Dalam kehidupan bermasyarakat sehari-hari, secara sadar atau tidak sadar, sengaja atupun tidak sengaja kita melihat iklan yang melakukan atau menunjukan diskriminasi gender. Media massa yang perkembangannya makin lama makin cepat menjadi kunci penting penanaman ideologi yang ada dalam masyarakat. Iklan-iklan tersebut tidak hanya berusaha mempengaruhi pihak konsumen untuk menggunakan produk tersebut tetapi juga sarat akan bias gender.
Dalam penyampaian pesannya iklan selalu menyesuaikan dengan kondisi sosial budaya masyarakat yang menjadi sasaran produk tersebut. Kondisi masyarakat yang slalu menganggap pria lebih tinggi status sosialnya dari perempuan mau tidak mau, suka tidak suka akan membuat pihak pembuat iklan harus tunduk dan patuh terhadap aturan yang berlaku dalam masyarakat apabila ingin merebut simpati mereka terhadap produk yang ditawarkan.
Hampir setiap iklan saat ini selalu mengaitkan watak ikon yang mempunyai citra dalam pengiklanannya. Kecenderungan untuk membentuk image dan pertukaran nilai semakin memacu kreativitas para pembuat iklan agar bagaimana nilai dari produk tersebut dapat menarik selera atau menciptakan kebutuhan akan suatu komoditi. Para desainer iklan akan membuat iklan suatu produk seperti terlihat natural, kesatuan tanda yang diambil dari simbol-simbol sosial, serta nilai-nilai budaya yang ada dimasyarakat. Dari upaya membentuk citra inilah yang kemudian ditafsirkan menyentuh bias-bias gender.
Perubahan iklan kadang muncul dalam visualisasinya sebagai konsekuensiuntuk menjabarkan citra suatu komoditi agar dapat bersaing dengan produk kompetitor, dan juga sebagai ujung tombak daya tarik iklan. Pemahaman daya tarik (awareness) ini pun sering pula menjadi permasalahan para desainer iklan ketika membuat iklan sebuah komoditi yang mempunyai jumlah pesaing relatif banyak. Sehingga daya tarik serta citra telah menjadi fenomena yang tidak dapat terelakkan dalam merancang sebuah iklan. Kecenderungan yang kemudian tampak dalam visualisasi iklan adalah menempatkan obyek-obyek pilihan yang diakui sebagai ikon yang dapat diposisikan menempati urutan atas daya tarik visualisasi representasi iklan.
Perempuan sering menjadi alternatif pilihan sebagai obyek yang dapat menciptakan daya tarik serta merefleksikan citra. Bisa dilihat bahwa hanya untuk mengiklankan sebuah produk elektronik seperti televisi, perempuan pun di-casting dengan kostum yang agak sensual, atau bahkan ada representasi iklan televisi yang menampakkan perempuan dengan pakaian serba ketat serta dengan tarian yang erotik dimunculkan sebagai pendamping produk. Ada pula iklan permen yang diidentikkan dengan sebuah tarian tango, yang menampakkan perempuan dengan berbagai pose erotis.
Perempuan memang telah menjadi fenomena komoditas yang tak terelakkan dalam kancah komunikasi iklan. Perempuan telah menjadi sarana bagi daya tarik terhadap aktualisasi nilai produk. Sebuah produk yang pada kenyataannya mempunyai fungsi yang umum, telah dikomunikasikan tidak lagi bersifat fungsional tetapi sudah bergeser ke arah konsep gender. Femininitas seringkali menjadi ajang untuk membuat produk mempunyai nilai tertentu. ‘jantan’, ‘maskulin’, ‘eksklusif’, Pemberani telah menjadi idiom yang dimiliki oleh komoditi seperti rokok,suplemen, parfum, jamu/obat kuat lelaki, otomotif, dan lain sebagainya. Sedangkan sabun, shampoo, peralatan rumah tangga dan dapur sampai elektronik sering pula diartikan sebagai komoditi yang dekat dengan wilayah femininitas.
Perempuan saat ini sudah dijerumuskan lewat iklan. Perempuan dalam iklan telah menjadi korban kapitalisme yang dibelakangnya mengandung budaya patriakal semata.
Solusi
• Perempuan harus ditingkatkan kemampuan dengan cara meningkatkan ketrampilan, pengetahuan dan akses mereka terhadap teknologi informasi. Hal tersebut akan memperkuat kemampuan mereka untuk menghadapi gambaran-gambaran negatif tentang perempuan di media massa baik secara nasional maupun international, karena kebanyakan perempuan, terutama di negara-negara berkembang tidak mampu mengakses secara efektif jalur-jalur informasi elektronik yang semakin berkembang luas.
• Penggambaran citra perempuan yang negatif dan merendahkan secara terus menerus dalam media massa elektronik, cetak dan audio visual harus diubah. Media cetak dan elektronik dikebanyakan negara tidak memberikan gambaran yang seimbang tentang kehidupan dan sumbangsih perempuan kepada masyarakat. Selain itu juga produk-produk media massa yang penuh kekerasan dan menurunkan martabat perempuan atau bersifat pornografi juga membawa dampak negatif terhadap perempuan.
• Penempatan perempuan dalam suatau perfilman, periklanan dan sebagai hibur
an dalam penayangan televisi acapkali menyuguhkan bentuk pelecehan tersembunyi terhadap perempuan.
• Untuk menyikapi berbagai pemberitaan dan tayangan yang tidak berperspektif
Gender pemerintah dan insan media massa sudah berusaha untuk memperbaiki citranya.
• Mendorong media massa untuk menahan diri dan tidak menampilkan perempuan sebagai insan yang lemah dan menggunakan perempuan sebagai obyek dan komoditas seks. Sebaliknya media massa diharapkan mampu menampilkan perempuan sebagai insan yang kreatif, sebagai pelaku dan penyumbang utama dalam pembangunan serta penerima manfaat dari proses pembangunan.
• Meningkatkan kampanye secara luas dengan menggunakan program-program pendidikan umum dan swasta untuk memperluas informasi dan meningkatkan kesadaraan hak-hak perempuan.
• Mengadakan pelatihan media massa yang berperspektif gender bagi tenaga profesional media massa termasuk para pemilik dan pengelola media massa.
Untuk mendorong dihasilkannya kreasi-kreasi/produk media yang berperspektif gender.
• Mengajukan konsep yang mampu menggambarkan bahwa stereotipe-stereotipe wanita yang ditampilkan dalam media adalah diskriminatif terhadap gender serta menurunkan martabat dan merupakan penghinaan.
• Mengambil tindakan efektif atau melembagakan tindakan –tindakan semacam itu, termasuk melakukan tindakan hukum terhadap pornografi dan penonjolan kekerasan terhadap wanita dan anak-anak.
Sumber:
frderikus-fandi.blogspot.com
puslit.petra.ac.id
www.menegpp.go.id
No comments:
Post a Comment