerjaan efektif atau yang tidak efektif. Di sini yang menjadi kunci adalah perilaku yang sifatnya khusus, dan bukan sifat-sifat personal yang samar, melainkan yang disebutkan.
• Grafik Skala Penilaian
Di dalam metode ini, dicatat faktor-faktor kinerja, seperti kualitas dan kuantitas kerja, tingkat pengetahuan, kerjasama, loyalitas, kehadiran, kejujuran, dan inisiatif. Selanjutnya si penilai memeriksa daftar tersebut dan menilai setiap faktor sesuai dengan skala peningkatan.
• Skala Peningkatan Perilaku
Skala ini mengkombinasikan elemen penting dari metode keadaan kritis dengan metode pendekatan grafik skala penilaian: si penilai menilai para pekerja berdasarkan pada hal-hal dalam rangkaian kesatuan, tetapi poin-poinnya merupakan contoh perilaku aktual di dalam pekerjaan, bukan sekedar deskripsi atau ciri-ciri umum.
• Perbandingan Multipersonal
Metode perbandingan multipersonal mengevaluasi satu kinerja individu dengan membandingkannya dengan individu atau individu-individu lainnya. Tiga pembanding yang sangat populer adalah peringkat urutan kelompok, peringkat individu, dan perbandingan berpasangan.
Peringkat urutan kelompok menuntut si penilai untuk menempatkan pekerja ke dalam sebuah klasifikasi khusus. Pendekatan peringkat individu menggolongkan para pekerja mulai dari yang terbaik hingga yang terburuk. Pendekatan perbandingan berpasangan membandingkan setiap pekerja dengan masing-masing pekerja lainnya dan menilai pekerja mana yang lebih baik atau yang lebih buruk satu dengan yang lainnya.
6. Permasalahan Potensial
Meskipun suatu organisasi mungkin mencoba untuk membuat proses penilaian kinerja yang bebas dari unsur-unsur bias pribadi, prasangka, atau dari ketidakwajaran, permasalahan potensial dapat terbentuk dalam proses (Robbins, 2002 : 265). Evaluasi seorang karyawan akan mengalami penyimpangan, jika faktor-faktor berikut ini berlaku menyeluruh.
• Kriteria Tunggal
Di saat para pekerja dinilai dengan sebuah kriteria kerja tunggal, walaupun kinerja yang berhasil pada pekerjaan tersebut menuntut kinerja yang lebih baik berdasarkan beberapa kriteria, para pekerja hanya akan berkonsentrasi pada kriteria tunggal tersebut dan mengesampingkan faktor-faktor terkait lainnya.
• Kesalahan yang Ditolerir
Pada saat si penilai memiliki toleransi positif di dalam penilaiannya, kinerja seorang individu dinilai lebih, sehingga penilaian tersebut lebih tinggi dari yang seharusnya.
• Lingkaran Kesalahan
Lingkaran kesalahan (hallo error) adlah kecenderungan seorang penilai untuk sifat seseorang mempengaruhi penilaiannya terhadap sifat yang lain dari orang tersebut.
• Kesalahan yang Sama
Ketika si penilai menilai orang lain dengan mempertimbangkan pertimbangan khusus pada kualitas yang mereka rasa ada dalam diri mereka sendiri, mereka membuat kesalahan yang sama (similarity error).
• Perbedaan yang rendah
Orang-orang yang bekerja untuk seorang penilai yang memiliki perbedaan yang rendah cenderung dinilai lebih merata daripada keadaan mereka yang sebenarnya.
• Memperkuat informasi untuk menyesuaikan kriteria nonkinerja
Walaupun di dalam praktiknya jarang dianjurkan, kadang-kadang penilaian formal dilakukan setelah keputusan tentang kinerja perorangan telah dibuat. Hal ini memperlihatkan keputusan yang subjektif, namun formal, sering muncul sebelum adanya informasi yang objektif untuk mendukung keputusan yang telah dihimpun.
7. Memperbaiki Penilaian Kinerja
Langkah-langkah yang dapat diambil untuk memecahkan kebanyakan masalah yang telah diidentifikasi (Robbins, 2002 : 267)antara lain:
Penggunaan Kriteria Ganda
Karena kinerja yang berhasil pada kebanyakan pekerjaan memerlukan pelaksanaan sejumlah hal dengan baik, keseluruhan hal tersebut harus diidentifikasi dan dievaluasi. Aktivitas-aktivitas penting yang menunjukkan kinerja yang efektif atau tidak efektif adalah hal-hal yang harus dinilai.
Sifat Menghilangkan Penekanan
Banyak sifat yang dianggap berhubungan dengan kinerja yang baik, tetapi dalam kenyataannya sering tidak atau memiliki sedikit kaitan dengan kinerja.
Penekanan Perilaku
Apabila memungkinkan, lebih baik menggunakan ukuran yang didasarkan pada perilaku, karena pengukuran kita bisa menghindari permasalahan penggunaan pengganti yang tidak tepat untuk kinerja aktual, selain itu kita dapat meningkatkan kemungkinan yang dilihat sama oleh dua atau lebih penilai.
Mendokumentasikan Perilaku Kinerja di Dalam Catatan Harian
Dengan pencatatan buku harian yang berisikan keadaan-keadaan kritis khusus untuk tiap pekerja, penilai dapat terbantu dalam membuat keputusan agar lebih akurat.
Menggunakan Penilai Ganda
Seiring dengan bertambahnya jumlah penilai, kemungkinan mendapatkan informasi yang akurat juga meningkat.
Menilai Secara Selektif
Penilai harus melakukan evaluasi hanya pada area di mana mereka memiliki keahlian.
Melatih Penilai
Dengan melatih para penilai, kita dapat membuat mereka menjadi penilai yang lebih akurat.
Rujukan
1. As’ad, Moh. 2003. Psikologi Industri seri Ilmu Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: Liberty.
2. Griffin. Manajemen, Jilid 1 Edisi 7.
3. Handoko,T. Hani. 1987. Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia. Yogyakarta. BPFE.
4. Jewell, L.N. & Marc Siegall.1998. Psikologi Industri/Organisasi Modern, Edisi 2. Jakarta: Arcan.
5. Mathis, Robert L. & Jackson, John H. 2006. Human Resource Management. Jakarta. Salemba Empat.
6. Mc. Gill, 1986. Pedoman Pengembangan Organisasi.
7. Munandar, A.S. 2006. Psikologi Industri dan Organisasi. Jakarta: UI Press.
8. Panggabean, Mutiara S. 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia. Bogor: Ghalia Indonesia.
9. Robbins, Stephen P. 1999. Prinsip-Prinsip Perilaku Organisasi, Edisi Kelima. Jakarta: Erlangga.
10. Robbins, Stephen P. 2001. Perilaku Organisasi, Konsep, Kontroversi, Aplikasi Edisi 8 Jilid 2. Jakarta: Prenhallindo.
11. Sukamti, N.,MM Umi. 1989. Management Personalia/ Sumber Daya Manusia. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi.
12. Wursanto, Ig. 2002. Dasar-Dasar Ilmu Organisasi.
1. Definsi Pengembangan
Ada berbagai macam perumusan yang dikemukakan oleh beberapa ahli tentang definisi dari pengembangan. Pengembangan organisasi merupakan program yang berusaha meningkatkan efektifitas keorganisasian dengan mengintergrasikan keinginan individu akan pertumbuhan dan perkembangan dengan tujuan keorganisasian atau perusahaan. Secara khusus proses ini merupakan usaha mengadakan perubahan secara berencana yang meliputi suatu sistem total sepanjang periode tertentu, dan usaha mengadakan perubahan itu berkaitan dengan misi organisasi atau perusahaan (Wursanto,2005:319). Sedangkan Sutarto memberikan kesimpulan bahwa pengembangan organisasi adalah rangkaian kegiatan penataan dan penyempurnaan yang dilakukan secara berencana dan terus-menerus guna memecahkn masalah-masalah yang timbul sebagai akibat daro adanya perubahan sehingga organisasi dapat mengatasi serta menyesuaikan diri dengan perubahan dengan menerapkan ilmu perilaku yang dilakukan oleh pejabat dalam organisasi/ perusahaan itu sendiri atau dengan bantuan dari luar organisasi.
Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan, pengembangan merupakan usaha yang dilakukan secara terus-menerus meliputi keseluruhan perusahaan demi meningkatkan efektifitas dan kesehatan sebuah organisasi atu perusahan dengan menetapkan asas-asas dan praktek yang dikenal dalam kegiatan organisasi.
Pengembangan adalah upaya meningkatkan keterampilan dan pengetahuan karyawan lama dan baru yang dibutuhkan untuk melakukan suatu pekerjaan baik untuk saat ini atau untuk masa mendatang. Pengembangan (development) mewakili usaha-usaha meningkatkan kemampuan para karyawan untuk menangani beraneka tugas dan untuk meningkatkan kapabilitas di luar kapabilitas yang dibutuhkan oleh pekerjaan saat ini (Mathis & Jackson, 2006: 350). Para karyawan dan menejer yang memiliki pengalaman dan kemampuan yang sesuai dapat meningkatkan daya saing organisasional dan kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan yang berubah.
Pengembangan karyawan lebih berorientasi kepada masa depan dan lebih peduli terhadap pendidikan, yaitu terhadap peningkatan kemampuan seseorang untuk memahami dan menginterpretasi pengetahuan bukan mengajarkan keterampilan teknis.
2. Berbagai Macam Jenis Pengembangan
Pada makalah ini akan dijelaskan terlebih dahulu tentang berbagai macam pengembangan, pengembangan disini berbeda dengan pelatihan. Perbedaan akan tampak pada pembahasan selanjutnya. Jenis-jenis pengembangan yang dapat dilakukan ada beberapa yaitu yang pertama pengembangan organisasi, pengembangan sumber daya manusia (SDM), pengembangan manajemen. Pengembangan ini, satu dengan yang lain saling mendukung dan meinginkan keefisienan dan keefektifan perusahaan atau organisasi.
3. Tujuan dan Fungsi pengembangan SDM
Ada dua tujuan utama program pengembangan karyawan, pertama pengembangan ini dilakukan untuk menutup “gap” anatara kecakapan atau kemampuan karyawan dengan permintaan jabatan. Kedua, program-program tersebut diharapkan dapat meningkatkan efisiensi dan efektifitas kerja karyawan dalam mencapai sasaran-sasaran kerja yang telah ditetapkan. Selain itu pengembangan ini akan membantu menghindarkan diri dari keusangan dan melaksanakan pekerjaan dengan lebih baik.
Pertama dikemukakan oleh Admosudirjo, pengembangan organisasi atau organisasi development mempunyai dua fungsi, yaitu fungsi administrator dan fungsi spesialis. Fungsi administrator adalah merupakan fungsi dan kewajiban daripada untuk selalu mengembangkan dan menyesuaikan perusahaan kepada perkembangan tugas pokok, kepada perkembangan keadaan lingkungan , kepada kemajuan teknologi yang dipegunakan, kepada kemajuan personil serta produktivitas.
4. Perbedaan antara Pengembangan dengan Pelatihan
Pelatihan lebih berorientasi pada pekerjaan saat ini, fokusnya kepada pekerjaan seseorang saat ini ditujukan untuk meningkatkan keterampilan-ketrampilan tertentu dan kemampuan untuk dapat melaksanakan pekerjaannya dengan segera mungkin. Pengembangan berfokus pada aspek-aspek kinerja yang kurang nyata, seperti sikap dan nilai. Sebuah sistem pengalaman pengembangan yang terencana untuk semua karyawan, tidak hanya pada manajer, dapat membantu memperluas keseluruhan tingkat kapabilitas dalam sebuah perusahaan ataupun organisasi. Pengembangan memiliki ruang lingkup yang lebih luas dalam upaya dalam upaya untuk memperbaiki dan meningkatkan pengetahuan, kemampuan, sikap, dan sikap dan sifat-sifat kepribadian.
5. Proses Pengembangan SDM
Menurut ( Mathis & Jackson, 2006: 352-365), pengembangan dimulai dari rencana-rencana SDM organisasi karena rencana ini menganalis, meramalkan, dan menyebutkan kebutuhan organisasional untuk sumber daya manusia pada saat ini dan masa yang akan datang. Perencanaan SDM yang juga membantu menyebutkan kapabilitas yang dibutuhkan oleh organisasi tersebut di masa yang akan datang dan pengembangan yang dibutuhkan agar orang-orang dapat tersedia untuk memenuhi kebutuhan tersebut.
a. Merumuskan Rencana SDM
Banyak organisasi lebih memilih “membeli” daripada “membuat” karyawan memilki kapabilitas-kapabilitas sumber daya manusia. Tapi kenyataannya, “membuat” atau mengembangkan karyawan lebih dapat memberikan kontribusi pada strategi keunggulan kompetisi yang terus-menerus melalui sumber daya manusia.
b. Menyebutkan Kapabilitas-kapalitas yang Penting
Beberapa kapablitas menejemen yang penting dan umum adalah orientasi tindakan, pembuatan keputusan yang berkualitas, nilai etika, dan keterampilan teknis. Selain itu, ada beberapa kemampuan nonteknis yang harus dikembangkan untuk keahlian teknologi yang memiliki tuntutan tinggi, yaitu kemampuan untuk bekerja di bawah tekanan, bekerja sendiri, menyelesaikan masalah-masalah dengan cepat, dan menggunaka pengetahuan masa lalu dalam situasi baru.
c. Menjalankan Rencana Suksesi
Perencanaan pergantian kepemimpinan atau suksesi (succession planning) adalah proses pen gidentifikasian rencana jangka panjang untuk penggantian karyawan-karyawan kunci sesuai urutan. Kebutuhan untuk mengganti karyawan kunci berasal dari promosi, pemindahan, pension, kematian, cacat jasmani, pengunduran diri, atau alasan-alasan lain.
d. Menilai Kebutuhan Pengembangan
Baik perusahaan maupun individu dapat menganalisis apa yang dibutuhkan oleh seorang lewat pengembangan untuk menyebutan kelebihan dan kekurangan. Metode-metode yang digunakan antara lain penggunaan pusat-pusat penilaian (assessment centers), pengujian psikologis, dan penilaian kinerja.
e. Melaksanakan Rencana Pengembangan
Bila kebutuhan pengembangan fisik telah dianalisi , tentunya rencana pengembangan dapat dilaksanakan baik secara organisasional maupun individual. Pengembangan dilaksanakan pada kapabilitas-kapabilitas apa saja yang dianggap penting untuk dikembangkan berdasarkan analisis yang telah dilakukan sebelumnya.
f. Menentukan Pendekatan-pendekatan Pengembangan
Pendekatan pengembangan dikategorikan menjadi dua bagian, yaitu (1) pengerabangan pada pekerjaan (job side), antara lain: pelatihan (coaching); tugas/pertemuan komite, rotasi pekerjaan (job rotation), posisi “asisten”, pengembangan secara on line, pusat-pusat universitas korporasi, pusat pengembangan karier, dan organisasi pembenlajaran, serta( 2) pengembangan di luar pekerjaan (off –site) anatara lain: kursus dan perkuliahan, peatihan hubungan manusia, simulasi (permaianan bisnis), serta cuti panjang (sabbatical leave)
g. Mengevaluasi Keberhasilan Pengembangan
Keberhasilan proses pengembangan harus dievaluasi. Bila perlu dapat dilakukan perubahan sesuai kebutuhan SDM berikutnya, dimulai dari tahap pertama kembali.
• Diagnosis sebelum melakukan pengembangan
Sebelum melakukan pengembangan maka harus mengetahui secara jelas apa yang harus dikembangkan dalam diri maupun organisasi harus mengetahui kebutuhan agar mencapai efektifitas dan efisien kerja. Dalam pengembangan ada beberapa dignostik yang bisa digunakan. Namun biasanya hanya satu macam intervensi saja yang berasal dari metode diagnostik yang tersedia. Maka yang paling baik adalah metode diagnostik yang tersedia, maka yang paling baik adalah menangani diagnostik terlebij dahulu sebagai kategori kegiatan umm yang relevan untuk semua usaha pengembangan, kemudian melanjutkannya dengan mempertimbangkan intervensi secara lebih khusus. Proses pengidentifikasian kriteria yang dapat membantu dalam memilih metode diagnostik yang paling sesuai dengan kebutuhan.
