Masih banyak orang di negara maju, yang menganggap penyakit gangguan psikis sebagai kelemahan. Tidak banyak yang berani mengakui, mereka sebenarnya memiliki masalah yang tidak dapat dipecahkannya sendirian. Namun di sisi lainnya, mencari pakar yang tepat untuk membantu mengobati gangguan psikis ini, pun ibaratnya bermain lotre. Karenanya, sejumlah pakar psikologi menuntut, ditetapkannya kriteria yang jelas bagi pasien dan penolong yang profesional.
Prof. Dr. Jürgen Margraf dari bagian psikologi klinik dan psikoterapi Universitas Basel di Swiss, menyebutkan, untuk diagnose adanya gangguan psikologi, paling tidak terdapat empat kriteria sebagai acuan. Pertama, apakah terasa ada gangguan? Kedua, apakah hal itu menyebabkan dampak negatif, baik dalam kehidupan pribadi maupun pekerjaan? Ketiga, apakah kita masih dapat mengendalikan gangguan tsb? Dan keempat, apakah reaksi kita masih dalam tahapan wajar? Jika terasa ada gangguan yang menimbulkan dampak negatif dan sulit dipecahkan sendiri, apalagi jika reaksi sudah tidak wajar lagi, itu artinya kita sudah memerlukan bantuan dokter atau pakar psikologi.
Perubahan sosial, kini memainkan peranan besar bagi munculnya gangguan psikologi. Penelitian di Amerika Serikat menunjukkan, dalam satu dekade terakhir jumlah kasus gangguan psikologi meningkat tajam apabila dibandingkan dengan kasus di tahun 50-an. Pemicunya adalah perubahan sosial yang amat cepat, meningkatnya ancaman serta semakin longgarnya hubungan sosial, seperti semakin banyak orang yang tidak menikah, dan semakin seringnya terjadi perceraian. Dalam masyarakat yang berubah cepat, jumlah penderita fobia atau ketakutan tidak beralasan secara otomatis semakin meningkat.
Fobia
Fobia adalah rasa ketakutan yang berlebihan pada sesuatu hal atau fenomena. Bagi sebagian orang, perasaan takut seorang pengidap Fobia sulit dimengerti. Itu sebabnya, pengidap tersebut sering dijadikan bulan bulanan oleh teman sekitarnya. Dalam keadaan normal setiap orang memiliki kemampuan mengendalikan rasa takut. Akan tetapi bila seseorang terpapar terus menerus dengan subjek Fobia, hal tersebut berpotensi menyebabkan terjadinya fiksasi.
Menurut Dokter Bambang Eko, dokter spesialis jiwa (psikiater) Rumah Sakit Jiwa Jambi, yang dimaksud dengan fobia adalah ketakutan menetap terhadap objek atau situasi yang terlihat nyata, di mana ketakutan itu bisa mencetuskan rasa khawatir berlebihan atau rasa panik dan si penderita berusaha menghindari objek tersebut. Dikatakan, fobia termasuk ke dalam penyakit gangguan kejiwaan. Penyakit ini lebih banyak di derita wanita ketimbang pria, selain itu fobia ini lebih sering terjadi pada usia remaja dibandingkan usia lainnya.
Dokter Bambang memaparkan, fobia itu dibagi atas beberapa jenis. Yang pertama, agorafobia yakni rasa takut terhadap kondisi-kondisi atau situasi tertentu. Ia mencontohkan, takut terhadap tempat yang tinggi, suatu tempat yang lapang, tempat yang sempit, tempat yang tertutup atau bisa jadi takut terhadap tempat yang gelap dan berbagai situasi lainnya.
Jenis fobia yang kedua, menurutnya, adalah fobia sosial. Fobia ini, dikatakan Bambang, adalah rasa takut terhadap suasana sosial seperti takut terhadap suasana yang ramai atau takut akan menjadi perhatian, misalnya saja takut berkunjung ke tempat-tempat pertemuan atau pergi ke suasana pesta yang pasti ramai.
Adapun jenis fobia yang ketiga, ujar Bambang, fobia khas, yakni rasa takut terhadap benda atau binatang. Fobia jenis ini paling banyak diderita pasien. Misalnya saja, takut binatang kelabang dan ular. Walaupun demikian, sambung dia, cukup banyak pula binatang lain yang menyebabkan seseorang menderita fobia ini, seperti binatang kecoa, tikus, kucing, dan berbagai binatang lainnya.
Commitment Phobia
Commitment phobia merupakan bentuk suatu ketakutan (fear) untuk menjalin suatu hubungan yang lebih erat, rasa takut tersebut muncul ketika hubungan awal terbentuk (atau sebelumnya), atau bahkan ketika hubungan tersebut sedang berkembang. Commitment phobia lebih sering terbentuk ketika individu sedang menjalin dan berkembang ke arah yang lebih serius dalam sebuah hubungan cinta. Biasanya ia terjebak dalam hubungan tersebut dalam kebimbangan emosional untuk melangkah ke tahap selanjutnya.
