Dalam bahan yang kami miliki tentang gangguan seksual, tak ada yang membahas gangguan seksual yang terjadi pada anak dan remaja secara khusus. Maka dari itu, untuk menemukan bahan tentang gangguan seksual pada anak dan remaja, kami membaca uraian pada masing-masing gangguan dan melihat gangguan manakah yang disebutkan diperkirakan muncul pada masa kanak-kanak atau remaja.
A. Macam-macam gangguan seksual pada anak dan remaja
1. Gangguan identitas gender (gender identity disorder / GID)
Definisinya adalah terjadinya konflik antara anatomi gender seseorang dengan identitas gendernya. Gangguan ini dapat bermula ketika masih pada masa kanak-kanak. Anak-anak dengan gangguan ini menemukan bahwa anatomi gender mereka merupakan sumber distress yang terus menerus dan intensif. Diagnosis ini diterapkan pada anak-anak yang secara kuat menolak sifat anatomi mereka (contoh: anak laki-laki yang menolak testis mereka).
Gangguan ini bisa berakhir atau berkurang pada masa remaja ketika anak lebih dapat menerima identitas gender mereka. Atau bisa juga tetap bertahan pada masa remaja atau dewasa dan menyebabkan identitas transeksual.
Berikut ini adalah ciri-ciri klinis gangguan identitas gender :
a. Untuk diagnosis apakah seorang anak mengalami gangguan identitas gender atau tidak, perhatikan ciri berikut :
Ekspresi yang berulang dari hasrat untuk menjadi anggota dari gender lainnya (atau kepercayaan bahwa dia adalah bagian dari gender lain)
Preferensi untuk mengenakan pakaian yang mereupakan stereotipikal dari gender lainnya
Adanya fantasi yang terus menerus mengenai menjadi anggota dari gender lain, atau asumsi memainkan peran yang dilakukan oleh anggota gender lain dalam permainan ”pura-pura”.
Hasrat untuk berpartisipasi dalam aktivitas waktu luang dan permainan yang merupakan stereotip dari gender lainnya.
Preferensi yang kuat untuk memiliki teman bermain dari gender lainnya.
b. Perasaan tidak nyaman yang kuat dan terus ada dengan anatomi gendernya sendiri atau dengan perilaku dari peran gendernya. Misal, anak mengutarakan bahwa alat genital mereka menjijikkan.
c. Tidak ada kondisi ”interseks”, seperti anatomi seksual yang ambigu, ciri-ciri tersebut menyebabkan distress yang serius atau hendaya pada area penting yang terkait dengan pekerjaan, sosila atau fungsi lainnya.
2. Parafilia
Tipe Fetishisme
Fetishisme adalah ketergantungan kepada benda-benda mati untuk menimbulkan gairah seksual.
Kriteria fetishisme dalam DSM-IV-TR :
Berulang, intens, dan terjdi dalam kurun waktu setidaknya 6 bulan, fantasi, dorongan, atau perilaku yang menimbulkan gairah seksual berkaitan dengan penggunaan benda-benda mati
Menyebabkan distress atau hendaya yang jelas dalam fungsi sosial dalam pekerjaan
Benda-benda yang menimbulkan gairah seksual tidak terbatas pada bagian pakaian perempuan yang dikenakannya sebagai lawan jenis atau alat-alat yang dirancang untuk menstimulasi alat kelamin secara fisik.
Gangguan tersebut biasanya berawal pada masa remaja meskipun fetis dapat memperoleh keistimewaannya pada masa lebih awal, yaitu masa kanak-kanak. Fetishis sering mengidap parafilia lain seperti sadisme, pedofilia dan masokisme.
Salah satu jenis fetishisme adalah fetishisme transvestik, yaitu seorang laki-laki mengalami gairah seksual ketika memakai pakaian perempuan meski ia tetap merasa sebagai laki-laki.
Kriteria fetishisme transvestik :
Berulang, intens dan terjadi selama periode setidaknya 6 bulan pada laki-laki heteroseksual, fantasi, dorongan atau perilaku yang menimbulkan gairah seksual yang berkaitan dengan memakai pakaian lawan jenis
Menyebabkan distress atau hendaya yang jelas dalam fungsi sosial atau pekerjaan
Dapat berhubungan dengan distoria gender dalam kadar tertentu (merasa tidak nyaman dengan identitas gendernya
Fetishisme transvestik biasanya diawali dengan separuh memakai pakaian lawan jenis di masa kanak-kanak atau remaja. Para transverstik adalah heteroseksual, selalu laki-laki dan secara umum hanya memakai pakaian lawan jenis secara episodik, bukan secara rutin.