Ada 3 teknik dalam pengumpulan data dalam proses pengidentifikasian masalah yang akan di atasi dengan melakukan pengembangan, yaitu:
1. Teknik dengan daftar pertanyaan survai
Lata atau teknik ini adalah yang paling banyak digunakan. Daftar pertanyaan dipergunakan secara universal karena banyak tujuan, sehingga kegunaannya, biayanya, dan manfaatnya dikenal oleh pengembangnya. Daftar pertanyaan pada umumnya merupakan cara tidak langsung untuk mengumpulkan jenis informasi tertentu dan yang paling sering diselesaikan dengan secara anonim yang memiliki keuntungan adalah terlindungnya identitas dari responden sehingga mampu memancing perasaan dan pendapat kuat yang tidak akan ditanyakan secara terbuka.
2. Teknik wawancara
Wawancara adalah cara langsung pengumpulan informasi melalui percakapan anatara seorang pewancara adan satu responden atau lebih responden dengan maksud tertentu.jika ada lebih dari satu responden itu dapat dikatakan sebagai wawancara kelompok. Sifat langsung teknik wawancara merupakan modalnya yang terkuat sekaligus kekurangan yang terbesar. Kesegaran interaksi bersemuka memungkinkan dengan diselidikinya hal-hal yang menarik perhatian secara mendalam dan dalam hubungan pembicaraan. Ini meningkatkan kecermatan diagnostik dan menjamin dapat dirasakannya perasaan dan sikap sesungguhnya dari para anggota. Keterbatasan utama wawancara bersemuka ialah kemustahilan memberikan jawaban anonim.
3. Teknik pengamatan langsung
Teknik ini meliputi teknik-teknik diagnostik yang mengumpulkan data mengenai organisasi dengan melihatnya secara langsung.
6. Metode Pengembangan
Dalam kegiatan pengembangan organisasi terdapat berbagai macam metode pada dasarnya dapat dikelompokkan dalam dua macam, yaitu: metode pengembangan perilaku dan meteode pengembangan keterampilan dan sikap
1. Metode Pengembangan Perilaku
Metode yang berusaha menyelidiki secara mendalam tentang proses perilaku kolompok dan individu. Menggunakan berbagai cara antara lain, jaringan menegerial, latihan kepekaan, pembentukan team, dan umpan balik survey
2. Metode Pengembangan Keterampilan
Metode ini berusaha mengembangkan keterampilan SDM yang berbeda dalam sebuah perusahaan atau organisasi. Keterampilan yang akan dikembangkan sesuai dengan kebutuhan dalam organisasi tersebut agar kinerja dapat berjalan lancar dan efektif.
B. EVALUASI KERJA
1. Pengertian
Penilaian kinerja (performance appraisal) adalah proses mengevaluasi seberapa baik karyawan melakaukan pekerjaan mereka jika dibandingkan dengan seperangkat standar, dan kemudian mengkomunikasikan informasi tersebut kepada karyawan (Mathis, 2006: 382). Sedangkan Jewell & Siegall mengajukan pengertian penilaian unjuk kerja sebagai proses yang dipergunakan oleh sebuah organisasi untuk menilai sejauh mana anggotanya telah melakukan pekerjaannya dengan memuaskan (1998: 209).
Penilaian kinerja juga disebut pemeringkatan karyawan, evaluasi karyawan, tujuan kinerja, evaluasi kinerja, dan penilaian hasil. Apabila penilaian prestasi kerja tersebut dilaksanakan dengan baik, maka akan dapat membantu meningkatkan motivasi kerja dan sekaligus juga meningkatkan loyalitas organisasi organisasional dari para karyawan.
2. Fungsi Penilaian Kinerja
Penilaian unjuk kerja merupakan sebuah sistem pengendali dengan aspek baik ”umpan balik (feedback)” maupun ”umpan maju (feedforward)” (Jewell & Siegall, 1998: 209).
• Sebagai mekanisme umpan balik (feedback)
Penilaian unjuk kerja memberikan umpan balik yang penting kepada karyawan secara priibadi dalam hal bagaimana unjuk kerjanya dipandang. Proses ini juga memberikan umpan balik yang penting kepada mereka yang bertugas dalam penerimaan karyawan, pemeriksaan, pemilihan, dan pelatihan karyawan perusahaan saat itu. Misalnya, pola hasil penilaian yang buruk di antara karyawan yang baru menunjukkan bahwa proses yang dipergunakan untuk menerima karyawan tersebut perlu ditinjau kembali.
• Sebagai mekanisme umpan maju (feedforward)
Penilaian unjuk kerja memberikan informasi untuk membuat keputusan administratif mengenai pemberian penghargaan kepada karyawan organisasi tersebut. Selain fungsi tersebut, penilaian unjuk kerja merupakan sumber informasi yang penting untuk kebutuhan dan kesempatan pengembangan karyawan pribadi. Dengan bekerjasama, para karyawan, supervisor dan manajer dapat menggunakan informasi ini untuk menilai kekuatan dan kelemahan mereka dan untuk membuat rencana guna mencapai unjuk kerja yang lebih baik dan tujuan serta kesempatan karir di masa depan.
3. Kriteria penilaian kinerja
Pada dasarnya terdapat tiga pilihan mengenai apa yang harus dinilai dalam penilaian unjuk kerja (Jewell & Siegall, 1998: 212) yaitu :
• Penilaian tehadap karakteristik atau sifat pribadi
Pendekatan sifat pribadi untuk penilaian unjuk kerja ini secara tradisional memusatkan perhatian pada loyalitas, kepandaian, dan perangai orang tersebut. Pendekatan sifat pribadi terhadap penilaian unjuk kerja sangat tergantung dari persepsi penilai terhadap sifat tersebut, dan persepsi itu sendiri dipengaruhi oleh pendapat, pengalaman dan bias pribadi penilai. Oleh sebab itu, alat ukur pendekatan sifat pribadi mempunyai keandalan yang rendah dan jarang sekali dipergunakan.
• Penilaian unjuk kerja berdasarkan hasil yang dicapai
Pendekatan ini menilai unjuk kerja berdasarkan hasil yang diperoleh dari pekerjaan yang dilakukan. Meskipun pengukuran unjuk kerja berdasarkan hasil yang dicapai kelihatannya merupakan penyelesaian yang baik, tetapi hanya sedikit saja jenis pekerjaan yang cocok diukur dengan cara pendekatan ini. Pertama, pengukuran tersebut tergantung pada catatan yang tepat, dan catatan mungkin saja tidak tepat dan tidak lengkap (atau bahkan tidak ada sama sekali). Kedua, hasil yang dicapai suatu organisasi jarang sekali tergantung dari hasil pekerjaan pribadi.
• Penilaian berdasarkan perilaku
Pendekatan ini menilai unjuk kerja berdasarkan perillaku-perilaku tertentu yang mendukung keberhasilan kerja. Selain kualitas dan kuantitas sebagai kriteria utama, termasuk di sini pelaksanaan tugas-tugas dalam waktu yang ditentukan, kemampuan perencanaan ke depan, pemeriksaan sendiri pekerjaan yang dilakukannya, dan kerjasama dengan rekan kerja.
4. Pihak Penilai Kinerja
Menurut Robbins (2002: 261) terdapat beberapa alternatif mengenai siapa yang harus menilai kinerja seorang karyawan, yaitu :
a. Atasan Langsung
Sembilan puluh lima persen dari keseluruhan evaluasi kinerja pada tingkat yang lebih rendah dan menengah dalam suatu organisasi dilaksanakan oleh atasan langsung para pekerja.
b. Rekan kerja
Evaluasi dari rekan kerja (peers) adalah salah satu cara yang dapat dijadikan sebagai sumber data penilaian yang paling dapat dipercaya. Pertama, evaluasi dari rekan kerja sangat erat hubungannya dengan kegiatan. Interaksi sehari-hari memberi mereka sebuah sudut pandang pemahaman yang menyeluruh terhadap kinerja pekerjaan seorang pekerja. Kedua, evaluasi dari rekan kerja, sebagai penghitung hasil, akan menghasilkan beberapa penilaian yang mandiri, sedangkan seorang pimpinan hanya dapat menghasilkan penilaian dalam bentuk evaluasi tunggal. Namun pada sisi lain evaluasi dari rekan kerja dapat dirusak oleh ketidakinginan rekan kerja untuk saling melakukan evaluasi dan oleh bias persahabatan maupun perselisihan.
c. Pengevaluasian Diri Sendiri
Karyawan yang mengevaluasi kinerjanya sendiri (self evaluation) konsisten dengan nilai-nilai seperti swakelola dan pemberdayaan. Evaluasi yang dilakukan sendiri memberikan nilai yang tinggi bagi pekerja; cara ini cenderung mengurangi sifat membela diri yang dilakukan karyawan pada saat proses penilaian; dan mereka membuat wahana yang baik untuk merangsang diskusi kinerja pekerjaan antara pekerja dengan atasan mereka. Namun cara ini dapat dihalangi oleh penilaian yang terlalu membumbung dan bias jasa diri.
d. Bawahan Langsung
Evaluasi yang dilakukan seorang bawahan langsung dapat memberikan informasi yang akurat dan rinci tentang perilaku seorang manajer karena si penilai secara khusus memiliki hubungan yang baik dengan manajer. Masalah yang muncul adalah kekhawatiran akan tindakan balasan dari pimpinan yang dinilai tidak baik waktu dievaluasi.
e. Pendekatan Menyeluruh: Evaluasi 360 Derajat
Cara ini memberikan umpan balik kinerja dari lingkaran penuh hubungan sehari-hari yang mungkin dilakukan oleh seorang pekerja, mulai dari hubungan dengan petugas ruangan surat, pelanggan, pimpinan, dan rekan kerja. Dengan mengandalkan umpan balik dari rekan kerja, pelanggan, dan bawahan diharapkan akan memberikan setiap orang lebih dari sekedar rasa berpartisipasi dalam proses penilaian, dan meraih hasil yang lebih tepat dalam menilai kinerja para pekerja.
5. Metode Penilaian Kinerja
Berikut adalah metode umum penilaian sebuah kinerja (Robbins, 2002 : 262) :
• Esai Tertulis
Metode paling mudah untuk menilai suatu kinerja adalah dengan menulis sebuah narasi yang menggambarkan kelebihan, kekurangan, prestasi masa lampau, potensi dan saran-saran mengenai seorang karyawan untuk perbaikan.
• Keadaan Kritis
Metode keadaan kritis (critical incidence) memfokuskan perhatian si penilai pada perilaku-perilaku yang merupakan kunci untuk membedakan sebuah pekerjaan efektif atau yang tidak efektif. Di sini yang menjadi kunci adalah perilaku yang sifatnya khusus, dan bukan sifat-sifat personal yang samar, melainkan yang disebutkan.
• Grafik Skala Penilaian
Di dalam metode ini, dicatat faktor-faktor kinerja, seperti kualitas dan kuantitas kerja, tingkat pengetahuan, kerjasama, loyalitas, kehadiran, kejujuran, dan inisiatif. Selanjutnya si penilai memeriksa daftar tersebut dan menilai setiap faktor sesuai dengan skala peningkatan.
• Skala Peningkatan Perilaku
Skala ini mengkombinasikan elemen penting dari metode keadaan kritis dengan metode pendekatan grafik skala penilaian: si penilai menilai para pekerja berdasarkan pada hal-hal dalam rangkaian kesatuan, tetapi poin-poinnya merupakan contoh perilaku aktual di dalam pekerjaan, bukan sekedar deskripsi atau ciri-ciri umum.
• Perbandingan Multipersonal
Metode perbandingan multipersonal mengevaluasi satu kinerja individu dengan membandingkannya dengan individu atau individu-individu lainnya. Tiga pembanding yang sangat populer adalah peringkat urutan kelompok, peringkat individu, dan perbandingan berpasangan.
Peringkat urutan kelompok menuntut si penilai untuk menempatkan pekerja ke dalam sebuah klasifikasi khusus. Pendekatan peringkat individu menggolongkan para pekerja mulai dari yang terbaik hingga yang terburuk. Pendekatan perbandingan berpasangan membandingkan setiap pekerja dengan masing-masing pekerja lainnya dan menilai pekerja mana yang lebih baik atau yang lebih buruk satu dengan yang lainnya.
6. Permasalahan Potensial
Meskipun suatu organisasi mungkin mencoba untuk membuat proses penilaian kinerja yang bebas dari unsur-unsur bias pribadi, prasangka, atau dari ketidakwajaran, permasalahan potensial dapat terbentuk dalam proses (Robbins, 2002 : 265). Evaluasi seorang karyawan akan mengalami penyimpangan, jika faktor-faktor berikut ini berlaku menyeluruh.
• Kriteria Tunggal
Di saat para pekerja dinilai dengan sebuah kriteria kerja tunggal, walaupun kinerja yang berhasil pada pekerjaan tersebut menuntut kinerja yang lebih baik berdasarkan beberapa kriteria, para pekerja hanya akan berkonsentrasi pada kriteria tunggal tersebut dan mengesampingkan faktor-faktor terkait lainnya.
• Kesalahan yang Ditolerir
Pada saat si penilai memiliki toleransi positif di dalam penilaiannya, kinerja seorang individu dinilai lebih, sehingga penilaian tersebut lebih tinggi dari yang seharusnya.
• Lingkaran Kesalahan
Lingkaran kesalahan (hallo error) adlah kecenderungan seorang penilai untuk sifat seseorang mempengaruhi penilaiannya terhadap sifat yang lain dari orang tersebut.
• Kesalahan yang Sama
Ketika si penilai menilai orang lain dengan mempertimbangkan pertimbangan khusus pada kualitas yang mereka rasa ada dalam diri mereka sendiri, mereka membuat kesalahan yang sama (similarity error).
• Perbedaan yang rendah
Orang-orang yang bekerja untuk seorang penilai yang memiliki perbedaan yang rendah cenderung dinilai lebih merata daripada keadaan mereka yang sebenarnya.
• Memperkuat informasi untuk menyesuaikan kriteria nonkinerja
Walaupun di dalam praktiknya jarang dianjurkan, kadang-kadang penilaian formal dilakukan setelah keputusan tentang kinerja perorangan telah dibuat. Hal ini memperlihatkan keputusan yang subjektif, namun formal, sering muncul sebelum adanya informasi yang objektif untuk mendukung keputusan yang telah dihimpun.
7. Memperbaiki Penilaian Kinerja
Langkah-langkah yang dapat diambil untuk memecahkan kebanyakan masalah yang telah diidentifikasi (Robbins, 2002 : 267)antara lain:
Penggunaan Kriteria Ganda
Karena kinerja yang berhasil pada kebanyakan pekerjaan memerlukan pelaksanaan sejumlah hal dengan baik, keseluruhan hal tersebut harus diidentifikasi dan dievaluasi. Aktivitas-aktivitas penting yang menunjukkan kinerja yang efektif atau tidak efektif adalah hal-hal yang harus dinilai.
Sifat Menghilangkan Penekanan
Banyak sifat yang dianggap berhubungan dengan kinerja yang baik, tetapi dalam kenyataannya sering tidak atau memiliki sedikit kaitan dengan kinerja.
Penekanan Perilaku
Apabila memungkinkan, lebih baik menggunakan ukuran yang didasarkan pada perilaku, karena pengukuran kita bisa menghindari permasalahan penggunaan pengganti yang tidak tepat untuk kinerja aktual, selain itu kita dapat meningkatkan kemungkinan yang dilihat sama oleh dua atau lebih penilai.
Mendokumentasikan Perilaku Kinerja di Dalam Catatan Harian
Dengan pencatatan buku harian yang berisikan keadaan-keadaan kritis khusus untuk tiap pekerja, penilai dapat terbantu dalam membuat keputusan agar lebih akurat.
Menggunakan Penilai Ganda
Seiring dengan bertambahnya jumlah penilai, kemungkinan mendapatkan informasi yang akurat juga meningkat.
Menilai Secara Selektif
Penilai harus melakukan evaluasi hanya pada area di mana mereka memiliki keahlian.