Penderita gangguan fobia komitmen sangat takut mendengar beberapa kalimat tertentu berupa komitmen bersama yang terucapkan dari pasangan cintanya, meningkatnya rasa cemas dan rasa takut ketika menghadapi beberapa situasi yang membuatnya merasa terjebak; misalnya saja memasuki tahap pernikahan, tahap pertunangan, mempunyai bayi dan sebagainya
Individu yang memiliki fobia komitmen:
• Sangat takut akan segala macam komitmen bersama pasangannya
• Takut untuk menikah
• Takut menjalin hubungan
• Takut akan perubahan hidup yang terbentuk dari hubungan dengan pasangannya
• Mempunyai hubungan cinta dengan beberapa orang sebelumnya
• Mempunyai perasaan curiga terhadap pasangannya
• Argumentatif (suka membantah)
• Menolak untuk memikirkan masa depan dan mempunyai rencana atau jadwal sendiri tanpa melibatkan pasangannya
• Tertutup, tidak suka menunjukkan muatan-muatan emosinya
• Perilaku hidup tidak teratur dan tidak siap untuk melakukan perubahan karena kebiasaan-kebiasaan sebelumnya
Simptom
Beberapa simtom yang dapat diprediksi tentang rasa takut ini adalah:
1) Kritik meningkat pada pasangannya
Penderita fobia komitment suka memberikan kritikan tajam pada pasangannya, lingkungan sekitar mereka atau pada bentuk hubungan mereka. Individu ini sering menyalahkan pasangan terhadap kesalahan-kesalahan yang menimpa dirinya
2) Mencari-cari kesalahan hubungan
Individu yang memiliki fobia komitment merasa takut bila hubungan mereka lancar tanpa ada masalah, ia akan mencari permasalahan baru untuk membawa hubungan tersebut dalam pertengkaran. Tujuannya adalah untuk meyakinkan pasangannya bahwa hubungan mereka tidak dalam keadaan baik, belum matang dan belum siap melangkah pada jenjang selanjutnya. Individu ini kadang juga mencari pelbagai alasan tertentu yang tidak rasional untuk menghindari keterikatan dengan pasangannya, misalnya ia menggunakan alasan zodiak atau shio yang tidak cocok dan sebagainya
3) Menghindari kontak dengan orang lain
Fobia komitmen sangat jarang melakukan kontak dengan orang lain, ini bukanlah mereka mengalami gangguan sosial fobia; mereka tidak ingin terikat dengan orang lain begitu erat. Mereka juga menghindari situasi sosial tertentu, mengindari kontak mata, berkenalan dengan orang baru. Individu seperti ini juga menghindari berkenalan dengan ibu atau saudara dari pasangannya
4) Mencari pasangan yang mempunyai kemungkinan kecil tidak terikat
Individu dengan fobia komitmen akan mencari pasangan yang kemungkinan kecil tidak akan mengikatnya. Ia akan memilih pasangan yang lebih muda dengan asumsi bahwa bila hubungan bisa terus bertahan maka usia pernikahan akan membutuhkan waktu yang lebih lama. Atau individu ini lebih suka terlibat dengan pasangan yang sudah menikah dengan tujuan pasangan tersebut tidak akan menuntutnya dalam suatu ikatan.
5) Mengulur-ulur waktu
Individu ini menyukai hubungan yang lebih lama, ia mempunyai kesempatan untuk "bermain" lebih lama dengan pasangannya. Ia menghindari keterikatan dengan mengulur waktu lebih lama untuk memasuki babak selanjutnya. Biasanya individu seperti ini akan memberi batas waktu tertentu akan tetapi kemudian mengundurkannya untuk jangka waktu tertentu.
6) Menyukai hubungan yang putus-sambung
Individu seperti ini sangat menyukai hubungan putus-sambung, ia akan berusaha mencari masalah bahwa hubungan yang sedang dibina sedang memiliki masalah besar, memutuskan hubungan sepihak merupakan salah satu langkah yang sering ditempuh untuk menghindari hubungan yang semakin kuat. Ketika individu mulai merasakan kekosongan jiwanya, ia akan kembali berusaha untuk memperbaiki hubungan tersebut
Faktor penyebab
Beberapa penyebab kemunculan fobia komitmen:
a. Terbentuk ketika masa kecil dari keluarga percerain (divorce). Pada masa ini anak melihat dan menilai sendiri bahwa ikatan keluarga antara ayah dan ibunya mengalami hubungan yang sulit berupa pertengkaran-pertengkaran yang membuatnya merasa takut dan bernaggapan bahwa sebuah hubungan antara lawan jenis bukanlah hal menyenangkan.
b. Pengalaman trauma di masa kecil dapat berupa pelbagai kekerasan fisik, kekerasan seksual dan pangalaman trauma lainnya yang dialami sang anak yang dilakukan oleh orang dewasa
c. Kehilangan orang-orang yang dicintai. Ketika anak kehilangan salah satu atau kedua dari orangtuanya yang sangat dicintainya, anak membutuhkan waktu yang cukup lama untuk penyembuhan luka-luka emosionalnya, akibatnya ketika dewasa rasa takut kehilangan orang yang dicintainya akan terulang kembali sehingga ia akan menjaga jarak untuk tidak terlibat lebih dekat agar rasa "luka" tersebut tidak terulang kembali.
d. Pengalaman trauma yang dialami sebelumnya. Misalnya saja individu yang patah hati dengan pasangan sebelumnya membentuk dalam pikirannya untuk tidak menjalani hubungan lagi dengan siapa pun.
e. Miskin "role model" ketika masa kanak-kanak. Anak-anak akan menilai dan meniru beberapa perilaku orang yang dikenalnya ketika kepribadian anak mulai terbentuk, kurangnya contoh model yang tepat ketika masa kecil membuat anak keliru secara persepsi dalam menilai sebuah bentuk hubungan.
f. Pengalaman yang tidak menyenangkan dari pasangan orangtua tiri.
Sumber:
osdir.com/ml/culture.region.indonesia.ppi-india/2005-02/msg00319.html
www.jambi-independent.co.id/home/modules.php?name=News&file=article&sid=1818
www.pikirdong.org/psikologi/psi25coph.php
id.wikipedia.org/wiki/Fobia
네행�바노 바체: 카지노 사이트
ReplyDelete네행�바노 사이트노 게잜 게잜 게잜게노 게잜 쳴하 게잜 우리카지노 게노 kirill-kondrashin 게잜 게잜 게잜 게