Tipe Voyeurisme
Voyeurisme adalah kondisi di mana seseorang memiliki preferensi tinggi untuk mendapatkan kepuasan seksual dengan melihat orang lain yang sedang tanpa busana atau sedang melakukan hubungan seksual di mana obyeknya tidak menduga bahwa dirinya sedang diobservasi. Orang yang melakukan voyeurisme biasanya tidak menginginkan aktivitas seksual dengan orang yang diobservasinya. Elemen resiko tampaknya penting karena voyeur merasa bergairah dengan kemungkinan reaksi si perempuan yang diintipnya jika mengetahuinya. Voyeurisme umumya berawal di masa remaja.
Tipe Froterisme
Froteurisme adalah gangguan yang berkaitan dengan melakukan sentuhan yang berorientasi seksual pada bagian tubuh seseorang yang tidak menaruh curiga akan terjadinya hal itu. Belum pernah diteliti secara sangat ekstensif, namun ditengarai dimulai ketika masa remaja.
B. Penyebab
1. Gangguan identitas gender (GIG)
Tidak ada seorangpun mengetahui pasti penyebab gangguan identitas gender.
Teoritikus psikodinamika menunjuk pada kedekatan hubungan ibu-anak laki-laki yang sangat ekstrem, hubungan yang renggang antara ibu dan ayah, dan ayah yang tidak ada atau jauh dari anaknya. Faktor-faktor keluarga ini dapat menjadi penyebab munculnya identifikasi yang kuat terhadap ibu dari para pria muda, mengakibatkan pembalikan identitas dan peran gender yang diharapkan.
Teoretikus belajar menekankan pada ketidakhadiran ayah dalam kasus anak laki-laki – pada ketiadaan tokoh panutan laki-laki yang kuat.
Predisposisi biologis : ketidak seimbangan hormonal di masa-masa prenatal. Otak dapat terdiferensiasikan pada identitas gender tertentu di satu arah sementara alat genital berkembang ke yang lain.
Identitas gender dipengaruhi oleh hormon. Hormon seks yang dikonsumsi oleh ibu semasa hamil tampaknya memang menimbulkan minat dan perilaku lintas gender dalam tingkat yang lebih tinggi dari normal.
2. Parafilia
Teoritikus psikodinamika melihat parafilia sebagai pertahanan terhadap kecemasan kastrasi yang tersisa dari periode Oedipal. Orang yang mengalami kelainan parafilia ini kemungkinan menghindar dari ancaman kecemasan kastrasi dengan memindahkan rangsangan seksual pada aktifitas yang lebih aman – contoh : pakaian dalam, anak-anak, dll.
Fetishisme tansvetik : dengan melindungi penisnya di dalam pakaian dalam wanita, pria dengan gangguan ini melakukan tindakan simbolis bahwa wanita tidak memiliki penis dengan secara tidak sadar memberikan bukti atas keselamatan wanita (dan dirinya sendiri).
Teoritikus belajar menghubungkan parafilia dengan conditioning dan observational learning dalam hal seksual. Misalnya, anak yang masturbasi sambil memandang stoking ibunya di jemuran mungkin bisa mengembangkan fetish terhadap stoking.
Ada pemikiran bahwa voyeur merasa sulit untuk melakukan hubungan seksual secara langsung dengan orang lain, mungkin karena tidak terampil dalam hubungan seksual, tindakan mengintip yang mereka lakukan berfungsi sebagai pemuasan pengganti dan kemungkinan memberikan perasaan berkuasa atas orang yang diintipnya
C. Penanganan
1. Gangguan Identitas Gender
Ada dua tipe intervensi yang dapat dilakukan, yaitu mengubah tubuh agar sesuai dengan psikologis individu, atau mengubah psikologis agar sesuai dengan tubuh orang yang bersangkutan.
Orang yang yang mengalami GID yang mengikuti program yang mencakup perubahan tubuh umumnya diminta untuk menjalani selama 6-12 bulan dan hidup sesuai dengan gender yang diinginkan.
Perubahan tubuh yang dilakukan pada individu yang ingin menyesuaikan tubuhnya dengan psikologisnya bisa berupa perubahan-perubahan kecil atau sampai pada perubahan tubuh menyeluruh termasuk operasi perubahan kelamin.
2. Parafilia
Bukti menunjukkan bahwa sejumlah penanganan, terutama terapi perilaku dan terapi kognitif-behavioral (CBT) dapat membantu pelaku penyerangan seksual yang ingin mengubah perilaku mereka.
Salah satu teknik behavioral yang digunakan untuk menangani parafilia adalah aversive conditioning. Tujuan dari penanganan ini adalah membangkitkan respon emosional negatif pada stimulus atau fantasi yang tidak tepat. Keterbatasan mendasar dari terapi inia adalah tidak dapat membantu individu untuk mendapatkan perilaku yang lebih adaptif sebagai ganti dari pola respon maladaptif.
Salah satu variasi dari aversive conditioning adalah sensitisasi tertutup (covert sensitization) yaitu pemasangan stimulus aversif dengan perilaku bermasalah terjadi dalam imajinasi.
No comments:
Post a Comment