Melatih Penilai
Dengan melatih para penilai, kita dapat membuat mereka menjadi penilai yang lebih akurat.
Rujukan
1. As’ad, Moh. 2003. Psikologi Industri seri Ilmu Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: Liberty.
2. Griffin. Manajemen, Jilid 1 Edisi 7.
3. Handoko,T. Hani. 1987. Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia. Yogyakarta. BPFE.
4. Jewell, L.N. & Marc Siegall.1998. Psikologi Industri/Organisasi Modern, Edisi 2. Jakarta: Arcan.
5. Mathis, Robert L. & Jackson, John H. 2006. Human Resource Management. Jakarta. Salemba Empat.
6. Mc. Gill, 1986. Pedoman Pengembangan Organisasi.
7. Munandar, A.S. 2006. Psikologi Industri dan Organisasi. Jakarta: UI Press.
8. Panggabean, Mutiara S. 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia. Bogor: Ghalia Indonesia.
9. Robbins, Stephen P. 1999. Prinsip-Prinsip Perilaku Organisasi, Edisi Kelima. Jakarta: Erlangga.
10. Robbins, Stephen P. 2001. Perilaku Organisasi, Konsep, Kontroversi, Aplikasi Edisi 8 Jilid 2. Jakarta: Prenhallindo.
11. Sukamti, N.,MM Umi. 1989. Management Personalia/ Sumber Daya Manusia. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi.
12. Wursanto, Ig. 2002. Dasar-Dasar Ilmu Organisasi.
Sinopsis Penelitian
Prevalensi Adiksi Internet dan Korelasinya Dengan Faktor-Faktor Keluarga Di Antara Remaja Korea Selatan
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh perkembangan teknologi internet yang sangat pesat di Korea Selatan dengan pemakai terbesar adalah remaja. Bagi remaja Korea Selatan, internet tidak hanya digunakan untuk kebutuhan yang berkaitan dengan pendidikannya tapi juga merupakan sarana rekreasi yang sangat praktis dan efektif. Namun seiring dengan semakin mudahnya akses untuk menggunakan internet, semakin besar pula resiko munculnya dampak-dampak negatif yang tidak diinginkan. Dampak-dampak yang mungkin timbul antara lain adalah adiksi, peredaran konten-konten yang tidak diinginkan, penyebaran informasi-informasi pribadi, pemakaian berorientasi hiburan yang ekstrim, permasalahan tata bahasa, penurunan kemampuan penglihatan, dan kurang tidur.
Penelitian oleh Soo Kyung Park, Jae Yop Kim, dan Choo Bum Cho ini dilaksanakan untuk mengetahui prevalensi dari adiksi internet pada kalangan remaja Korea Selatan dan menyelidiki faktor-faktor keluarga yang menyertai jenis adiksi ini.
Penelitian ini melibatkan para siswa SMP dan SMA yang berlokasi di Seoul yang merupakan daerah metropolitan terbesar di Korea Selatan. Kyung dkk. memilih 903 siswa dengan cara survey yang bersifat self-administered, yang digunakan sebagai sampel yang 69,6%-nya remaja laki-laki, 60,5% adalah senior di SMP dan sisanya sebanyak 39,5% adalah siswa SMA. Sebanyak 24,9% berasal dari keluarga dengan status ekonomi tinggi, 57,9% kelas ekonomi menengah, dan 17,1% dari kelas ekonomi rendah.
Alat yang digunakan untuk mengukur tingkat adiksi internet pada penelitian ini adalah dengan menggunakan Skala Adiksi Internet Young yang direkonstruksi agar sesuai. Sedangkan untuk mengukur efek dari kekerasan perkawinan, Kyung dkk. memodifikasi CTS (Conflict Tactics Scale) yang dikembangkan oleh Straus. Untuk mengukur keharmonisan dan komunikasi dalam keluarga penelitian ini menggunakan skala yang sudah dimodifikasi dan diverifikasi oleh M.O.Kim berdasarkan teori Walsh.
Komponen yang termasuk ke dalam skala adiksi internet antara lain adalah: perilaku obsesif yang berkaitan dengan internet atau chatting, simptom-simptom withdrawal, toleransi, kemerosotan prestasi di sekolah, pengabaian kehidupan keluarga dan sekolah, permasalahan hubungan sesama, permasalahan behavioral, gangguan kesehatan, dan masalah-masalah emosional. Sedangkan kekerasan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kekerasan verbal, kekerasan fisik minor dan kekerasan fisik serius.
Dari penelitian diketahui bahwa remaja laki-laki lebih berpotensi untuk menjadi adiksi terhadap internet daripada remaja perempuan. Berdasarkan tingkat pendidikan, siswa SMA lebih beresiko menjadi adiksi internet. Dan berdasarkan tingkat ekonomi keluarga, siswa yang berasal dari kalangan berstatus ekonomi tinggi lebih beresiko menjadi adiksi internet.
Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa tidak hanya faktor-faktor protektif seperti pola asuh, komunikasi keluarga, dan keharmonisan keluarga, tapi faktor-faktor resiko kekerasan dalam keluarga juga sangat mempengaruhi adiksi terhadap internet. Seorang remaja yang mengalami atau melihat kekerasan di dalam keluarga sangat beresiko untuk menjadi seseorang yang mengalami adiksi internet karena bagi remaja-remaja ini internet dapat membuat mereka melupakan tekanan-tekanan dan stress yang dialami akibat dari kekerasan tersebut. Dari begitu banyak kalangan, remaja yang masih menjalani pendidikan lebih beresiko untuk mengalami adiksi terhadap internet mengingat semakin mudah dan murahnya akses internet di Korea Selatan.
Hasil penelitian ini juga konsisten dengan penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya bahwa pola asuh dan komunikasi juga mempengaruhi adiksi yang terjadi di kalangan remaja Korea selatan. Faktanya, remaja yang menerima dukungan yang lebih dari orangtuanya cenderung kurang ikut ambil bagian dalam perilaku-perilaku yang bersifat anti sosial ataupun perilaku-perilaku negatif, sementara remaja yang orangtuanya kurang memberikan perhatian dan dukungan akan mengalami ketidakstabilan psikis sehingga mereka memilih memakai internet secara berlebihan sebagai cara melarikan diri dari kondisi tersebut. Sebaliknya, lama waktu berdiskusi dengan orangtua tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap adiksi internet. Kualitas hubungan antara anak dengan orangtua lebih penting daripada kuantitas waktu yang dihabiskan bersama-sama dan kualitas hubungan tersebut memiliki pengaruh yang signifikan pula terhadap perilaku negatif remaja.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Kyung dkk. ini memiliki beberapa implikasi yang sangat penting antara lain, pertama, tingginya prevalensi adiksi internet pada kalangan remaja menuntut setiap orang agar lebih waspada dan lebih tanggap mengingat banyaknya faktor-faktor yang berasal dari keluarga yang mempengaruhinya. Kedua, perlunya dikembangkan sebuah program untuk meningkatkan kemampuan mengasuh dan komunikasi bagi orangtua agar dapat mempererat hubungan antar anggota keluarga serta program untuk meningkatkan kemampuan koping stress, konseling, treatment untuk adiksi dan aktivitas-aktivitas rekreasional aktif.
Sumber:
PREVALENCE OF INTERNET ADDICTION AND CORRELATIONS WITH FAMILY FACTORS AMONG SOUTH KOREAN ADOLESCENTS
Soo Kyung Park, Jae Yop Kim, Choon Bum Cho. Adolescence. Roslyn Heights: Winter 2008. Vol. 43, Edisi 172; pg. 895, 15 pgs
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh perkembangan teknologi internet yang sangat pesat di Korea Selatan dengan pemakai terbesar adalah remaja. Bagi remaja Korea Selatan, internet tidak hanya digunakan untuk kebutuhan yang berkaitan dengan pendidikannya tapi juga merupakan sarana rekreasi yang sangat praktis dan efektif. Namun seiring dengan semakin mudahnya akses untuk menggunakan internet, semakin besar pula resiko munculnya dampak-dampak negatif yang tidak diinginkan. Dampak-dampak yang mungkin timbul antara lain adalah adiksi, peredaran konten-konten yang tidak diinginkan, penyebaran informasi-informasi pribadi, pemakaian berorientasi hiburan yang ekstrim, permasalahan tata bahasa, penurunan kemampuan penglihatan, dan kurang tidur.
Penelitian oleh Soo Kyung Park, Jae Yop Kim, dan Choo Bum Cho ini dilaksanakan untuk mengetahui prevalensi dari adiksi internet pada kalangan remaja Korea Selatan dan menyelidiki faktor-faktor keluarga yang menyertai jenis adiksi ini.
Penelitian ini melibatkan para siswa SMP dan SMA yang berlokasi di Seoul yang merupakan daerah metropolitan terbesar di Korea Selatan. Kyung dkk. memilih 903 siswa dengan cara survey yang bersifat self-administered, yang digunakan sebagai sampel yang 69,6%-nya remaja laki-laki, 60,5% adalah senior di SMP dan sisanya sebanyak 39,5% adalah siswa SMA. Sebanyak 24,9% berasal dari keluarga dengan status ekonomi tinggi, 57,9% kelas ekonomi menengah, dan 17,1% dari kelas ekonomi rendah.
Alat yang digunakan untuk mengukur tingkat adiksi internet pada penelitian ini adalah dengan menggunakan Skala Adiksi Internet Young yang direkonstruksi agar sesuai. Sedangkan untuk mengukur efek dari kekerasan perkawinan, Kyung dkk. memodifikasi CTS (Conflict Tactics Scale) yang dikembangkan oleh Straus. Untuk mengukur keharmonisan dan komunikasi dalam keluarga penelitian ini menggunakan skala yang sudah dimodifikasi dan diverifikasi oleh M.O.Kim berdasarkan teori Walsh.
Komponen yang termasuk ke dalam skala adiksi internet antara lain adalah: perilaku obsesif yang berkaitan dengan internet atau chatting, simptom-simptom withdrawal, toleransi, kemerosotan prestasi di sekolah, pengabaian kehidupan keluarga dan sekolah, permasalahan hubungan sesama, permasalahan behavioral, gangguan kesehatan, dan masalah-masalah emosional. Sedangkan kekerasan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kekerasan verbal, kekerasan fisik minor dan kekerasan fisik serius.
Dari penelitian diketahui bahwa remaja laki-laki lebih berpotensi untuk menjadi adiksi terhadap internet daripada remaja perempuan. Berdasarkan tingkat pendidikan, siswa SMA lebih beresiko menjadi adiksi internet. Dan berdasarkan tingkat ekonomi keluarga, siswa yang berasal dari kalangan berstatus ekonomi tinggi lebih beresiko menjadi adiksi internet.
Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa tidak hanya faktor-faktor protektif seperti pola asuh, komunikasi keluarga, dan keharmonisan keluarga, tapi faktor-faktor resiko kekerasan dalam keluarga juga sangat mempengaruhi adiksi terhadap internet. Seorang remaja yang mengalami atau melihat kekerasan di dalam keluarga sangat beresiko untuk menjadi seseorang yang mengalami adiksi internet karena bagi remaja-remaja ini internet dapat membuat mereka melupakan tekanan-tekanan dan stress yang dialami akibat dari kekerasan tersebut. Dari begitu banyak kalangan, remaja yang masih menjalani pendidikan lebih beresiko untuk mengalami adiksi terhadap internet mengingat semakin mudah dan murahnya akses internet di Korea Selatan.
Hasil penelitian ini juga konsisten dengan penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya bahwa pola asuh dan komunikasi juga mempengaruhi adiksi yang terjadi di kalangan remaja Korea selatan. Faktanya, remaja yang menerima dukungan yang lebih dari orangtuanya cenderung kurang ikut ambil bagian dalam perilaku-perilaku yang bersifat anti sosial ataupun perilaku-perilaku negatif, sementara remaja yang orangtuanya kurang memberikan perhatian dan dukungan akan mengalami ketidakstabilan psikis sehingga mereka memilih memakai internet secara berlebihan sebagai cara melarikan diri dari kondisi tersebut. Sebaliknya, lama waktu berdiskusi dengan orangtua tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap adiksi internet. Kualitas hubungan antara anak dengan orangtua lebih penting daripada kuantitas waktu yang dihabiskan bersama-sama dan kualitas hubungan tersebut memiliki pengaruh yang signifikan pula terhadap perilaku negatif remaja.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Kyung dkk. ini memiliki beberapa implikasi yang sangat penting antara lain, pertama, tingginya prevalensi adiksi internet pada kalangan remaja menuntut setiap orang agar lebih waspada dan lebih tanggap mengingat banyaknya faktor-faktor yang berasal dari keluarga yang mempengaruhinya. Kedua, perlunya dikembangkan sebuah program untuk meningkatkan kemampuan mengasuh dan komunikasi bagi orangtua agar dapat mempererat hubungan antar anggota keluarga serta program untuk meningkatkan kemampuan koping stress, konseling, treatment untuk adiksi dan aktivitas-aktivitas rekreasional aktif.
Sumber:
PREVALENCE OF INTERNET ADDICTION AND CORRELATIONS WITH FAMILY FACTORS AMONG SOUTH KOREAN ADOLESCENTS
Soo Kyung Park, Jae Yop Kim, Choon Bum Cho. Adolescence. Roslyn Heights: Winter 2008. Vol. 43, Edisi 172; pg. 895, 15 pgs
Insomnia
Intervensi Farmakologi Dalam Mengatasi Insomnia
Tidur merupakan salah satu kebutuhan yang sang sangat penting bagi manusia karena tidur mengendalikan irama kehidupan kita sehari-hari. Setiap manusia menghabiskan paling tidak seperempat atu sepertiga dari harinya untuk tidur.
Tidur adalah suatu proses yang diperlukan oleh manusia untuk terjadinya pembentukan sel-sel tubuh yang baru, perbaikan sel-sel yang telah rusak (natural healing mechanism), memberi waktu organ tubuh untuk beristirahat maupun untuk menjaga keseimbangan metabolisme dan biokimiawi tubuh.
Bagi sebagian besar orang tidur adalah pekerjaan yang mudah semudah membalikkan telapak tangan, namun bagi sebagian orang tidur merupakan suatu hal yang sangat sulit. Di Amerika, satu dari tiga orang dewasa melaporkan kesulitan untuk tertidur dan atau menjaga agar tetap tertidur, dengan 17% diantaranya melaporkan masalah ini sebagai hal yang signifikan. Kondisi sulit tidur saat ini lebih populer disebut sebagi insomnia.
Dari pengamatan penulis, jumlah penderita insomnia tidak pernah mengalami penurunan bahkan cenderung semakin meningkat tiap tahunnya dan ada kemungkinan semakin meningkat. Beberapa ahli menyebutkan bahwa insomnia merupakan simptom sekunder dari depresi yang akan hilang dengan sendirinya jika kita mampu mengatasi penyebab utama dari depresi yang dialami pasien.
Menurut pendapat penulis, insomnia adalah suatu kondisi yang bisa menjadi sebab sekaligus juga menjadi akibat dari depresi. Seseorang yang menderita insomnia akan mengalami kelelahan yang berlebihan di mana hal ini dapat mengganggu aktivitas keseharian pasien, produktivitas kerja menurun, hilang konsentrasi, bahkan dapat juga muncul penyakit-penyakit berbahaya akibat insomnia, kondisi-kondisi seperti ini kemungkinan dapat menimbulkan perasaan tidak nyaman dan tertekan yang berujung depresi. Sebaliknya, individu yang sedang mengalami depresi akibat dari permasalahan-permasalahan yang sedang dihadapinya akan sulit tertidur karena ia terus-menerus merasa gelisah, hal ini dapat mengganggu siklus tidurnya dan jika individu tidak dapat segera mengatasi permasalahan yang sedang dihadapinya, siklus tidurnya akan menjadi berantakan samasekali.
Insomnia
Pengertian
Secara etimologi, istilah insomnia berasal dari bahasa Latin in-, yang artinya ‘tidak’ atau ‘tanpa’ dan somnus yang artinya ‘tidur’. Sedangkan menurut DSM-IV (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder-IV) mendefinisikan insomnia sebagai kesulitan yang berulang untuk memulai tidur, mempertahankan tidur, merasa tidak segar saat bangun di pagi hari dan mengalami suatu episode tidur dengan kualitas yang buruk. Di dalam DSM-IV-TR (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder-IV-Text Revision), insomnia diklasifikasikan ke dalam axis I yaitu, Gangguan Klinis atau Kondisi-Kondisi Lainnya Yang Mungkin Menjadi Fokus Perhatian Klinis dan masuk ke dalam kategori gangguan tidur.
.
Klasifikasi Insomnia
The International Classification of Sleep Disorder mengklasifikasikan insomnia ke dalam 11 kategori sebagai berikut :
1. Insomnia Akut
Insomnia kategori ini disebabkan oleh kondisi stres individu di mana stressor-stressornya dapat diidentifikasi, misalnya perubahan hubungan interpersonal, kehilangan orang dekat, stress kerja, kehilangan pekerjaan dan lain sebagainya. Insomnia jenis ini dapat hilang dengan sendirinya ketika individu dapat menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang dialaminya atau individu mampu beradaptasi dengan kondisi-kondisi tersebut.
2. Insomnia Kronis
Ciri-ciri dari insomnia kronis adalah kesulitan yang berulang untuk memulai tidur, mempertahankan tidur, durasi tidur yang tidak teratur, dan mengalami tidur yang berkualitas buruk yang terjadi secara terus-menerus selama paling tidak empat minggu dan mengakibatkan gangguan dalam kehidupan sehari-hari individu.
3. Insomnia Psikofisiologis (Insomnia Primer)
Para pasien memiliki kecenderungan untuk sulit tidur atau terjadi peningkatan pergerakan di atas tempat tidur (gelisah) yang diindikasikan oleh satu atau lebih kondisi di bawah ini :
Fokus yang terlalu berlebihan dan kecemasan mengenai tidur
Kesulitan untuk tertidur ketika ada keinginan untuk tidur, tapi tidak mengalami kesulitan tidur di tengah aktivitas-aktivitas yang membosankan di mana sebenarnya individu tersebut tidak memiliki keinginan tidur
Lebih mudah tidur selain di rumahnya sendiri
Tidak mampu merilekskan tubuh saat akan tidur
4. Insomnia Paradoksial
o Pasien melaporkan adanya pola yang kronis yaitu tidur yang terlalu singkat atau samasekali tidak tidur setiap malamnya. Biasanya pola ini diselingi dengan tidur normal selama beberapa hari kemudian hari-hari berikutnya pasien kembali tidak bisa tidur.
o Pasien dengan insomnia jenis ini dapat menyadari keadaan di sekitarnya meskipun dalam keadaan tertidur, misalnya pasien masih dapat mendengar suara-suara berisik di sekitarnya saat ia tidur.
5. Insomnia Akibat Kondisi Medis
Individu mengalami insomnia karena ia memiliki penyakit tertentu yang menyebabkan tidurnya terganggu.
6. Insomnia Akibat Gangguan Mental
Insomnia kadang-kadang dihubungkan dengan gangguan mental, pada beberapa kasus, insomnia muncul beberapa hari atau beberapa hari sebelum munculnya gangguan mental.
7. Insomnia Akibat Penyalahgunaan Obat dan Zat
Penderita memiliki riwayat atau sedang mengalami ketergantungan akibat penyalahgunaan zat di mana diketahui zat-zat tersebut memiliki efek samping yang dapat mengganggu tidurnya.
8. Insomnia Yang Tidak Diakibatkan Zat ataupun Kondisi Fisiologis, Tidak Terspesifikasi
Diagnosis ini digunakan untuk bentuk-bentuk insomnia yang tidak dapat diklasifikasikan di manapun dalam ICSD-2.
9. Tidur yang Tidak Cukup
Penyebab :
o Jadwal tidur yang tidak teratur.
o Penggunaan rutin produk-produk yang mengandung alkohol, nikotin,atau kafein, khususnya sesaat sebelum tidur.
o Melakukan sesuatu yang menstimulasi mental, aktivitas fisik, atau aktivitas yang mengecewakan emosi sesaat sebelum tidur.
o Sering menggunakan tempat tidur untuk melakukan aktivitas-aktivitas selain tidur.
o Kegagalan untuk menciptakan lingkungan yang sesuai untuk tidur.
10. Insomnia Idiopatis
Insomnia jenis ini merupakan efek jangka panjang dari insomnia yang dialami sejak masa kanak-kanak.
11. Perilaku Insomnia pada Anak-Anak
o Tipe 1
Anak-anak membutuhkan kondisi-kondisi khusus agar bisa tertidur
Anak-anak terbangun di tengah malam dan memerlukan campur tangan orangtua agar ia dapat tertidur kembali
o Tipe 2
Anak-anak kesulitan untuk mulai tidur atau tidak dapat mempertahankan tidurnya
Anak-anak menolak untuk tidur pada waktuyang sudah ditentukan atau menolak untuk kembali ke tempat tidurnya setelah terbangun di tengah malam
FISIOLOGI TIDUR
Fisiologi tidur dapat diterangkan melalui gambaran aktivitas sel-sel otak selama tidur. Aktivitas tersebut dapat direkam dalam alat EEG. Untuk merekam tidur, cara yang dipakai adalah dengan EEG Polygraphy. Dengan cara ini kita tidak saja merekam
gambaran aktivitas sel otak (EEG), tetapi juga merekam gerak bola mata (EOG) dan tonus otot (EMG). Di dalam otak, terdapat empat macam gelombang, yaitu :
1. Gelombang Alfa
Pada keadaan mata tertutup dan relaks, gelombang Alfa akan muncul, dan akan menghilang sesaat kita membuka mata.
2. Gelombang Beta
Gelombang ini merupakan gelombang dominan pada keadaan terjaga terutama bila mata terbuka. Pada keadaan tidur REM juga muncul gelombang Beta.
3. Gelombang Teta
Gelombang Teta dengan amplitudo rendah tampak pada keadaan terjaga pada anak-anak sampai usia 25 tahun dan usia lanjut di atas 60 tahun. Pada keadaan normal orang dewasa, gelombang teta muncul pada keadaan tidur (stadium 1, 2, 3, 4).
4. Gelombang Delta
Pada keadaan normal, gelombang Delta muncul pada keadaan tidur (stadium 2, 3, 4).
STADIUM TIDUR
1. Stadium Jaga (Stadium W = wake)
EEG : Pada keadaan relaks, mata tertutup, gambaran didominasi oleh gelombang Alfa.
EOG : Biasanya gerakan mata berkurang. Kadang-kadang terdapat artefak yang disebabkan oleh gerakan kelopak mata.
EMG : Kadang-kadang tonus otot meninggi.
2. Stadium 1
EEG : Biasanya terdiri dari gelombang campuran Alfa, Beta dan kadang-kadang Teta.
EOG : Tak terlihat aktifitas bola mata yang cepat.
EMG : Tonus otot menurun dibandingkan dengan pada Stadium W.
3. Stadium 2
EEG : Biasanya terdiri dan gelombang campuran Alfa, Teta dan Delta.
EOG : Tak terdapat aktivitas bola mata yang cepat.
EMG : Kadang-kadang terlihat peningkatan tonus otot secara tiba-tiba, menunjukkan bahwa otot-otot tonik belum seluruhnya dalam keadaan rileks.
4. Stadium 3
EEG : Persentase gelombang Delta berada antara 20 - 50%.
EOG : Tak tampak aktivitas bola mata yang cepat.
EMG : Gambaran tonus otot yang lebih jelas dari stadium 2.
5. Stadium 4
EEG : Persentase gelombang Delta mencapai lebih dari 50%.
EOG : Tak tampak aktivitas bola mata yang cepat.
EMG : Tonus otot menurun dari pada stadium sebelumnya.
6. Stadium REM
EEG : Terlihat gelombang campuran Alfa, Beta dan Teta.
EOG : Terlihat gambaran REM (Rapid Eye Movement) yang
khas.
EMG : Tonus otot sangat rendah
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Insomnia
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi insomnia antara lain adalah faktor-faktor genetis dan neurobiologis. Beberapa penelitian mengindikasikan kerentanan genetis yang berbeda-beda terhadap pengaruh-pengaruh eksogenus seperti caffeine, rokok, dan stress. Penelitian-penelitian klinis juga menunjukkan bahwa pasien-pasien dengan insomnia kronis menunjukkan kecenderungan peningkatan aktivitas otak. Lebih jauh lagi, pasien-pasien dengan insomnia memliki suhu tubuh, urine dan sekresi adrenalin yang lebih tinggi dibandingkan dengan pasien tanpa insomnia.
Insomnia juga dipengaruhi oleh lingkungan fisik yang dapat berupa suara bising didekat tempat tinggal, misalnya bunyi mesin pabrik atau kereta api yang melintas. Suhu lingkungan yang terlalu panas atau dingin, demikian pula perubahan suasana lingkungan, dapat pula menimbulkan insomnia.
Faktor-Faktor yang Memicu
Faktor-faktor yang memicu insomnia antara lain adalah terjadinya perubahan struktur kimia otak dan hormon otak, serta adanya gangguan psikiatrik seperti kecemasan, depresi dan pemakaian zat-zat tertentu.
Terlalu banyak minum kopi atau minuman berkafein, mengisap rokok, atau minum minuman beralkohol menjelang tidur, dapat memicu insomnia. Kafein dapat meningkatkan denyut jantung, alkohol menguras vitamin B yang mendukung sistem saraf, dan nikotin bersifat neurostimulan yang justru membangkitkan semangat.
Berikut ini adalah beberapa kondisi medis yang dapat menjadi pemicu insomnia :
o Sindrom pain kronis
o Sindrom kelelahan kronis
o Gagal jantung
o Angina di malam hari akibat penyakit jantung
o Acid reflux disease (GERD)
o Gangguan pulmonari kronis (COPD)
o Asma nocturnal
o Gangguan tidur apnea
o Penyakit-penyakit degeneratif seperti Parkinson, dan Alzheimer
o Tumor otak, stroke, atau trauma otak
Faktor-Faktor yang Memperparah
Faktor yang dapat semakin memperparah insomnia adalah adanya kesalahan konsepsi mengenai tidur normal dan adanya kekhawatiran yang berlebihan tentang efek percabangan dari kekurangan tidur terhadap kehidupan sehari-harinya. Akibatnya, individu dengan insomnia akan menjadi lebih terobsesi dengan tidurnya sendiri dan mencoba terlalu keras agar dirinya bisa tertidur. Keyakinan-keyakinan irasional ini seringkali perilaku-perilaku yang merusak tidur seperti membalas dendam kekurangan tidur di malam sebelumnya dengan tidur siang di hari berikutnya atau tidur terlampau larut yang akan merusak keseimbangan alami kebutuhan tidur mereka serta merusak kebiasaan jam tidur mereka.
Berikut ini adalah beberapa kesalahan anggapan mengenai tidur :
Kita membutuhkan sedikitnya delapan jam tidur setiap malam
Kita harus menggantikan tidur yang kurang dengan menambah jam tidur pada kesempatan lain
Obat tidur dapat membantu kita untuk tertidur
Minum minuman beralkohol dapat membantu kita untuk tertidur
Masalah tidur bukanlah suatu hal yang serius
Insomnia akan hilang dengan sendirinya jika kita mengabaikannya
Kelompok Yang Beresiko Tinggi Mengalami Insomnia
Penelitian yang dilakukan oleh Strine menunjukkan bahwa wanita memiliki kesempatan 2,4 kali lebih besar untuk mengalami insomnia daripada pria. Namun hingga saat ini masih belum diketahui faktor-faktor apa saja yang menyebabkan hal tersebut. Berikut ini adalah kelompok-kelompok tertentu yang memiliki resiko lebih tinggi untuk mengalami insomnia :
• Orang yang sedang bepergian
• Pekerja dengan sistem kerja shift yang sering bergantian shift
• Lanjut Usia
• Pelajar atau remaja
• Wanita hamil
• Wanita yang sudah mengalami menopause
Dampak Insomnia
Berikut ini adalah beberapa dampak yang ditimbulkan oleh insomnia :
Turunnya produktivitas kerja individu
Kualitas hidup yang menurun
Kesehatan fisik menurun
Depresi
Gangguan konsentrasi
Kualitas hubungan interpersonal dengan orang lain memburuk
Secara tidak langsung dapat meningkatkan angka kecelakaan lalu lintas
Riwayat Klinis Pasien
Riwayat Tidur Pasien
Yang tercakup di sini adalah hal-hal yang berkaitan dengan kebiasaan tidur pasien, antara lain :
Timing dari Insomnia
Pasien harus ditanyai mengenai kesulitan tidur apapun yang dialaminya, frekuensi bangun lebih awal di pagi hari, problem untuk mengawali tidur, dan apakah pasien merasa mengantuk saat mereka di tempat tidur.
Jadwal Tidur
Pasien harus ditanyai jam berapa biasanya mereka tidur di malam hari dan jam berapa dia terbangun di pagi hari.
Lingkungan Sekitar Saat Tidur
Pasien harus ditanyai mengenai kondisi-kondisi sekitarnya seperti temperatur, kenyamanan tempat tidur, kebisingan, dan pencahayaan. Dapat ditanyakan juga apakah pasien merasa nyaman tidur di tempat tidurnya sendiri atau merasa lebih nyaman tidur di kursi atau di lingkungan yang asing.
Kebiasaan Tidur
Yang harus ditanyakan antara lain aktivitas-aktivitas yang dilakukan sebelum tidur dan apa yang dilakukan ketika ia tidak bisa tertidur atau ketika terbangun pada tengah malam.
Indikasi Gangguan Tidur Lainnya
Pasien juga harus ditanyai apakah ia memiliki gangguan tidur lain seperti apnea dan sindrom restless.
Efek Yang Dirasakan Pada Siang Hari
Apakah pasien memiliki keluhan-keluhan seperti kepenatan, kelelahan, kekurangan energi, merasa terganggu, penurunan performansi kerja, dan kesulitan konsentrasi.
Pendekatan Medis dalam Penanganan Insomnia
Pada awal abad ke 19, pengobatan untuk insomnia adalah dengan menggunakan alkohol dan obat-obatan opioid. Pada akhir abad ke 19, digunakan kombinasi antara kloral hidrat dan alkohol, dan di awal abad ke 20, barbiturat digunakan hingga sampai pada awal tahun 1960an ketika Benzodiazepine Reseptor Agonists (BZRAs) pertama kali diakui manjur untuk mengobati pasien-pasien insomnia.
Benzodiazepin Receptor Agonist (BzRA)
Merupakan pengobatan untuk insomnia yang paling umum digunakan, yang bekerja pada reseptor GABA. BZRA digolongkan menjadi tiga tipe yaitu tipe long-acting misalnya flurazepam dan quazepam, intermediate-acting misalnya temazepam dan estazolam dan short-acting misalnya triazolam. Penggunaan BZRAs tipe intermediate-acting hingga saat ini masih dapat ditemukan. Namun pada saat ini penggunaan flurazepam dan quazepam sudah jarang karena adanya efek samping berupa sedasi sepanjang hari, kerusakan kognisi, dan peningkatan resiko jatuh bagi pasien yang berusia lanjut.
Sedatif-hipnotik, Nonbenzodiazepin Reseptor Agonist
Obat-obatan ini memiliki struktur nonbenzodiazepin dan mengikat subunit alpha1 dari resptor GABA dengan lebih spesifik. Jenis obat-obatan yang dipakai antara lain :
Zaleplon
Sedatif-hipnotik dari kelas pyrazolopyrimidin, memiliki waktu aksi yang sangat singkat, merupakan pilihan yang cocok untuk pengobatan gangguan dalam memulai tidur.
Peringatan : kegagalan penurunan insomnia setelah 7-10 hari mengindikasikan perlunya evaluasi lebih lanjut pada penyakit medis atau psikiatris primer, batas penggunaan adalah 7-10 hari, sakit kepala pada pasien yang menunjukkan sinyal-sinyal atau simptom depresi saat menggunakan dosis 20 mg hs.
Zolpidem
Sedatif-hipnotik dari kelas imidazopyridin, memiliki waktu aksi yang cepat, pilihan pertama dalam pengobatan gangguan memulai tidur, tidak memiliki efek sedasi residual yang signifikan di pagi hari.
Peringatan : pengawasan harus dilakukan pada orang-orang tua dengan performansi motor atau kognitif yang lemah, obat harus ditelan sekaligus (tidak boleh dibagi, dikunyah, atau dihancurkan).
Eszopiclone
Nonbenzodiazepin dari kelas cyclopyrolone. Mekanisme dari obat ini masih belum diketahui namun diyakini bahwa eszopiclone berinteraksi dengan reseptor GABA dalam mengikat domain-domain yang berada di dekat reseptor benzodiazepin. Digunakan untuk meningkatkan kemampuan untuk mempertahankan tidur.
Peringatan : bisa menyebabkan disgeusia, sakit kepala, atau simptom mirip flu, efek-efek samping yang langka ketika digunakan bersama dengan hipnotik seperti amnesia jangka pendek, kebingungan, agitasi, halusinasi, depresi semakin memburuk, atau pikiran-pikiran bunuh diri, dosis yang tinggi dapat menyebabkan efek euforik yang mirip pada penggunaan diazepam 20 mg, kecemasan, mimpi-mimpi tidak normal, kemuakan, dan sakit perut mungkin terjadi sekitar 48 jam setelah penggunaan yang tidak diteruskan, harus digunakan secara hati-hati saat mengoperasikan mesin atau saat sedang mengendarai mobil.
Triazolam
Menekan semua tingkatan CNS, kemungkinan dengan meningkatkan aktivitas GABA.
Peringatan : penggunaan yang hati-hati dan perlunya pengawasan bagi penderita disfungsi hati, menurunkan level albumin, penyakit-penyakit renal atau pulmonari, dapat menyebabkan sedasi sepanjang hari, kerusakan kognisi, dan meningkatnya resiko jatuh pada pasien yang sudah tua; penggunaan secara hati-hati bersama dengan depresan CNS lainnya.
Estazolam
Memiliki waktu aksi yang lambat dan durasi yang lama, bagus bagi penderita insomnia dengan kesulitan untuk mempertahankan tidur.
Peringatan : penggunaan hati-hati pada pasien yang mengalami depresi; efek samping yang umumnya terjadi termasuk mengantuk, hipokinesia, pusing, dan koordinasi tidak normal.
Temazepam
Memiliki waktu aksi dan waktu paro lebih lama, dapat membantu pasien insomnia dengan kesulitan untuk mempertahankan tidur.
Peringatan : gunakan secara hati-hati pada pasien depresi; efek samping umumnya ringan termasuk mengantuk, sakit kepala, gugup, dan pusing; penggunaan hati-hati bersama dengan depresan CNS lainnya, menurunkan level albumin, atau penyakit hati (dapat meningkatkan toksisitas).
Amitriptylin
Antidepresan trisiklik dengan efek sedatif. Menghambat reuptake dari serotonin dan norepinephrin pada membran neuronal presinaptik, yang meningkatkan konsentrasi di dalam CNS.
Peringatan : efek samping yang umum terjadi adalah antikolinergik (retensi urine, konstipasi, dan pandangan kabur); penggunaan hati-hati pada gangguan konduksi lambung dan sejarah hipertiroidisme, kerusakan renal atau hepar, hindari pemakaian pada orang yang sudah lanjut usia.
Doxepin
Meningkatkan konsentrasi serotonin dan norepinephrine di dalam CNS dengan menghambat proses reuptake yang dilakukan oleh membran neuronal presinaptik.
Peringatan : hati-hati terhadap penyakit kardiovaskular, gangguan konduksi, retensi urin, hipertiroidisme, dan pasien yang mendapatkan pengganti tiroid.
Nortriptylin
Terbukti efektif dalam usaha pengobatan sakit kronis. Dengan menghambat reuptake serotonin dan norepinephrin yang dilakukan oleh membran neuronal presinaptik, obat ini meningkatkan konsentrasi sinaptik neurotransmitter di dalam CNS.
Peringatan : hati-hati terhadap gangguan konduksi lambung dan riwayat hipertiroidisme, kerusakan hepatis atau renal, hindari pemakaian pada orang yang sudah lanjut usia.
Trazodon
Antidepresan non-trisiklik dengan waktu aksi yang singkat. Antagonis bagi reseptor 5-HT2 dan menghambat reuptake 5-HT.
Peringatan : efek samping yang umumnya terjadi antara lain mulut kering, pandangan kabur, konstipasi (sembelit), dan retensi urin; priapisme; hipotensi; dapat menyebabkan kantuk dan pusing, pasien yang menjalani pengobatan ini harus berhati-hati saat mengemudi atau saat sedang melakukan aktivitas-aktivitas lain yang membutuhkan kesiagaan, koordinasi atau ketangkasan.
Nefazodon
Ditarik dari pasaran pada Mei 2004 karena adanya resiko hepatotoxicity.
Peringatan : hati-hati terhadap penyakit lambung, penyakit serebrovaskular; hentikan terapi jika terjadi priapisme.
Mirtazapin
Menunjukkan aktivitas noradregenik dan serotonergik. Mirtazapine bertindak sebagai antagonis reseptor alpha2-adrenergic, sekaligus juga sebagai antagonis poten reseptor postsynaptic 5-HT2 dan 5-HT3. Akibatnya, mirtazapine bisa menstimulasi pelepasan norepinephrine dan serotonin.
Peringatan : dapat menyebabkan kantuk; hentikan pemakaian jika pasien menunjukkan gejala-gejala infeksi tenggorokan, demam, dan gejala-gejala lain; ide bunuh diri yang melekat dengan depresi; neutropenia.
Ramelteon
o Ramelteon bekerja pada potensi reseptor agonist MT1/MT2 yang selektif
o Tidak menyebabkan kecanduan, toleransi, penyalahgunaan dan efek samping negatif seperti pada obat-obatan BZRA
o Merupakan anti-insomnia pertama dengan kandungan yang tidak mengontrol
Ramelteon telah diakui oleh Badan Administrasi Makanan dan Obat Amerika Serikat (FDA) pada bulan Juli 2005 sebagai obat resep untuk gangguan tidur pertama dan satu-satunya anti insomnia yang bukan merupakan obat yang dikontrol dan tidak menunjukkan bukti terjadinya penyalahgunaan dan ketergantungan.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penggunaan antidepresan sedatif-hipnotik antara lain :
Penggunaannya sebaiknya dalam dosis efektif minimal
Penggunaan di malam hari harus dikurangi pada sebagian besar pasien
Obat-obatan sedatif-hipnotik dapat digunakan hingga 3-4 minggu
Lebih disarankan menggunakan obat-obatan hipnotik yang bebas efek residual di pagi hari
Obat-obatan hipnotik seperti zolpidem, zaleplon, triazolam, dan eszopiclone lebih disarankan jika permasalahan yang dialami adalah kesulitan untuk tidur. Jika penggunaannya untuk mempertahankan kondisi tidur sebaiknya menggunakan obat hipnotik yang memiliki waktu aksi lebih panjang seperti zolpidem-CR dan eszopiclone. Jika pasien mengalami depresi, antidepresan dengan efek menenangkan seperti trazodone dan mirtazapine dapat dipergunakan.
Obat-obatan hipnotik tidak boleh digunakan bersama dengan alkohol karena dapat menimbulkan sedasi berlebihan atau timbulnya parasomnia
Tidak boleh digunakan pada ibu hamil
Penggunaan benzodiazepin harus secara hati-hati pada pasien yang menderita apnea karena dapat memperburuk keadaannya
Pada pasien yang berusia lanjut sebaiknya diberikan dengan dosis yang kecil
Pada sebagian besar pasien, resiko ketergantungan adalah rendah. Namun, harus dihindari penggunaan obat-obatan hipnotik ini pada pasien dengan sejarah penyalahgunaan zat
Pada beberapa pasien mungkin akan terjadi rebound jika penggunaan obat-obatan ini dihentikan secara tiba-tiba. Oleh karena itu lebih disarankan menggunakan dosis yang kecil untuk mengurangi resiko rebound
Daftar Rujukan:
Nevid, Jeffrey S, et all. 2005. Psikologi Abnormal Edisi ke-5 jilid 2. Jakarta : Erlangga
Trull, Timothy J. 2005. Clinical Psychology 7th Edition. USA : Thomson Learning, Inc.
Passaro, Erasmo A. 2008. Insomnia. (Online : )
Susilowati, Pudji. 2008. Insomnia : Kategori Klinis. (Online : )
www.emedicinehealth.com/insomnia/page2_em.htm#Insomnia%20Causes
Tidur merupakan salah satu kebutuhan yang sang sangat penting bagi manusia karena tidur mengendalikan irama kehidupan kita sehari-hari. Setiap manusia menghabiskan paling tidak seperempat atu sepertiga dari harinya untuk tidur.
Tidur adalah suatu proses yang diperlukan oleh manusia untuk terjadinya pembentukan sel-sel tubuh yang baru, perbaikan sel-sel yang telah rusak (natural healing mechanism), memberi waktu organ tubuh untuk beristirahat maupun untuk menjaga keseimbangan metabolisme dan biokimiawi tubuh.
Bagi sebagian besar orang tidur adalah pekerjaan yang mudah semudah membalikkan telapak tangan, namun bagi sebagian orang tidur merupakan suatu hal yang sangat sulit. Di Amerika, satu dari tiga orang dewasa melaporkan kesulitan untuk tertidur dan atau menjaga agar tetap tertidur, dengan 17% diantaranya melaporkan masalah ini sebagai hal yang signifikan. Kondisi sulit tidur saat ini lebih populer disebut sebagi insomnia.
Dari pengamatan penulis, jumlah penderita insomnia tidak pernah mengalami penurunan bahkan cenderung semakin meningkat tiap tahunnya dan ada kemungkinan semakin meningkat. Beberapa ahli menyebutkan bahwa insomnia merupakan simptom sekunder dari depresi yang akan hilang dengan sendirinya jika kita mampu mengatasi penyebab utama dari depresi yang dialami pasien.
Menurut pendapat penulis, insomnia adalah suatu kondisi yang bisa menjadi sebab sekaligus juga menjadi akibat dari depresi. Seseorang yang menderita insomnia akan mengalami kelelahan yang berlebihan di mana hal ini dapat mengganggu aktivitas keseharian pasien, produktivitas kerja menurun, hilang konsentrasi, bahkan dapat juga muncul penyakit-penyakit berbahaya akibat insomnia, kondisi-kondisi seperti ini kemungkinan dapat menimbulkan perasaan tidak nyaman dan tertekan yang berujung depresi. Sebaliknya, individu yang sedang mengalami depresi akibat dari permasalahan-permasalahan yang sedang dihadapinya akan sulit tertidur karena ia terus-menerus merasa gelisah, hal ini dapat mengganggu siklus tidurnya dan jika individu tidak dapat segera mengatasi permasalahan yang sedang dihadapinya, siklus tidurnya akan menjadi berantakan samasekali.
Insomnia
Pengertian
Secara etimologi, istilah insomnia berasal dari bahasa Latin in-, yang artinya ‘tidak’ atau ‘tanpa’ dan somnus yang artinya ‘tidur’. Sedangkan menurut DSM-IV (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder-IV) mendefinisikan insomnia sebagai kesulitan yang berulang untuk memulai tidur, mempertahankan tidur, merasa tidak segar saat bangun di pagi hari dan mengalami suatu episode tidur dengan kualitas yang buruk. Di dalam DSM-IV-TR (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder-IV-Text Revision), insomnia diklasifikasikan ke dalam axis I yaitu, Gangguan Klinis atau Kondisi-Kondisi Lainnya Yang Mungkin Menjadi Fokus Perhatian Klinis dan masuk ke dalam kategori gangguan tidur.
.
Klasifikasi Insomnia
The International Classification of Sleep Disorder mengklasifikasikan insomnia ke dalam 11 kategori sebagai berikut :
1. Insomnia Akut
Insomnia kategori ini disebabkan oleh kondisi stres individu di mana stressor-stressornya dapat diidentifikasi, misalnya perubahan hubungan interpersonal, kehilangan orang dekat, stress kerja, kehilangan pekerjaan dan lain sebagainya. Insomnia jenis ini dapat hilang dengan sendirinya ketika individu dapat menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang dialaminya atau individu mampu beradaptasi dengan kondisi-kondisi tersebut.
2. Insomnia Kronis
Ciri-ciri dari insomnia kronis adalah kesulitan yang berulang untuk memulai tidur, mempertahankan tidur, durasi tidur yang tidak teratur, dan mengalami tidur yang berkualitas buruk yang terjadi secara terus-menerus selama paling tidak empat minggu dan mengakibatkan gangguan dalam kehidupan sehari-hari individu.
3. Insomnia Psikofisiologis (Insomnia Primer)
Para pasien memiliki kecenderungan untuk sulit tidur atau terjadi peningkatan pergerakan di atas tempat tidur (gelisah) yang diindikasikan oleh satu atau lebih kondisi di bawah ini :
Fokus yang terlalu berlebihan dan kecemasan mengenai tidur
Kesulitan untuk tertidur ketika ada keinginan untuk tidur, tapi tidak mengalami kesulitan tidur di tengah aktivitas-aktivitas yang membosankan di mana sebenarnya individu tersebut tidak memiliki keinginan tidur
Lebih mudah tidur selain di rumahnya sendiri
Tidak mampu merilekskan tubuh saat akan tidur
4. Insomnia Paradoksial
o Pasien melaporkan adanya pola yang kronis yaitu tidur yang terlalu singkat atau samasekali tidak tidur setiap malamnya. Biasanya pola ini diselingi dengan tidur normal selama beberapa hari kemudian hari-hari berikutnya pasien kembali tidak bisa tidur.
o Pasien dengan insomnia jenis ini dapat menyadari keadaan di sekitarnya meskipun dalam keadaan tertidur, misalnya pasien masih dapat mendengar suara-suara berisik di sekitarnya saat ia tidur.
5. Insomnia Akibat Kondisi Medis
Individu mengalami insomnia karena ia memiliki penyakit tertentu yang menyebabkan tidurnya terganggu.
6. Insomnia Akibat Gangguan Mental
Insomnia kadang-kadang dihubungkan dengan gangguan mental, pada beberapa kasus, insomnia muncul beberapa hari atau beberapa hari sebelum munculnya gangguan mental.
7. Insomnia Akibat Penyalahgunaan Obat dan Zat
Penderita memiliki riwayat atau sedang mengalami ketergantungan akibat penyalahgunaan zat di mana diketahui zat-zat tersebut memiliki efek samping yang dapat mengganggu tidurnya.
8. Insomnia Yang Tidak Diakibatkan Zat ataupun Kondisi Fisiologis, Tidak Terspesifikasi
Diagnosis ini digunakan untuk bentuk-bentuk insomnia yang tidak dapat diklasifikasikan di manapun dalam ICSD-2.
9. Tidur yang Tidak Cukup
Penyebab :
o Jadwal tidur yang tidak teratur.
o Penggunaan rutin produk-produk yang mengandung alkohol, nikotin,atau kafein, khususnya sesaat sebelum tidur.
o Melakukan sesuatu yang menstimulasi mental, aktivitas fisik, atau aktivitas yang mengecewakan emosi sesaat sebelum tidur.
o Sering menggunakan tempat tidur untuk melakukan aktivitas-aktivitas selain tidur.
o Kegagalan untuk menciptakan lingkungan yang sesuai untuk tidur.
10. Insomnia Idiopatis
Insomnia jenis ini merupakan efek jangka panjang dari insomnia yang dialami sejak masa kanak-kanak.
11. Perilaku Insomnia pada Anak-Anak
o Tipe 1
Anak-anak membutuhkan kondisi-kondisi khusus agar bisa tertidur
Anak-anak terbangun di tengah malam dan memerlukan campur tangan orangtua agar ia dapat tertidur kembali
o Tipe 2
Anak-anak kesulitan untuk mulai tidur atau tidak dapat mempertahankan tidurnya
Anak-anak menolak untuk tidur pada waktuyang sudah ditentukan atau menolak untuk kembali ke tempat tidurnya setelah terbangun di tengah malam
FISIOLOGI TIDUR
Fisiologi tidur dapat diterangkan melalui gambaran aktivitas sel-sel otak selama tidur. Aktivitas tersebut dapat direkam dalam alat EEG. Untuk merekam tidur, cara yang dipakai adalah dengan EEG Polygraphy. Dengan cara ini kita tidak saja merekam
gambaran aktivitas sel otak (EEG), tetapi juga merekam gerak bola mata (EOG) dan tonus otot (EMG). Di dalam otak, terdapat empat macam gelombang, yaitu :
1. Gelombang Alfa
Pada keadaan mata tertutup dan relaks, gelombang Alfa akan muncul, dan akan menghilang sesaat kita membuka mata.
2. Gelombang Beta
Gelombang ini merupakan gelombang dominan pada keadaan terjaga terutama bila mata terbuka. Pada keadaan tidur REM juga muncul gelombang Beta.
3. Gelombang Teta
Gelombang Teta dengan amplitudo rendah tampak pada keadaan terjaga pada anak-anak sampai usia 25 tahun dan usia lanjut di atas 60 tahun. Pada keadaan normal orang dewasa, gelombang teta muncul pada keadaan tidur (stadium 1, 2, 3, 4).
4. Gelombang Delta
Pada keadaan normal, gelombang Delta muncul pada keadaan tidur (stadium 2, 3, 4).
STADIUM TIDUR
1. Stadium Jaga (Stadium W = wake)
EEG : Pada keadaan relaks, mata tertutup, gambaran didominasi oleh gelombang Alfa.
EOG : Biasanya gerakan mata berkurang. Kadang-kadang terdapat artefak yang disebabkan oleh gerakan kelopak mata.
EMG : Kadang-kadang tonus otot meninggi.
2. Stadium 1
EEG : Biasanya terdiri dari gelombang campuran Alfa, Beta dan kadang-kadang Teta.
EOG : Tak terlihat aktifitas bola mata yang cepat.
EMG : Tonus otot menurun dibandingkan dengan pada Stadium W.
3. Stadium 2
EEG : Biasanya terdiri dan gelombang campuran Alfa, Teta dan Delta.
EOG : Tak terdapat aktivitas bola mata yang cepat.
EMG : Kadang-kadang terlihat peningkatan tonus otot secara tiba-tiba, menunjukkan bahwa otot-otot tonik belum seluruhnya dalam keadaan rileks.
4. Stadium 3
EEG : Persentase gelombang Delta berada antara 20 - 50%.
EOG : Tak tampak aktivitas bola mata yang cepat.
EMG : Gambaran tonus otot yang lebih jelas dari stadium 2.
5. Stadium 4
EEG : Persentase gelombang Delta mencapai lebih dari 50%.
EOG : Tak tampak aktivitas bola mata yang cepat.
EMG : Tonus otot menurun dari pada stadium sebelumnya.
6. Stadium REM
EEG : Terlihat gelombang campuran Alfa, Beta dan Teta.
EOG : Terlihat gambaran REM (Rapid Eye Movement) yang
khas.
EMG : Tonus otot sangat rendah
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Insomnia
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi insomnia antara lain adalah faktor-faktor genetis dan neurobiologis. Beberapa penelitian mengindikasikan kerentanan genetis yang berbeda-beda terhadap pengaruh-pengaruh eksogenus seperti caffeine, rokok, dan stress. Penelitian-penelitian klinis juga menunjukkan bahwa pasien-pasien dengan insomnia kronis menunjukkan kecenderungan peningkatan aktivitas otak. Lebih jauh lagi, pasien-pasien dengan insomnia memliki suhu tubuh, urine dan sekresi adrenalin yang lebih tinggi dibandingkan dengan pasien tanpa insomnia.
Insomnia juga dipengaruhi oleh lingkungan fisik yang dapat berupa suara bising didekat tempat tinggal, misalnya bunyi mesin pabrik atau kereta api yang melintas. Suhu lingkungan yang terlalu panas atau dingin, demikian pula perubahan suasana lingkungan, dapat pula menimbulkan insomnia.
Faktor-Faktor yang Memicu
Faktor-faktor yang memicu insomnia antara lain adalah terjadinya perubahan struktur kimia otak dan hormon otak, serta adanya gangguan psikiatrik seperti kecemasan, depresi dan pemakaian zat-zat tertentu.
Terlalu banyak minum kopi atau minuman berkafein, mengisap rokok, atau minum minuman beralkohol menjelang tidur, dapat memicu insomnia. Kafein dapat meningkatkan denyut jantung, alkohol menguras vitamin B yang mendukung sistem saraf, dan nikotin bersifat neurostimulan yang justru membangkitkan semangat.
Berikut ini adalah beberapa kondisi medis yang dapat menjadi pemicu insomnia :
o Sindrom pain kronis
o Sindrom kelelahan kronis
o Gagal jantung
o Angina di malam hari akibat penyakit jantung
o Acid reflux disease (GERD)
o Gangguan pulmonari kronis (COPD)
o Asma nocturnal
o Gangguan tidur apnea
o Penyakit-penyakit degeneratif seperti Parkinson, dan Alzheimer
o Tumor otak, stroke, atau trauma otak
Faktor-Faktor yang Memperparah
Faktor yang dapat semakin memperparah insomnia adalah adanya kesalahan konsepsi mengenai tidur normal dan adanya kekhawatiran yang berlebihan tentang efek percabangan dari kekurangan tidur terhadap kehidupan sehari-harinya. Akibatnya, individu dengan insomnia akan menjadi lebih terobsesi dengan tidurnya sendiri dan mencoba terlalu keras agar dirinya bisa tertidur. Keyakinan-keyakinan irasional ini seringkali perilaku-perilaku yang merusak tidur seperti membalas dendam kekurangan tidur di malam sebelumnya dengan tidur siang di hari berikutnya atau tidur terlampau larut yang akan merusak keseimbangan alami kebutuhan tidur mereka serta merusak kebiasaan jam tidur mereka.
Berikut ini adalah beberapa kesalahan anggapan mengenai tidur :
Kita membutuhkan sedikitnya delapan jam tidur setiap malam
Kita harus menggantikan tidur yang kurang dengan menambah jam tidur pada kesempatan lain
Obat tidur dapat membantu kita untuk tertidur
Minum minuman beralkohol dapat membantu kita untuk tertidur
Masalah tidur bukanlah suatu hal yang serius
Insomnia akan hilang dengan sendirinya jika kita mengabaikannya
Kelompok Yang Beresiko Tinggi Mengalami Insomnia
Penelitian yang dilakukan oleh Strine menunjukkan bahwa wanita memiliki kesempatan 2,4 kali lebih besar untuk mengalami insomnia daripada pria. Namun hingga saat ini masih belum diketahui faktor-faktor apa saja yang menyebabkan hal tersebut. Berikut ini adalah kelompok-kelompok tertentu yang memiliki resiko lebih tinggi untuk mengalami insomnia :
• Orang yang sedang bepergian
• Pekerja dengan sistem kerja shift yang sering bergantian shift
• Lanjut Usia
• Pelajar atau remaja
• Wanita hamil
• Wanita yang sudah mengalami menopause
Dampak Insomnia
Berikut ini adalah beberapa dampak yang ditimbulkan oleh insomnia :
Turunnya produktivitas kerja individu
Kualitas hidup yang menurun
Kesehatan fisik menurun
Depresi
Gangguan konsentrasi
Kualitas hubungan interpersonal dengan orang lain memburuk
Secara tidak langsung dapat meningkatkan angka kecelakaan lalu lintas
Riwayat Klinis Pasien
Riwayat Tidur Pasien
Yang tercakup di sini adalah hal-hal yang berkaitan dengan kebiasaan tidur pasien, antara lain :
Timing dari Insomnia
Pasien harus ditanyai mengenai kesulitan tidur apapun yang dialaminya, frekuensi bangun lebih awal di pagi hari, problem untuk mengawali tidur, dan apakah pasien merasa mengantuk saat mereka di tempat tidur.
Jadwal Tidur
Pasien harus ditanyai jam berapa biasanya mereka tidur di malam hari dan jam berapa dia terbangun di pagi hari.
Lingkungan Sekitar Saat Tidur
Pasien harus ditanyai mengenai kondisi-kondisi sekitarnya seperti temperatur, kenyamanan tempat tidur, kebisingan, dan pencahayaan. Dapat ditanyakan juga apakah pasien merasa nyaman tidur di tempat tidurnya sendiri atau merasa lebih nyaman tidur di kursi atau di lingkungan yang asing.
Kebiasaan Tidur
Yang harus ditanyakan antara lain aktivitas-aktivitas yang dilakukan sebelum tidur dan apa yang dilakukan ketika ia tidak bisa tertidur atau ketika terbangun pada tengah malam.
Indikasi Gangguan Tidur Lainnya
Pasien juga harus ditanyai apakah ia memiliki gangguan tidur lain seperti apnea dan sindrom restless.
Efek Yang Dirasakan Pada Siang Hari
Apakah pasien memiliki keluhan-keluhan seperti kepenatan, kelelahan, kekurangan energi, merasa terganggu, penurunan performansi kerja, dan kesulitan konsentrasi.
Pendekatan Medis dalam Penanganan Insomnia
Pada awal abad ke 19, pengobatan untuk insomnia adalah dengan menggunakan alkohol dan obat-obatan opioid. Pada akhir abad ke 19, digunakan kombinasi antara kloral hidrat dan alkohol, dan di awal abad ke 20, barbiturat digunakan hingga sampai pada awal tahun 1960an ketika Benzodiazepine Reseptor Agonists (BZRAs) pertama kali diakui manjur untuk mengobati pasien-pasien insomnia.
Benzodiazepin Receptor Agonist (BzRA)
Merupakan pengobatan untuk insomnia yang paling umum digunakan, yang bekerja pada reseptor GABA. BZRA digolongkan menjadi tiga tipe yaitu tipe long-acting misalnya flurazepam dan quazepam, intermediate-acting misalnya temazepam dan estazolam dan short-acting misalnya triazolam. Penggunaan BZRAs tipe intermediate-acting hingga saat ini masih dapat ditemukan. Namun pada saat ini penggunaan flurazepam dan quazepam sudah jarang karena adanya efek samping berupa sedasi sepanjang hari, kerusakan kognisi, dan peningkatan resiko jatuh bagi pasien yang berusia lanjut.
Sedatif-hipnotik, Nonbenzodiazepin Reseptor Agonist
Obat-obatan ini memiliki struktur nonbenzodiazepin dan mengikat subunit alpha1 dari resptor GABA dengan lebih spesifik. Jenis obat-obatan yang dipakai antara lain :
Zaleplon
Sedatif-hipnotik dari kelas pyrazolopyrimidin, memiliki waktu aksi yang sangat singkat, merupakan pilihan yang cocok untuk pengobatan gangguan dalam memulai tidur.
Peringatan : kegagalan penurunan insomnia setelah 7-10 hari mengindikasikan perlunya evaluasi lebih lanjut pada penyakit medis atau psikiatris primer, batas penggunaan adalah 7-10 hari, sakit kepala pada pasien yang menunjukkan sinyal-sinyal atau simptom depresi saat menggunakan dosis 20 mg hs.
Zolpidem
Sedatif-hipnotik dari kelas imidazopyridin, memiliki waktu aksi yang cepat, pilihan pertama dalam pengobatan gangguan memulai tidur, tidak memiliki efek sedasi residual yang signifikan di pagi hari.
Peringatan : pengawasan harus dilakukan pada orang-orang tua dengan performansi motor atau kognitif yang lemah, obat harus ditelan sekaligus (tidak boleh dibagi, dikunyah, atau dihancurkan).
Eszopiclone
Nonbenzodiazepin dari kelas cyclopyrolone. Mekanisme dari obat ini masih belum diketahui namun diyakini bahwa eszopiclone berinteraksi dengan reseptor GABA dalam mengikat domain-domain yang berada di dekat reseptor benzodiazepin. Digunakan untuk meningkatkan kemampuan untuk mempertahankan tidur.
Peringatan : bisa menyebabkan disgeusia, sakit kepala, atau simptom mirip flu, efek-efek samping yang langka ketika digunakan bersama dengan hipnotik seperti amnesia jangka pendek, kebingungan, agitasi, halusinasi, depresi semakin memburuk, atau pikiran-pikiran bunuh diri, dosis yang tinggi dapat menyebabkan efek euforik yang mirip pada penggunaan diazepam 20 mg, kecemasan, mimpi-mimpi tidak normal, kemuakan, dan sakit perut mungkin terjadi sekitar 48 jam setelah penggunaan yang tidak diteruskan, harus digunakan secara hati-hati saat mengoperasikan mesin atau saat sedang mengendarai mobil.
Triazolam
Menekan semua tingkatan CNS, kemungkinan dengan meningkatkan aktivitas GABA.
Peringatan : penggunaan yang hati-hati dan perlunya pengawasan bagi penderita disfungsi hati, menurunkan level albumin, penyakit-penyakit renal atau pulmonari, dapat menyebabkan sedasi sepanjang hari, kerusakan kognisi, dan meningkatnya resiko jatuh pada pasien yang sudah tua; penggunaan secara hati-hati bersama dengan depresan CNS lainnya.
Estazolam
Memiliki waktu aksi yang lambat dan durasi yang lama, bagus bagi penderita insomnia dengan kesulitan untuk mempertahankan tidur.
Peringatan : penggunaan hati-hati pada pasien yang mengalami depresi; efek samping yang umumnya terjadi termasuk mengantuk, hipokinesia, pusing, dan koordinasi tidak normal.
Temazepam
Memiliki waktu aksi dan waktu paro lebih lama, dapat membantu pasien insomnia dengan kesulitan untuk mempertahankan tidur.
Peringatan : gunakan secara hati-hati pada pasien depresi; efek samping umumnya ringan termasuk mengantuk, sakit kepala, gugup, dan pusing; penggunaan hati-hati bersama dengan depresan CNS lainnya, menurunkan level albumin, atau penyakit hati (dapat meningkatkan toksisitas).
Amitriptylin
Antidepresan trisiklik dengan efek sedatif. Menghambat reuptake dari serotonin dan norepinephrin pada membran neuronal presinaptik, yang meningkatkan konsentrasi di dalam CNS.
Peringatan : efek samping yang umum terjadi adalah antikolinergik (retensi urine, konstipasi, dan pandangan kabur); penggunaan hati-hati pada gangguan konduksi lambung dan sejarah hipertiroidisme, kerusakan renal atau hepar, hindari pemakaian pada orang yang sudah lanjut usia.
Doxepin
Meningkatkan konsentrasi serotonin dan norepinephrine di dalam CNS dengan menghambat proses reuptake yang dilakukan oleh membran neuronal presinaptik.
Peringatan : hati-hati terhadap penyakit kardiovaskular, gangguan konduksi, retensi urin, hipertiroidisme, dan pasien yang mendapatkan pengganti tiroid.
Nortriptylin
Terbukti efektif dalam usaha pengobatan sakit kronis. Dengan menghambat reuptake serotonin dan norepinephrin yang dilakukan oleh membran neuronal presinaptik, obat ini meningkatkan konsentrasi sinaptik neurotransmitter di dalam CNS.
Peringatan : hati-hati terhadap gangguan konduksi lambung dan riwayat hipertiroidisme, kerusakan hepatis atau renal, hindari pemakaian pada orang yang sudah lanjut usia.
Trazodon
Antidepresan non-trisiklik dengan waktu aksi yang singkat. Antagonis bagi reseptor 5-HT2 dan menghambat reuptake 5-HT.
Peringatan : efek samping yang umumnya terjadi antara lain mulut kering, pandangan kabur, konstipasi (sembelit), dan retensi urin; priapisme; hipotensi; dapat menyebabkan kantuk dan pusing, pasien yang menjalani pengobatan ini harus berhati-hati saat mengemudi atau saat sedang melakukan aktivitas-aktivitas lain yang membutuhkan kesiagaan, koordinasi atau ketangkasan.
Nefazodon
Ditarik dari pasaran pada Mei 2004 karena adanya resiko hepatotoxicity.
Peringatan : hati-hati terhadap penyakit lambung, penyakit serebrovaskular; hentikan terapi jika terjadi priapisme.
Mirtazapin
Menunjukkan aktivitas noradregenik dan serotonergik. Mirtazapine bertindak sebagai antagonis reseptor alpha2-adrenergic, sekaligus juga sebagai antagonis poten reseptor postsynaptic 5-HT2 dan 5-HT3. Akibatnya, mirtazapine bisa menstimulasi pelepasan norepinephrine dan serotonin.
Peringatan : dapat menyebabkan kantuk; hentikan pemakaian jika pasien menunjukkan gejala-gejala infeksi tenggorokan, demam, dan gejala-gejala lain; ide bunuh diri yang melekat dengan depresi; neutropenia.
Ramelteon
o Ramelteon bekerja pada potensi reseptor agonist MT1/MT2 yang selektif
o Tidak menyebabkan kecanduan, toleransi, penyalahgunaan dan efek samping negatif seperti pada obat-obatan BZRA
o Merupakan anti-insomnia pertama dengan kandungan yang tidak mengontrol
Ramelteon telah diakui oleh Badan Administrasi Makanan dan Obat Amerika Serikat (FDA) pada bulan Juli 2005 sebagai obat resep untuk gangguan tidur pertama dan satu-satunya anti insomnia yang bukan merupakan obat yang dikontrol dan tidak menunjukkan bukti terjadinya penyalahgunaan dan ketergantungan.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penggunaan antidepresan sedatif-hipnotik antara lain :
Penggunaannya sebaiknya dalam dosis efektif minimal
Penggunaan di malam hari harus dikurangi pada sebagian besar pasien
Obat-obatan sedatif-hipnotik dapat digunakan hingga 3-4 minggu
Lebih disarankan menggunakan obat-obatan hipnotik yang bebas efek residual di pagi hari
Obat-obatan hipnotik seperti zolpidem, zaleplon, triazolam, dan eszopiclone lebih disarankan jika permasalahan yang dialami adalah kesulitan untuk tidur. Jika penggunaannya untuk mempertahankan kondisi tidur sebaiknya menggunakan obat hipnotik yang memiliki waktu aksi lebih panjang seperti zolpidem-CR dan eszopiclone. Jika pasien mengalami depresi, antidepresan dengan efek menenangkan seperti trazodone dan mirtazapine dapat dipergunakan.
Obat-obatan hipnotik tidak boleh digunakan bersama dengan alkohol karena dapat menimbulkan sedasi berlebihan atau timbulnya parasomnia
Tidak boleh digunakan pada ibu hamil
Penggunaan benzodiazepin harus secara hati-hati pada pasien yang menderita apnea karena dapat memperburuk keadaannya
Pada pasien yang berusia lanjut sebaiknya diberikan dengan dosis yang kecil
Pada sebagian besar pasien, resiko ketergantungan adalah rendah. Namun, harus dihindari penggunaan obat-obatan hipnotik ini pada pasien dengan sejarah penyalahgunaan zat
Pada beberapa pasien mungkin akan terjadi rebound jika penggunaan obat-obatan ini dihentikan secara tiba-tiba. Oleh karena itu lebih disarankan menggunakan dosis yang kecil untuk mengurangi resiko rebound
Daftar Rujukan:
Nevid, Jeffrey S, et all. 2005. Psikologi Abnormal Edisi ke-5 jilid 2. Jakarta : Erlangga
Trull, Timothy J. 2005. Clinical Psychology 7th Edition. USA : Thomson Learning, Inc.
Passaro, Erasmo A. 2008. Insomnia. (Online : )
Susilowati, Pudji. 2008. Insomnia : Kategori Klinis. (Online : )
www.emedicinehealth.com/insomnia/page2_em.htm#Insomnia%20Causes
Sunday, June 19, 2011
Hikikomori
Pendahuluan
Pada tahun 2000-an, sebuah penyakit sosial baru yang unik ditemukan di Jepang. Hikikomori, istilah tesebut diajukan oleh Tamaki Saito, seorang psikolog Jepang, untuk menyebut sebuah sindrom yang mengarah pada penarikan diri total di kalangan remaja Jepang. Menteri kesehatan Jepang mendefinisikan seorang hikikomori sebagai seseorang yang menolak untuk keluar dari rumah kedua orangtuanya dan mengisolasi diri mereka dari lingkungan sekitarnya sedikitnya selama enam bulan. Masa hikikomori bervariasi tergantung individu bersangkutan, beberapa remaja tetap mengisolasi diri mereka selama beberapa tahun, bahkan pada beberapa kasus hingga beberapa dekade.
Hikikomori lebih sering ditemukan pada keluarga menengah ke atas, biasanya menimpa anak laki-laki tertua, mereka menolak untuk keluar dari rumah orangtuanya setelah mengalami banyak episode traumatik dalam hidupnya atau mengalami kegagalan akademik. Menurut pendapat Sadatsugu Kudo, penulis buku Hey Hikikomori! It’s Time, Let’s go Out (2001), fenomena hikikomori sebenarnya sudah ada sejak dua puluh tahun yang lalu, dan dikenal dengan nama tokokyohi, yang mengarah pada perilaku dropout dari sekolah dan penolakan untuk bersekolah.
Dalam suatu penelitian untuk mengetahui distribusi usia seseorang yang melakukan hikikomori, diperoleh hasil sebagai berikut:
Usia Prosentase
10-15 tahun 8,4 %
16-20 tahun 19,8 %
21-25 tahun 20,8 %
26-30 tahun 18,2 %
31-35 tahun 10,2 %
36 ke atas 8,6 %
Tidak diketahui 14,1 %
Pada data tersebut diketahui bahwa para hikikomori yang berusia muda sangatlah sedikit, hanya 8,4 %, sangat jauh dari perkiraan untuk dikatakan sebagai ’penyakit remaja’. Prosentase terbesar justru terdapat pada kalangan yang berusia 21-25 tahun. Dari hasil tersebut dapat dapat disimpulkan bahwa hikikomori bukanlah ’penyakit remaja’ melainkan ’penyakit pelajar universitas’. Para ’hikikomori yang lebih tua’ ini mungkin memilih untuk menarik diri dari lingkungan sosialnya karena beberapa masalah yang menimpanya selama mereka masih sekolah ketika masih lebih muda, namun penarikan diri mereka tidak terdiagnosa sehingga mereka tetap melakukan isolasi diri selama beberapa tahun. Sebuah survey dilakukan untuk mengetahui berapa lama biasanya seseorang mengisolasi diri mereka, dan hasilnya sebagai berikut:
Waktu Prosentase
6 bulan-1 tahun 17,9 %
1-3 tahun 25,3 %
3-5 tahun 14,7 %
5-7 tahun 9,7 %
7-10 tahun 5,9 %
10 tahun ke atas 7,7 %
Tidak diketahui 17,8 %
Pembahasan
Simptom-Simptom
Di saat kebanyakan orang menghadapi tekanan-tekanan dari dunia luar, hikikomori justru bereaksi dengan menarik diri secara total dari kehidupan sosialnya. Remaja yang menarik diri secara sosial biasanya mengunci diri mereka di dalam kamar tidur dan menolak untuk melakukan kontak sosial dengan dunia luar. Mereka biasanya memiliki sedikit teman bahkan tidak memiliki samasekali. Hikikomori seringkali mengatur jadwal tidur mereka, biasanya mereka bangun pada sore hari dan pergi tidur menjelang pagi. Mereka memiliki jam tidur yang panjang pada siang hari, dan pada malam hari mereka menghabiskan waktu dengan menonton TV, menggambar, bermain game komputer, surfing internet, membaca, mendengarkan musik, dan aktivitas-aktivitas non-sosial lainnya. Karena hikikomori lebih menyukai aktivitas indoor daripada aktivitas outdoor, maka mereka lebih memilih untuk melakukan aktivitasnya pada malam hari. Belum ada data statistik resmi mengenai jumlah hikikomori, namun dipekirakan bahwa lebih dari satu juta remaja Jepang pernah atau sedang melakukan hikikomori.
Efek-Efek
• Pada Individu
Miskinnya kontak sosial dan rasa kesepian yang terlalu panjang memberikan efek pada mental para hikikomori, yang secara bertahap kehilangan keterampilan sosialnya, referensi sosial dan kebutuhan-kebutuhan lain untuk berinteraksi dengan dunia luar. Akibat kurangnya stimulus interpersonal, seorang hikikomori mengalami perkembangan yang stagnan dan terus-menerus melakukan hal yang sama dalam waktu yang lama.
• Pada keluarga
Memiliki anggota keluarga yang mengalami hikikomori seringkali menimbulkan rasa malu bagi keluarga tersebut. Sebagian besar orangtua hanya menunggu dan berharap anaknya akan mampu mengatasi permasalahannya dan kembali ke kehidupan sosial dengan keinginannya sendiri. Dalam beberapa tahun terakhir, tingginya perhatian media terhadap hikikomori menimbulkan stigma sosial bahwa hikikomori berkaitan dengan penyakit mental. Akibatnya, beberapa keluarga merahasiakan kondisi anaknya dan membiarkan saja anaknya berada dalam kondisi seperti itu.
Faktor-Faktor Penyebab Perilaku Hikikomori
Terdapat berbagai macam penyebab perilaku Hikikomori, antara lain:
• Kekayaan Keluarga
Keluarga dari kelas menengah biasanya mengijinkan anak-anaknya yang sudah dewasa untuk tinggal di rumah saja. Korban hikikomori bisa dengan leluasa tinggal di rumah, bermain video game, dan menonton televisi. Keluarga dengan pendapatan yang lebih rendah tidak memiliki anak hikikomori karena biasanya mereka mendorong anaknya untuk bekerja di luar rumah.
• Ambiguitas peran Laki-laki
Remaja laki-laki merasa tidak yakin dengan masa depannya dan tidak mempunyai model dalam perannya sebagai laki-laki.
• Ijime (bullying)
Kekerasan oleh teman-teman sekolah. Seperti pepatah jepang, paku yang menonjol akan dipalu untuk menjadi seragam, seorang hikikomori yang biasanya memiliki kelebihan dibandingkan dengan teman-temannya, akan mendapatkan perlakuan yang tidak menyenangkan dari teman-temannya.
• Tokokyohi
Penolakan bersekolah. Hal ini diindikasikan dengan absen dari sekolah selama 50 hari atau lebih.
• Tekanan Akademik di Sekolah
Sistem pendidikan di Jepang, seperti halnya di China, Singapura, dan Taiwan memiliki tingkat persaingan yang sangat tinggi dan ketat. Penetapan ’grade’ yang tinggi dan tidak adanya kesempatan kedua bagi seseorang yang gagal dalam ujian, sangat berpengaruh terhadap kondisi mental remaja Jepang.
• Visibilitas Media
Sorotan media yang terlalu berlebihan terhadap fenomena hikikomori menyebabkan semakin mengemulasi jumlah korban serius.
• Harapan-Harapan Orangtua
Adanya harapan-harapan yang digantungkan pada remaja kelas menengah agar meraih kesuksesan dalam hidup, adapun yang dimaksud kesuksesan adalah mendapat pendidikan di tempat yang prestisius kemudian setelah lulus mendapatkan karir yang prestisius pula.
• Hubungan Ibu-Anak
”Di Jepang, ibu dan anak memiliki hubungan simbiotik. Seorang ibu akan mengurus anaknya sampai anaknya berusia 30 atau 40 tahun.” (Rees,2002)
• Kamar anak
Di Jepang, bagi orangtua kamar anak merupakan tempat paling keramat. Sangatlah normal jika orangtua tidak bertemu samasekali dengan anaknya dalam satu hari. Komunikasi yang kurang dapat semakin memperparah penarikan diri remaja hikikomori.
Hikikomori sebagi Stigma: Kekerasan dan Penyakit Mental
Hikikomori sering dihubung-hubungkan dengan kekerasan. Hal ini disebabkan adanya pemberitaan-pemberitaan berlebihan atas beberapa kasus kriminal yang kebetulan pelakunya adalah seorang ’hikikomori’,di antaranya:
• Pada tanggal 3 Mei 2000 seorang remaja berusia 17 tahun yang disebut-sebut seorang hikikomori membajak sebuah bus dan membunuh satu orang penumpangnya
• Seorang remaja berusia 17 tahun lainnya, dalam sebuah perselisihan mengenai model rambut, memukul anggota satu tim baseball dengan pemukul baseball lalu pulang ke rumah dan membunuh ibunya dengan alat yang sama karena tidak diberi uang
• Pada tahun 1990, seorang laki-laki berusia 27 tahun menculik anak perempuan berusia 9 tahun, Sano Fusako dan menyekapnya selama sembilan tahun dua bulan di kamarnya tanpa diketahui keluarganya.
Sebagai hasil dari pemberitaan negatif media, hikikomori memiliki stigma sosial sebagai pelaku kekerasan dan berpenyakit mental.
Penutup
Menggambarkan kembali Batasan-batasan untuk Klasifikasi Hikikomori
Dalam bukunya, Hey Hikikomori! It’s Time, Let's Go Out, Kudo mengelompokkan hikikomori ke dalam empat kategori dasar:
1. Pencari Kesenangan (disebut juga sebagai delinquents)
2. Orang yang malas (seseorang yang tidak suka pergi sekolah)
3. Komori (seseorang yang selalu merasa khawatir jika orang lain melihatnya, dan ingin keluar dari situasi tidak menyenangkan tersebut tapi tidak bisa). [Mirip dengan taijin kyofusho dan agorafobia].
4. Kasus-Kasus Khusus (Seseorang yang berhenti sekolah karena bermasalah dengan kekerasan, teman, guru, karena tidak menyukai sesuatu seperti belajar atau matapelajaran tertentu, atau mereka merasa rendah diri karena kedua orangtuanya berpisah atau bercerai)
Untuk melengkapi klasifikasi Kudo tersebut, ditambahakan klasifikasi sebagai berikut:
5. Penyakit Mental (seseorang yang tidak bisa berfungsi secara semestinya tanpa pengobatan dan bahkan mungkin tidak memiliki kemampuan kognitif untuk menghadapi dunia luar saat sakit).
6. Pelaku Kekerasan (Seseorang yang berperilaku merugikan keluarga maupun dirinya sendiri seperti ‘hikikomori wrist cutters’ yang memotongi tubuhnya sendiri.)
Treatment
Terdapat berbagai macam opini untuk mengatasi hikikomori, dan seringkali berlawanan antara sudut pandang Barat dan sudut pandang orang Jepang. Orang Jepang biasanya menyarankan untuk menunggu sampai hikikomori tersebut muncul kembali dalam kehidupan sosialnya, sedangkan ahli-ahli dari Barat menyarankan untuk menarik hikikomori kembali ke komunitasnya, bahkan jika perlu dengan paksa.
Pada umumnya, treatment yang diberlakukan terhadap para hikikomori mengikuti dua filosofi, yaitu psikologis dan sosialisasi.
1. Metode Psikologis
Metode psikologis menekankan pada pendampingan untuk membantu penderita hikikomori menghadapi penyakit mereka. Beberapa menekankan untuk membawa penderita dari rumah mereka dan menempatkan mereka ke dalam sebuah lingkungan rumah sakit, sedangkan sebagian lagi lebih mendukung cara-cara yang bisa dilakukan tanpa harus mengeluarkan penderita dari rumahnya, misalnya konseling online.
2. Metode Sosialisasi
Metode sosialisasi dilakukan dengan jalan menjauhkan penderita dari lingkungan rumahnya dan memasukkannya ke dalam sebuah lingkungan baru di mana di dalamnya terdapat penderita hikikomori lainnya yang sudah sembuh, pendekatan ini menunjukkan kepada para hikikomori bahwa mereka tidak sendirian dalam kondisi tersebut.
Sumber:
Dziesinski, Michael J. 2003. Hikikomori: Investigations into the phenomenon of acute social withdrawal in contemporary Japan. Final paper. Honolulu: Hawaii
Pada tahun 2000-an, sebuah penyakit sosial baru yang unik ditemukan di Jepang. Hikikomori, istilah tesebut diajukan oleh Tamaki Saito, seorang psikolog Jepang, untuk menyebut sebuah sindrom yang mengarah pada penarikan diri total di kalangan remaja Jepang. Menteri kesehatan Jepang mendefinisikan seorang hikikomori sebagai seseorang yang menolak untuk keluar dari rumah kedua orangtuanya dan mengisolasi diri mereka dari lingkungan sekitarnya sedikitnya selama enam bulan. Masa hikikomori bervariasi tergantung individu bersangkutan, beberapa remaja tetap mengisolasi diri mereka selama beberapa tahun, bahkan pada beberapa kasus hingga beberapa dekade.
Hikikomori lebih sering ditemukan pada keluarga menengah ke atas, biasanya menimpa anak laki-laki tertua, mereka menolak untuk keluar dari rumah orangtuanya setelah mengalami banyak episode traumatik dalam hidupnya atau mengalami kegagalan akademik. Menurut pendapat Sadatsugu Kudo, penulis buku Hey Hikikomori! It’s Time, Let’s go Out (2001), fenomena hikikomori sebenarnya sudah ada sejak dua puluh tahun yang lalu, dan dikenal dengan nama tokokyohi, yang mengarah pada perilaku dropout dari sekolah dan penolakan untuk bersekolah.
Dalam suatu penelitian untuk mengetahui distribusi usia seseorang yang melakukan hikikomori, diperoleh hasil sebagai berikut:
Usia Prosentase
10-15 tahun 8,4 %
16-20 tahun 19,8 %
21-25 tahun 20,8 %
26-30 tahun 18,2 %
31-35 tahun 10,2 %
36 ke atas 8,6 %
Tidak diketahui 14,1 %
Pada data tersebut diketahui bahwa para hikikomori yang berusia muda sangatlah sedikit, hanya 8,4 %, sangat jauh dari perkiraan untuk dikatakan sebagai ’penyakit remaja’. Prosentase terbesar justru terdapat pada kalangan yang berusia 21-25 tahun. Dari hasil tersebut dapat dapat disimpulkan bahwa hikikomori bukanlah ’penyakit remaja’ melainkan ’penyakit pelajar universitas’. Para ’hikikomori yang lebih tua’ ini mungkin memilih untuk menarik diri dari lingkungan sosialnya karena beberapa masalah yang menimpanya selama mereka masih sekolah ketika masih lebih muda, namun penarikan diri mereka tidak terdiagnosa sehingga mereka tetap melakukan isolasi diri selama beberapa tahun. Sebuah survey dilakukan untuk mengetahui berapa lama biasanya seseorang mengisolasi diri mereka, dan hasilnya sebagai berikut:
Waktu Prosentase
6 bulan-1 tahun 17,9 %
1-3 tahun 25,3 %
3-5 tahun 14,7 %
5-7 tahun 9,7 %
7-10 tahun 5,9 %
10 tahun ke atas 7,7 %
Tidak diketahui 17,8 %
Pembahasan
Simptom-Simptom
Di saat kebanyakan orang menghadapi tekanan-tekanan dari dunia luar, hikikomori justru bereaksi dengan menarik diri secara total dari kehidupan sosialnya. Remaja yang menarik diri secara sosial biasanya mengunci diri mereka di dalam kamar tidur dan menolak untuk melakukan kontak sosial dengan dunia luar. Mereka biasanya memiliki sedikit teman bahkan tidak memiliki samasekali. Hikikomori seringkali mengatur jadwal tidur mereka, biasanya mereka bangun pada sore hari dan pergi tidur menjelang pagi. Mereka memiliki jam tidur yang panjang pada siang hari, dan pada malam hari mereka menghabiskan waktu dengan menonton TV, menggambar, bermain game komputer, surfing internet, membaca, mendengarkan musik, dan aktivitas-aktivitas non-sosial lainnya. Karena hikikomori lebih menyukai aktivitas indoor daripada aktivitas outdoor, maka mereka lebih memilih untuk melakukan aktivitasnya pada malam hari. Belum ada data statistik resmi mengenai jumlah hikikomori, namun dipekirakan bahwa lebih dari satu juta remaja Jepang pernah atau sedang melakukan hikikomori.
Efek-Efek
• Pada Individu
Miskinnya kontak sosial dan rasa kesepian yang terlalu panjang memberikan efek pada mental para hikikomori, yang secara bertahap kehilangan keterampilan sosialnya, referensi sosial dan kebutuhan-kebutuhan lain untuk berinteraksi dengan dunia luar. Akibat kurangnya stimulus interpersonal, seorang hikikomori mengalami perkembangan yang stagnan dan terus-menerus melakukan hal yang sama dalam waktu yang lama.
• Pada keluarga
Memiliki anggota keluarga yang mengalami hikikomori seringkali menimbulkan rasa malu bagi keluarga tersebut. Sebagian besar orangtua hanya menunggu dan berharap anaknya akan mampu mengatasi permasalahannya dan kembali ke kehidupan sosial dengan keinginannya sendiri. Dalam beberapa tahun terakhir, tingginya perhatian media terhadap hikikomori menimbulkan stigma sosial bahwa hikikomori berkaitan dengan penyakit mental. Akibatnya, beberapa keluarga merahasiakan kondisi anaknya dan membiarkan saja anaknya berada dalam kondisi seperti itu.
Faktor-Faktor Penyebab Perilaku Hikikomori
Terdapat berbagai macam penyebab perilaku Hikikomori, antara lain:
• Kekayaan Keluarga
Keluarga dari kelas menengah biasanya mengijinkan anak-anaknya yang sudah dewasa untuk tinggal di rumah saja. Korban hikikomori bisa dengan leluasa tinggal di rumah, bermain video game, dan menonton televisi. Keluarga dengan pendapatan yang lebih rendah tidak memiliki anak hikikomori karena biasanya mereka mendorong anaknya untuk bekerja di luar rumah.
• Ambiguitas peran Laki-laki
Remaja laki-laki merasa tidak yakin dengan masa depannya dan tidak mempunyai model dalam perannya sebagai laki-laki.
• Ijime (bullying)
Kekerasan oleh teman-teman sekolah. Seperti pepatah jepang, paku yang menonjol akan dipalu untuk menjadi seragam, seorang hikikomori yang biasanya memiliki kelebihan dibandingkan dengan teman-temannya, akan mendapatkan perlakuan yang tidak menyenangkan dari teman-temannya.
• Tokokyohi
Penolakan bersekolah. Hal ini diindikasikan dengan absen dari sekolah selama 50 hari atau lebih.
• Tekanan Akademik di Sekolah
Sistem pendidikan di Jepang, seperti halnya di China, Singapura, dan Taiwan memiliki tingkat persaingan yang sangat tinggi dan ketat. Penetapan ’grade’ yang tinggi dan tidak adanya kesempatan kedua bagi seseorang yang gagal dalam ujian, sangat berpengaruh terhadap kondisi mental remaja Jepang.
• Visibilitas Media
Sorotan media yang terlalu berlebihan terhadap fenomena hikikomori menyebabkan semakin mengemulasi jumlah korban serius.
• Harapan-Harapan Orangtua
Adanya harapan-harapan yang digantungkan pada remaja kelas menengah agar meraih kesuksesan dalam hidup, adapun yang dimaksud kesuksesan adalah mendapat pendidikan di tempat yang prestisius kemudian setelah lulus mendapatkan karir yang prestisius pula.
• Hubungan Ibu-Anak
”Di Jepang, ibu dan anak memiliki hubungan simbiotik. Seorang ibu akan mengurus anaknya sampai anaknya berusia 30 atau 40 tahun.” (Rees,2002)
• Kamar anak
Di Jepang, bagi orangtua kamar anak merupakan tempat paling keramat. Sangatlah normal jika orangtua tidak bertemu samasekali dengan anaknya dalam satu hari. Komunikasi yang kurang dapat semakin memperparah penarikan diri remaja hikikomori.
Hikikomori sebagi Stigma: Kekerasan dan Penyakit Mental
Hikikomori sering dihubung-hubungkan dengan kekerasan. Hal ini disebabkan adanya pemberitaan-pemberitaan berlebihan atas beberapa kasus kriminal yang kebetulan pelakunya adalah seorang ’hikikomori’,di antaranya:
• Pada tanggal 3 Mei 2000 seorang remaja berusia 17 tahun yang disebut-sebut seorang hikikomori membajak sebuah bus dan membunuh satu orang penumpangnya
• Seorang remaja berusia 17 tahun lainnya, dalam sebuah perselisihan mengenai model rambut, memukul anggota satu tim baseball dengan pemukul baseball lalu pulang ke rumah dan membunuh ibunya dengan alat yang sama karena tidak diberi uang
• Pada tahun 1990, seorang laki-laki berusia 27 tahun menculik anak perempuan berusia 9 tahun, Sano Fusako dan menyekapnya selama sembilan tahun dua bulan di kamarnya tanpa diketahui keluarganya.
Sebagai hasil dari pemberitaan negatif media, hikikomori memiliki stigma sosial sebagai pelaku kekerasan dan berpenyakit mental.
Penutup
Menggambarkan kembali Batasan-batasan untuk Klasifikasi Hikikomori
Dalam bukunya, Hey Hikikomori! It’s Time, Let's Go Out, Kudo mengelompokkan hikikomori ke dalam empat kategori dasar:
1. Pencari Kesenangan (disebut juga sebagai delinquents)
2. Orang yang malas (seseorang yang tidak suka pergi sekolah)
3. Komori (seseorang yang selalu merasa khawatir jika orang lain melihatnya, dan ingin keluar dari situasi tidak menyenangkan tersebut tapi tidak bisa). [Mirip dengan taijin kyofusho dan agorafobia].
4. Kasus-Kasus Khusus (Seseorang yang berhenti sekolah karena bermasalah dengan kekerasan, teman, guru, karena tidak menyukai sesuatu seperti belajar atau matapelajaran tertentu, atau mereka merasa rendah diri karena kedua orangtuanya berpisah atau bercerai)
Untuk melengkapi klasifikasi Kudo tersebut, ditambahakan klasifikasi sebagai berikut:
5. Penyakit Mental (seseorang yang tidak bisa berfungsi secara semestinya tanpa pengobatan dan bahkan mungkin tidak memiliki kemampuan kognitif untuk menghadapi dunia luar saat sakit).
6. Pelaku Kekerasan (Seseorang yang berperilaku merugikan keluarga maupun dirinya sendiri seperti ‘hikikomori wrist cutters’ yang memotongi tubuhnya sendiri.)
Treatment
Terdapat berbagai macam opini untuk mengatasi hikikomori, dan seringkali berlawanan antara sudut pandang Barat dan sudut pandang orang Jepang. Orang Jepang biasanya menyarankan untuk menunggu sampai hikikomori tersebut muncul kembali dalam kehidupan sosialnya, sedangkan ahli-ahli dari Barat menyarankan untuk menarik hikikomori kembali ke komunitasnya, bahkan jika perlu dengan paksa.
Pada umumnya, treatment yang diberlakukan terhadap para hikikomori mengikuti dua filosofi, yaitu psikologis dan sosialisasi.
1. Metode Psikologis
Metode psikologis menekankan pada pendampingan untuk membantu penderita hikikomori menghadapi penyakit mereka. Beberapa menekankan untuk membawa penderita dari rumah mereka dan menempatkan mereka ke dalam sebuah lingkungan rumah sakit, sedangkan sebagian lagi lebih mendukung cara-cara yang bisa dilakukan tanpa harus mengeluarkan penderita dari rumahnya, misalnya konseling online.
2. Metode Sosialisasi
Metode sosialisasi dilakukan dengan jalan menjauhkan penderita dari lingkungan rumahnya dan memasukkannya ke dalam sebuah lingkungan baru di mana di dalamnya terdapat penderita hikikomori lainnya yang sudah sembuh, pendekatan ini menunjukkan kepada para hikikomori bahwa mereka tidak sendirian dalam kondisi tersebut.
Sumber:
Dziesinski, Michael J. 2003. Hikikomori: Investigations into the phenomenon of acute social withdrawal in contemporary Japan. Final paper. Honolulu: Hawaii
Sunday, June 5, 2011
Cerpen titipan
Masih dari penulis yang sama dengan sebelumnya.....
KATAKU
Ayo Dian, untuk kali ini saja dengarkan aku. Tidak. Bukan untuk kali ini saja. Nanti pada saatnya, kau juga lagi-lagi harus mendengarkanku. Karena aku adalah penasehatmu yang utama. Aku mengenalmu sedalam kau mengenal dirimu sendiri.
Tapi, aku berbeda darimu. Sebab terkadang atau bahkan seringkali kau mengabaikan hati dan pikiranmu, kebutuhanmu sendiri, bersikap seolah-olah itu tak pernah ada. Sedang aku? Aku ada untuk mengingatkanmu tentang hal-hal yang kau abaikan, hal-hal yang seharusnya kau lakukan tapi tak pernah kau perdulikan.
Untuk kali ini Dian, dengarkan aku. Buang semua harga dirimu, telan dan jangan kau jadikan petunjuk. Sebab jika tidak, kau sendiri yang akan hancur. Dengarkan aku. Apa yang kau inginkan, lakukan. Untuk kali ini, tak perlu lah ada pengekangan. Tak perlu kau sok tegar, sok kuat, sok membusungkan dada menjadikan semua yang lahir dari gerak penamu bermakna.
Dengarkan aku, kau butuh istirahat. Kau butuh mengembalikan lagi kebahagiaan dan sensasinya menggerakkan pena. Kalau memang tulisanmu tak ingin selesai, biarkan saja. Kau butuh pelepasan setelah menahan diri untuk terfokus begitu lama. Kalau tulisan-tulisan yang lahir dari pemikiranmu tak ingin beraturan, biarkan saja. Lepaskan, bebaskan. Ya karena saat itu pikiranmu memang sedang tak beraturan. Dan kelelahan yang membebanimu membuat dirimu tak mampu mengaturnya.
Lakukan semua yang kau inginkan. Kalau kau memang sedang tak ingin peduli dengan kebaikan dan segala tata norma, lakukan saja. Tidak masalah. Sisakan saja sedikit, yang betul-betul penting dan memang tak boleh ditinggalkan.
Kalau memang saat-saat ini, yang lahir dari tanganmu hanyalah sebuah pelepasan, lepaskan saja. kata L.A.Light, kalau tidak salah, ekspresikan aksimu. Lakukan saja semua yang kau mau. Tidak usah peduli orang akan mengatakan apa. Yang terpenting, kau sembuh dulu. Setelah itu, baru boleh kau pikirkan segala macam kebaikan dan tata norma.
Kau masih mendengarku kan? Lahirkan apapun yang ingin kau lahirkan, tanpa perlu kau berfikir apa ia akan lahir sempurna ataukan cacat permanen sebab hanya terlahir separuh, tak perlu berfikir akan seperti apa orang menilainya. Kau dengar, kau sedang perlu mengosongkan isi otakmu. Sebelum mengisinya kembali. Ibarat gelas, kau harus disikat sampai bersih sebelum dipakai untuk minum lagi.
Jangan hanya tunduk diam, kau dengar? Aku paling tidak suka itu. Aku mengenalmu, Dian. Sebab menerima tanpa perdebatan itu bukan watakmu. Tanpa perdebatan dan tanpa pertanyaan bagimu adalah berarti kau akan meninggalkan semua petuahku begitu saja. lenyap bersama angina.
Kau camkan baik-baik, untuk pelepasan ini, untuk pengosongan ini, lupakan bahwa kau hampir selalu punya tujuan. Kembalikan sensasi dan bahagianya dalam dadamu, agar kau bisa kembali berjalan dengan tatapan ke depan.
Akupun mengatakan ini padamu tanpa pernah berfikir bagaimana urutan kata-kataku. Yang terpenting bagiku adalah berusaha memahamkanmu bahwa selalu mengacungkan harga diri dan menekan kebebasan berfikirmu hanya akan mematikan dirimu sedikit demi sedikit. Mematikan kebahagiaan yang selama ini berusaha kau susun.
Kau ingat, kau pernah mengatakan padaku bahwa menulis bagimu sudah seperti candu. Candu yang tidak akan pernah kau lepaskan, candu yang sudah menyatu dengan denyut nadimu, aliran darahmu. Apa kau mau denyut nadi dan aliran darahmu berhenti tiba-tiba karena kesalahanmu? Aku tahu kau tidak akan menerima itu. Karena itu, kau harus mendengarku. Melakukan semua yang kuminta darimu.
Malang, 2 Juni 2011
Subscribe to:
Posts (Atom)